Untuk Pewarta dan Pro-Diakon Awam
Oleh: FX Bambang Kussriyanto
Rahasia Yesus
Kisah Inji Markus tentang Yesus di dalam blok teks Mrk 4-1 hingga 8:35 berintikan rahasia jati diri Yesus di dalam Kerajaan Allah. Rahasia itu dibuka sedikit demi sedikit, sebagian diwahyukan melalui perumpamaan. Kata kunci “rahasia” atau misteri ini hanya digunakan satu kali saja, yaitu dalam Mrk 4:11, menggunakan bentuk tunggal, dan isinya menyangkut Kerajaan, rahasia bahwa pemerintahan Allah kini mendobrak masuk ke dalam hidup manusia dengan membalik nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Markus, pengertian terkait jati diri asli Yesus tetap dirahasiakan selama masa hidupnya, meskipun setan dan orang yang kerasukan setan mengetahuinya (Mrk 1:24; 3:11; 5:7); Yesus memerintahkan agar tidak menceritakan perbuatan-perbuatan-Nya yang kuat-kuasa dan mengungkapkan identitas-Nya (Mrk 1:44; 3:12; 5:43; 7:36; 8:26, 30); suatu perintah yang terkadang dilanggar (Mrk 1:45; lih. Mrk. 5:19–20). Lebih lanjut, menurut Markus, Yesus mengajar melalui perumpamaan, sedemikian rupa sehingga mereka yang berada “di luar” Kerajaan tidak memahaminya, melainkan hanya dipahami mereka yang telah dikaruniai pengertian oleh Allah. Metode “pemuridan” menyiapkan orang-orang untuk menerima karunia iman dan pengertian itu.
Seluruh Bab 4 Injil Markus berisi perumpamaan (1) tentang Penabur (4:1-9, dan penjelasannya 4:14-20); (2) tentang pertumbuhan benih (4:26-29); dan (3) tentang biji sesawi.
Kemudian rahasia itu dibuka (diwahyukan) melalui tindakan-tindakan Yesus. Dia terus melakukan banyak mukjizat; blok Mrk 4:35–6:44 dan Mrk 6:45–7:10 merupakan siklus cerita tentang penyembuhan, mukjizat di Danau Galilea, dan pemberian makan yang menakjubkan kepada orang banyak.
Ajaran Yesus dalam Markus 7 menempatkan firman Tuhan di atas “tradisi nenek moyang” dan memandang kenajisan bersumber dari hati, bukan soal makanan atau kebersihan lahiriah. Namun seiring dengan penyingkapan rahasia Kerajaan Allah dan jati diri Yesus, alur kisah Injil menunjukkan pertentangan yang semakin meningkat dramatis karena kegagalan memahami. Seringkali bahkan murid-muridNya sendiri lamban memahami Yesus (Mrk 4:13, 40; 6:52; 8:17-21). Kematian Yohanes Pembaptis (Mrk 6:17-29) memberikan petunjuk masa depan mengenai penderitaan dan kematian Yesus sendiri (Mrk 9:13; lih. Mrk 8:31). Namun terjadi suatu terobosan yang membuka rahasia jati diri Yesus berupa pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Kristus (Mesias; Mrk 8:27–30).
Mrk 4:1-9 Penabur
4:1 Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. 2 Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka: 3 “Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. 4 Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. 5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. 6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. 7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. 8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” 9 Dan kata-Nya: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” 10 Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu. 11 Jawab-Nya: “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, 12 supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun.” 13 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? 14 Penabur itu menaburkan firman. 15 Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. 16 Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, 17 tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. 18 Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, 19 lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. 20 Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat.”
↘↘↘
[Perikop Mrk 4:1-20,– digunakan dalam Liturgi pada hari Rabu dalam Pekan Biasa III]
Teks Markus dalam perikop ini menjadi sumber teks Matius. Ungkapan “pada suatu hari” digunakan sebagai petunjuk pergantian situasi dari yang terdahulu dengan yang berikutnya. Dikisahkan: “Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat” (ay 1). Kiranya rumah tempat Yesus mengajar itu tidak jauh dari tepi Danau Galilea. Kharisma Yesus dalam mengajar menarik masyarakat sekeliling. “Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia”. Sudah dikatakan dalam Mrk 3:7-8 berita tentang Yesus yang mengajar tentang Kerajaan Allah, melakukan penyembuhan dan mengusir setan dengan sangat cepat merambat dari mulut ke mulut dan mencapai wilayah yang lebih luas, hingga seluruh daerah Galilea, mencapai “Yudea, dari Yerusalem, dari Idumea, dari seberang Yordan, dan dari daerah Tirus dan Sidon” meliputi seluruh Palestina, Lebanon dan Suriah. Orang berduyun-duyun datang kepadaNya. “Orang banyak” itu dapat disamakan dengan “masa mengambang” dalam iman, yang memerlukan pegangan. Mereka di mata Yesus tampak “lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala” (Mat 9:36).
Di dataran pantai di tepi Danau Galilea Ia mencari semacam podium untuk bicara: Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau it. (ay 1).Orang banyak yang berdiri di pantai itu pada umumnya orang kecil dalam arti orang biasa, sederhana (bukan kaum bijak dan pandai yang mengenyam pendidikan formal), tidak punya kedudukan yang berarti dalam masyara kat. Maka di hadapan mereka “Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka (ay 2). Di depan sudah dijelaskan, perumpamaan adalah suatu cerita dengan gambaran pendek dari kehidupan sehari-hari, yang dimaksudkan untuk menyampaikan suatu pesan pelajaran atau kebenaran dengan cara yang mudah diingat, mudah dimengerti (lih Mrk 2:19-22). Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka: “Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. (ay 2-3). Yesus mengambil bahan perumpamaanNya dari pekerjaan pertanian yang mereka kenal meliputi proses penyiapan tanah, tabur, tumbuh, pupuk, buah, petik. Adapun penabur yang dimaksud adalah penyebar benih tanaman. “Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis (ay 4). Orang dapat membayangkan keadaan di tepi jalan, yang tanahnya padat diinjak-injak orang yang lalu lalang melintas, siapa pun datang pergi, termasuk burung-burung. Bisa dibayangkan bagaimana nasib benih yang ditaburkan itu, “datanglah burung dan memakannya sampai habis”. “Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.” (ay 5-6). Ada benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya. Benih itu di malam hari segera tumbuh pada tanah yang tipis. Tetapi ketika matahari bersinar layulah ia kekurangan cairan dan menjadi kering karena tidak punya akar yang dalam untuk menyerap air dari tanah. Setiap petani tahu pentingnya tanah yang cukup untuk memasok nutrisi bagi pertumbuhan tanaman. Tumbuhan memerlukan makanan dan air yang dibutuhkannya melalui akarnya. Tanah yang tipis di atas bebatuan tidak dapat memberi cukup nutrisi untuk pertumbuhan benih. Benih yang ditabur “Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah (ay 7). Berhimpitan dengan tanaman liar yang haus zat hara menyebabkan benih harus berjuang memerebutkan nutrisi dari tanah untuk tumbuh dan berbuah tapi ia kalah dari tanaman liar yang rakus. Ada yang mati. Ada yang tumbuh kurus namun tidak bisa menghasilkan buah. “Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat.” (ay 8). Orang Yahudi yang saleh mungkin segera ingat perkataan nabi sebagai latar belakang: “Berbahagialah orang yang percaya kepada Tuhan, yang bertawakal kepada Tuhan. Ia seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang akar-akarnya merambat ke tepi aliran sungai, yang tidak takut datangnya panas terik, daunnya tetap hijau, dan tidak kuatir pada tahun kemarau, sebab ia tidak henti-hentinya menghasilkan buah” (Yer 17:7-8; lihat juga Mzm 1:3). Dan kata-Nya: “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (ay 9).
Seperti para nabi lama, Yesus berharap pendengar perumpamaan yang Ia berikan berpikir, dan memberi tanggapan. Tetapi bahkan para pengikut dan muridNya walau sudah berpikir masih kesulitan menangkap dengan pasti maksud pelajaran yang diberikan melalui perumpamaan-Nya. Mengapa Yesus tidak berbicara secara langsung dan lugas? “Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu” (ay 10).
Di atas sudah dikatakan, bahwa menurut Markus, Yesus mengajar tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan, sedemikian rupa sehingga mereka yang berada “di luar” Kerajaan tidak memahaminya, melainkan hanya dipahami oleh mereka yang telah dikaruniai pengertian oleh Allah. Metode “pemuridan” menyiapkan orang-orang untuk menerima karunia iman dan pengertian itu. Ini bersumber dari jawaban Yesus: : “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun” (ay 11-12).
‘Kepadamu diberikan rahasia Kerajaan Allah” (ay 11). Yesus-lah yang menjadi pengantara pemberian itu. Maka kepada para murid, Yesus menjelaskan arti perumpamaan Penabur. “Lalu Ia berkata kepada mereka: “Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? “ (ay 13)
Benih yang ditabur adalah firman Allah tentang Kerajaan Surga diberikan kepada semua orang. Ada berbagai sikap hati dan cara orang dalam mendengar firman Kerajaan itu, dan sikap serta cara itu memberi hasil yang berbeda-beda “Penabur itu menaburkan firman” (ay 14). Penabur itu adalah yang datang dari Allah, dan di sini, Yesus sendiri. Ia menaburkan benih Kerajaan Allah, yaitu firman Allah. Sebagian jatuh di pinggir jalan. “Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman,” (ay 15). Jalan adalah situasi tempat kesibukan, “berlalu” – “melintas”, untuk berbagai urusan, tujuan yang berbeda-beda. Hati yang hanya menangkap firman selintasan saja. Firman yang ditaburkan hanya dibiarkan melintas dari telinga yang satu dan lewat melalui telinga yang lain. Atau dibiarkan terjatuh begitu saja. Orang seperti itu tidak peduli pada apa yang diajarkan dan gagal menangkap apa yang sekilasan saja dia dengar. Dan supaya jangan sampai firman itu tumbuh dan berbuah, “lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka” (ay 15). Sebab iblis selalu berusaha menggagalkan rencana dan karya Allah. “Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad” (ay 16-17). Mungkin mereka antusias ketika menerima firman dan bersemangat memikirkannya semacam informasi baru yang menarik tetapi hanya dangkal di permukaan saja, tidak sempat diolah dan disimpan dalam hati. Dan ketika datang informasi-informasi baru lain yang lebih menarik dan jumlahnya bertimbun-timbun, mereka memilih informasi yang mendatangkan keuntungan dan membuang firman yang pernah diterima. Ketika datang hal-hal lain yang memikat hati, emosi dan antusiasmenya kepada Firman Kerajaan Allah hilang, pikiran dan hati mereka melayang berpindah kepada hal lain. “Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah” (ay 18-19). Tipe pendengar lainnya adalah mereka yang mempunyai banyak minat atau kepedulian, namun tidak menentukan priotitas dan kemampuan untuk memilih mendengar dan mau memahami apa yang benar-benar penting. Firman Kerajaan Allah terhimpit di bawah tumpukan berbagai berita politik, ekonomi, perdagangan, kebudayaan, hiburan, teknologi, atau perang dan kriminalitas yang lebih memengaruhi hatinya. Firman memang didengarkan dan dimasukkan dalam hati. Tetapi hati itu terbagi-bagi oleh banyak kegalauan, kesedihan, kecemasan, kekuatiran, ketakutan, bermacam hasrat yang tidak terkendali, ambisi, sehingga hanya dapat memberi kesempatan yang sempit dan tidak cukup ruang dan kemudahan bagi firman untuk tumbuh dan berbuah di hati itu. “Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat” (ay 20). Para murid dan pengikut diharapkan sebagai orang yang selalu bersedia mendengarkan dan belajar tentang Firman. Selalu punya hasrat untuk memahami Firman Kerajaan Allah dan menyempatkan diri untuk menggali lebih dalam dan menanamkan Firman dalam hati. Mereka mendengarkan untuk memahami. Allah memberikan kepada mereka rahmat yang memungkinkan firman-Nya dan kehendak-Nya dimengerti dan dilaksanakan dalam hidup sehingga menghasilkan buah-buah Kerajaan Allah sesuai dengan situasi masing-masing.
“Ya, Roh Kudus, kobarkan semangat kasih Allah di dalam diriku dan bakarlah aku dengan api cinta-Mu, agar aku dapat bertumbuh dalam pengetahuan akan Yesus Kristus dan terus berusaha melakukan kehendak-Nya. Semoga hatiku tidak pernah tumpul dan semoga telingaku tidak pernah bosan mendengarkan suara Kristus.”
“Tuhan, iman pada firman-Mu adalah jalan menuju kebijaksanaan, dan merenungkan rencana ilahi-Mu berarti bertumbuh dalam kebenaran. Bukalah mataku terhadap perbuatan-Mu, dan telingaku terhadap suara seruan-Mu, agar aku dapat memahami kehendak-Mu. Semoga hidupku subur sesuai dengannya”.
Mrk 4:21-25 Terang dan Terbuka
4:21 Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. 22 Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. 23 Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” 24 Lalu Ia berkata lagi: “Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. 25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
↘↘↘
[Perikop Mrk 4: 21-25 digunakan dalam Liturgi pada hari Kamis dalam Pekan Biasa III]
Pelita pada masa itu semacam piring berisi minyak yang diberi sumbu api menyala. Terang yang diterbitkan kecil saja. Tetapi kumpulan pelita yang banyak jumlahnya akan memberi terang besar. Biasanya pada kaki dian di rumah-rumah dipasang beberapa pelita sehingga sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
Para murid yang menerima “rahasia” pengertian firman Kerajaan Allah diharapkan Yesus menjadi pelita yang memancarkan terang Kerajaan Allah kepada sekelilingnya. Pelita tidak ditaruh di tempat tersembunyi, tetapi di tempat yang lebih tinggi agar cahayanya memancar memberi pencerahan lebih luas dan jauh. “Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian” (ay 21). “Yesus memanggil setiap orang beriman untuk menjadi teladan kebajikan, integritas dan kekudusan. Kita semua, dipanggil… dan khususnya dalam kita berhubungan dengan orang lain” (Paus Fransiskus Vos Estis Lux Mundi). Dalam terang firman Tuhan, “tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap” (ay 22). Seperti terang biasa menerangi kegelapan dan membuat orang bisa melihat, terang Yesus yang memancar melalui para murid dan pengikut-Nya haruslah menerangi hati umat beriman agar mereka dapat memandang dan menghargai kebenaran, keadilan, kasih dan damai sejahtera dari Kerajaan Allah.
“Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (ay 23)
Para murid diharapkan murah hati dalam membagikan pengertian atas rahasia Kerajaan Allah dan karunia-karunia lainnya. Jangan pelit. Yesus menyatakan prinsip rohani yang dapat kita terapkan dalam hidup kita: apa yang Anda berikan kepada orang lain (dan cara Anda memperlakukan orang lain) akan kembali kepada Anda. “”Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu” (ay 24). Jika murid membagikan banyak pengertian dan karunia Kerajaan Allah kepadanya akan ditambahkan banyak hikmat dan berkat. Yang pelit kemurahan hati dalam berbagi justru akan dimiskinkan! “Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.” (ay 25).
“Ya Yesus, Engkau membimbingku dengan terang kebenaran-Mu yang menyelamatkan. Penuhi hati dan pikiranku dengan terang dan kebenaran-Mu dan bebaskan aku dari kebutaan dosa dan dusta sehingga aku dapat melihat jalan-jalan-Mu dengan jelas dan memahami kehendak-Mu bagi hidupku. Semoga aku mampu memancarkan cahaya dan kebenaranMu kepada orang lain dalam perkataan dan perbuatan.”
Mrk 4:26-34 Rahasia Kerajaan Allah
4:26 Lalu kata Yesus: “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, 27 lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. 28 Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. 29 Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba.” 30 Kata-Nya lagi: “Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? 31 Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. 32 Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.” 33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, 34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.
↘↘↘
(Perikop Mrk 4:26-34 – digunakan dalam Liturgi pada hari Jumat dalam Pekan Biasa III dan pada Hari Minggu Biasa XI – Tahun B]
Yesus memberikan pengajaran tentang Kerajaan Allah dengan perumpamaan lain lagi. Lalu kata Yesus: “Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, 27 lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu” (ay 27). Yang dikatakan adalah bahwa Kerajaan Allah suatu proses yang berlangsung tanpa diketahui bagaimana jalannya, si penabur tidur namun benih yang ditabur di bumi dalam semalam berproses mengeluarkan tunas dan tumbuh semakin tinggi. “Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba” (ay 28-29). Tanpa perlu ditunggui, proses itu bekerja didukung bumi seperti tanaman liar namun bukan, karena Allah dengan rahmat karuniaNya bekerja sama menggunakan semua unsur ciptaan membuat benih Kerajaan Allah yang tumbuh itu mengeluarkan tangkai, seperti gandum kemudian mengeluarkan bulir, dan butir-butir dalam bulir, sampai dewasa dan siap dituai. Dengan proses yang tan kasat mata dari berkat karunia, Kerajaan Allah akan bertumbuh dan berbuah. Penabur hanya perlu menabur, walau ada kegagalan di sana-sini atas sebagian benih (ay 4-7), namun sebagian benih tumbuh dan berbuah berlipat ganda (ay 8); jadi penabur bekerja menabur dan menabur saja. Penabur itu adalah Yesus, para murid, para pengikut dari generasi ke generasi. Sedang proses yang berlangsung adalah penyelenggaraan Allah (ilahi). Maka semuanya bergantung pada penyelenggaraan ilahi.
Yesus mencari gambaran lain untuk menunjukkan aspek yang berbeda dari Kerajaan Allah. “Kata-Nya lagi: “Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya?” (ay 30).
“Hal Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya” (ay 31-32).
Sesawi bukan sawi yang kita kenal di Indonesia. Sawi (Brassica juncea L) salah satu tanaman hortikultura dari jenis sayur sayuran yang dimanfaatkan daun-daunnya yang masih muda. Daerah asal tanaman sawi diduga dari Tiongkok dan Asia Timur, yang kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan. Masuknya sawi ke wilayah Indonesia diduga pada abad XIX. Bersamaan dengan lintas perdagangan jenis sayuran sub-tropis lainnya, terutama kelompok kubis-kubisan. Batang sawi pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan. Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop.
Adapun sesawi dalam perumpamaan adalah tanaman yang dikenal dengan nama lokal khardal (Salvadora Persica Linnaeus) semacam perdu atau semak besar, pohon berukuran sedang yang berasal dari daerah panas dan kering di India, Persia, dan Arabia. Buahnya jauh lebih kecil daripada sebutir lada hitam, mempunyai bau aromatik yang kuat. Buahnya untuk bumbu masakan. Tumbuhan ini mempunyai biji kecil yang menghasilkan pohon besar dengan banyak cabang, di mana burung-burung di udara dapat berlindung.
Kerajaan Allah bekerja dengan cara yang serupa pertumbuhan biji sesawi. Mulai dari hal terkecil di hati orang yang mau menerima firman Tuhan. Seperti proses pertumbuhan tanaman sesawi, Kerajaan Allah bekerja tanpa terlihat dan melakukan transformasi dari dalam. Biji sesawi kecil itu jika tumbuh menjadi pohon besar (menurut ahli botani setinggi kuda dan penunggangnya), dan menarik banyak burung karena mereka menyukai buah hitam kecil dengan biji yang dihasilkannya.
Intinya, di dalam proses penyelenggaraan ilahi, benih Kerajaan Allah yang sangat kecil akan bertumbuh menjadi besar, menghasilkan buah, dan dapat menjadi naungan mahluk-mahluk Allah.
Markus tidak menyajikan perumpamaan-perumpamaan yang diajarkan Yesus sebanyak Injil Matius atau Lukas. Seolah dikejar suatu tenggat masa Markus membuat ikhtisar pendek : “Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri”. (ay 33-34). Suatu kutipan dari Mzm 78:2 digunakan untuk mengangkat citra Yesus “supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: “Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan”. Demikianlah Yesus ditampilkan sebagai Guru yang dapat menjelaskan rahasia semesta. Namun sang Guru juga mengajar melalui tindakan.
“Ya Allah, penuhi aku dengan Roh Kudus-Mu dan ubahlah aku menjadi kudus seperti Kristus yang Engkau inginkan. Tingkatkan semangatku demi kerajaan-Mu dan tanamkan dalam diriku keinginan suci untuk hidup demi kemuliaan-Mu yang lebih besar.”
Mrk 4:35-41 Percaya Pada Kuasa Allah
4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.” 36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. 37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” 39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” 41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”
Perikop Mrk 4:35-41 – digunakan dalam Liturgi pada hari Sabtu dalam Pekan Biasa III dan pada Hari Minggu Biasa XII – Tahun B]
Seperti sudah diterangkan, Markus menggunakan ungkapan “Pada hari itu …” di dalam tulisannya sebagai penanda perubahan situasi. Tidak selalu menjadi penanda waktu pada hari yang sama. Jadi peristiwanya bisa berarti pada hari yang berbeda. Di sini pergantian situasi adalah dari situasi mengajar di satu tempat kepada situasi lain, yang diceritakan selanjutnya. “Waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.” Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia” (ay 35-36) Di danau Galilea badai bisa datang tiba-tiba, dan itu sudah biasa. Mungkin badai yang datang kali ini berbeda, maksudnya luar biasa besar, sehingga murid-murid yang nelayan dan sudah biasa menghadapi badai pun kewalahan dan ketakutan. “Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air” (ay 37).
Sebelum badai datang kiranya penyeberangan sudah berlangsung agak lama, karena Yesus tertidur. “Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam” (ay 38). Mungkin karena kelelahan Yesus tidur sangat lelap dan tidak merasakan perahunya diombang-ambingkan gelombang. “Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?“ (ay 38). Yesus beberapa waktu yang lalu mengajar tentang benih yang bertumbuh sendiri karena penyelenggaraan ilahi. Si penabur tidur dan benih berproses berkat penyelenggaraan ilahi. Para murid belum memahami dan mengambil sikap yang sesuai. “Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali” (ay 39). Yesus yang tertidur dibangunkan dan segera membuat badai berhenti dengan kuasanya. Kuasa atas alam yang hanya ada padaNya. Kuasa Kerajaan Allah yang sedang datang dan menggusur rasa takut.
“Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (ay 38). Yesus menegur para murid. “Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (ay 40). Para murid dan pengikut yang berada di dalam Kerajaan Allah mestinya menyerahkan diri pada kasih Allah yang menyelenggarakan hidup mereka dan dunia. Bersama Allah sumber hidup di dalam KerajaanNya mestinya tidak ada yang perlu ditakutkan. Mengapa kamu begitu takut? Memercayakan diri kepada penyelenggaraan ilahi adalah salah satu tanda rahasia Kerajaan Allah sudah datang dan diterima. Mengapa kamu tidak percaya?
Tindakan Yesus menertibkan alam dengan perkataanNya lebih berkesan dan makin mengecutkan hati mereka. “Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” (ay 41). Mereka belum sampai pada kesadaran akan pribadi Yesus yang mempunyai kuasa Allah yang membawa keselamatan. Yesus masih diselimuti misteri.
“Ya Yesus, tingkatkan imanku pada cinta dan kekuatanMu yang menyelamatkan, agar aku selalu menyadari kehadiranMu yang kekal bersamaku. Beri aku keberanian untuk mempercayakan diriku sepenuhnya pada kebijaksanaanMu dan melakukan kehendakMu dalam segala keadaan.”