Untuk Pewarta dan Pro-Diakon Awam
Oleh FX Bambang Kussriyanto
I. Prolog (Luk 1:1-4)
Injil Lukas adalah satu-satunya Injil sinoptik yang dimulai dengan sastra pendahuluan (prolog). Dengan menggunakan konstruksi sastra dan kosa kata formal, penulis menulis kata pendahuluan dengan meniru para penulis Yunani Helenistik dan, dengan demikian, menghubungkan kisahnya tentang Yesus dengan literatur Yunani dan Romawi sezaman. Lukas tidak hanya tertarik pada perkataan dan perbuatan Yesus, tetapi juga pada konteks yang lebih luas tentang kelahiran, pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus sebagai penggenapan janji Tuhan dalam Perjanjian Lama. Sebagai orang Kristen generasi kedua atau ketiga, Lukas mengakui jasa-jasa para saksi mata dan pelayan pewarta firman sebelumnya, namun kontribusinya pada tradisi yang berkembang adalah menyampaikan berita tentang peristiwa Yesus secara lengkap dan akurat, dan diceritakan dengan cara yang teratur, dialamatkan kepada Teofilus (“sahabat Tuhan”) dan pembaca lainnya dengan maksud untuk memberi keyakinan atas kebenaran ajaran yang sebelumnya telah mereka terima.
Luk 1:1-4 Pendahuluan
1 Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, 2 seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. 3 Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, 4 supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.
↘↘↘
(Perikop Luk 1:1-4; 4:14-21 digunakan dalam Liturgi pada Hari Minggu Biasa III Tahun C.)
Injil Lukas adalah satu-satunya yang memberi pendahuluan paling unik di antara keempat Injil. Dia menyebut, Teofilus, satu nama yang berarti “yang dikasihi Tuhan” kepada siapa tulisannya ditujukan. Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman (ay 1-2). Pada masa itu tampaknya sudah beberapa tulisan, “berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita” yang dimaksud adalah Injil Yesus Kristus, yang disusun dan beredar di berbagai komunitas. Setidaknya sudah ada dua Injil yang sudah beredar, Injil Matius perdana, dan Injil Markus. Sebelumnya ada surat-surat yang memuat berita yang sama. Tulisan-tulisan itu disusun dan disampaikan oleh “saksi mata” dan “pelayan Firman”, para pewarta Injil. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar (ay 3-4). Lukas menulis menggunakan kata ganti orang pertama tunggal, aku. Barang kali tulisan-tulisan itu menimbulkan kebingungan dalam komunitas pada waktu itu, karena masing-masing penulis mempunyai sudut pandang sendiri atas peristiwa yang sama, dan menyampaikannya dengan cara masing-masing untuk maksud yang berbeda, dan disesuaikan dengan komunitas masing-masing. Maka untuk komunitasnya sendiri, supaya dapat memeroleh gambaran yang benar, “Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu,” (ay 3). Lukas sendiri bukan saksi mata, ia termasuk generasi kedua anggota jemaat kristiani Suriah dari Antiokia, kerabat Rasul Paulus. Tetapi ia bergaul baik dengan para saksi mata peristiwa Yesus Kristus generasi pertama, termasuk dengan Maria, ibu Yesus Kristus, dan Yohanes, murid yang dikasihi Yesus. Ia juga bergaul baik dengan para pewarta Injil, pewarta Firman, di banyak tempat. Karena itu ia dapat mengumpulkan bahan-bahan yang otentik dan melakukan penelusuran “dari asal mulanya” peristiwa Yesus Kristus, serta dari sumber-sumber lainnya, dan setelah melakukan penyelidikan berita-berita yang benar dan menghilangkan keraguan, ia bermaksud menyusunnya dalam buku “secara teratur” “supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar” (ay 4). Dengan demikian kisah Injil yang disusun Lukas benar-benar dapat dipercaya kebenarannya karena bersumber dari saksi-saksi langsung yang dapat dipercaya, yaitu orang-orang yang mengenal Yesus Kristus secara pribadi, mendengar ajaran-Nya, dan melihat mukjizat-mukjizatNya, menyaksikan kematian dan kebangkitan-Nya, serta kenaikanNya ke sebelah kanan Bapa di surga.
Seperti dirinya sendiri yang adalah generasi kedua pengikut Yesus, Lukas mengalamatkan tulisannya kepada jemaat kristiani yang sezaman dengan dia dan generasi-generasi berikutnya. Injil yang ditulis Lukas tidak bermaksud menggantikan Injil Markus yang sudah beredar lebih dulu yang menyajikan peristiwa Yesus lebih sebagai “riwayat iman bernilai sejarah”. Ia juga tidak berambisi menggantikan Injil (perdana) Matius yang sangat sarat dengan muatan teologis. Bahkan Lukas juga tidak bermaksud menyaingi tulisan-tulisan Yohanes Rasul yang juga mempunyai pengaruh padanya. Melalui iman Rasul Paulus yang akrab dengannya, Lukas menyusun Injil melengkapi tulisan-tulisan yang sudah beredar lebih dulu hingga pada kadar kebenaran yang dapat diterima komunitas-komunitas yang mengenalnya, komunitas-komunitas yang tadinya dibina Paulus, mulai dari Roma.
II. Kisah Masa Kanak-kanak (1:5-2:52)
Berbeda dari Injil-injil yang lain, Lukas mempunyai bahan sendiri yang khas, antara lain yang dituliskannya dalam Bab 1 dan 2, sebagai Bagian Permulaan Injil. Isi pokoknya tentang Kelahiran dan Masa Kanak-kanak Yesus.
Seperti suatu komposisi lukisan yang memiliki dua banjar pembidangan, Lukas mengatur alur banjaran cerita tentang Yesus dibarengi oleh alur banjaran cerita tentang Yohanes Pembaptis. Di sini diperkenalkan dulu siapa orangtua Yohanes Pembaptis dan orangtua Yesus, yang di hadapan Allah adalah orang-orang benar. Kepada mereka itu disampaikan warta-gembira dari Allah, dan Lukas memperlihatkan perbedaan cara Zakharia dan cara Maria di dalam menerima warta-gembira itu.
Lebih lengkap dari Injil Matius, Injil Lukas dibuka dengan narasi masa kanak-kanak, yaitu kumpulan cerita tentang kelahiran dan masa kanak-kanak Yesus. Narasinya menggunakan tradisi Kristen mula-mula tentang kelahiran Yesus, tradisi tentang kelahiran dan sunat Yohanes Pembaptis, dan kidung Magnificat (Luk 1:46–55) dan Benediktus (Luk 1:67–79), yang terdiri dari frasa-frasa yang diambil dari Perjanjian Lama Yunani. Namun, sebagian besarnya adalah komposisi Lukas yang menulis dengan meniru kisah-kisah kelahiran Perjanjian Lama, menggabungkan rincian sejarah dan legenda, tata sastra dan penafsiran kitab suci, untuk menjawab pertanyaan, “Siapakah Yesus Kristus?” Oleh karena itu, fokus narasinya terutama bersifat kristologis.
Pada bagian ini Lukas mengumumkan banyak tema yang akan menjadi menonjol dalam sisa Injil: sentralitas Yerusalem dan Bait Suci, perjalanan, universalitas keselamatan, sukacita dan kedamaian, kepedulian pada kaum miskin, peran penting perempuan. , presentasi Yesus sebagai penyelamat, wahyu dan nubuatan yang dibimbing oleh Roh, dan penggenapan janji-janji Perjanjian Lama. Kisahnya menyajikan adegan-adegan paralel (diptych) dari pengumuman malaikat tentang kelahiran Yohanes Pembaptis dan Yesus, serta kelahiran dan persembahan Yohanes dan Yesus kepada Allah. Dalam paralelisme ini, wibawa Yesus atas Yohanes ditekankan: jika Yohanes adalah nabi dari Yang Maha Tinggi (Luk 1:76); Yesus adalah Anak Yang Maha Tinggi (Luk 1:32). Yohanes besar di hadapan Tuhan Allah (Luk 1:15-16); Yesus besar dan disebut Anak Allah Yan Mahatinggi (suatu atribut dari Allah menurut Kitab Suci Septuaginta , yang digunakan secara mutlak, Luk 1:32). Jika Yohanes akan mendahului Tuhan (Luk 1:16–17); Yesus adalah Tuhan (Luk 1:43; 2:11).
Mempersembahkan Yesus di Bait Allah menampilkan gambaran orangtua Yesus sebagai orang Yahudi yang taat, yang setia menjalankan hukum Tuhan (Luk 2:23–24, 39), yaitu hukum Musa. Dalam hal ini, mereka digambarkan dengan cara yang mirip dengan orang tua Yohanes (Luk 1:6) dan Simeon (Luk 2:25) dan Hana (Luk 2:36–37).
Luk 1:5-25 Pemberitahuan kelahiran Yohanes
5 Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet. 6 Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat. 7 Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya. 8 Pada suatu kali, waktu tiba giliran rombongannya, Zakharia melakukan tugas keimaman di hadapan Tuhan. 9 Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan di situ. 10 Sementara itu seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu pembakaran ukupan. 11 Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. 12 Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. 13 Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: ”Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. 14 Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. 15 Sebab ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; 16 ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, 17 dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya.” 18 Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: ”Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.” 19 Jawab malaikat itu kepadanya: ”Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. 20 Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya.” 21 Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada dalam Bait Suci. 22 Ketika ia keluar, ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka dan mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci. Lalu ia memberi isyarat kepada mereka, sebab ia tetap bisu. 23 Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah. 24 Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: 25 ”Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.”
↘↘↘
[Perikop Luk 1:5-25 digunakan dalam Liturgi pada tanggal 19 Desember masa Adven; Luk 1:5-17 digunakan dalam Liturgi pada tanggal 23 Juni Peringatan Kelahiran Yohanes Pembaptis]
Jika Injil Matius dan Markus memperkenalkan Yohanes Pembaptis sebagai orang dewasa, Lukas memperkenalkan Yohanes Pembaptis sejak ia dikandung oleh ibundanya, Elisabet, dalam kisah paralel dengan kisah Yesus dikandung oleh ibuNya, Maria. Yohanes Pembaptis adalah perintis yang akan menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya (1:17). Untuk memahami peranan Yohanes Pembaptis itu nanti, Lukas menyampaikan dalam pembukaan Injil yang disusunnya, bagaimana Allah telah mempersiapkan dia sebelum dalam kandungan ibunya.
Lukas mau menunjukkan dari tradisi Perjanjian Lama, bahwa orang suci yang dipilih Allah untuk melakukan pekerjaan besar baginya, seperti Samuel (1Sam 1:2-20) dan nabi Yeremia (Yer 1:5), telah dipersiapkan Allah sejak dikandung ibunya.
Begitu pula Yohanes Pembaptis. Pada zaman Herodes, Raja Yudea (ay 5): Lukas menghubungkan kisah sejarah keselamatan dengan peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia, khususnya sejarah Palestina dan Kekaisaran Roma, yang semasa. Ada banyak Herodes yang bersinggungan dengan tradisi Kristen (Herodes Agung, Herodes Arkhelaus, Herodes Antipas, Herodes Agripa). Yang dimaksud dalam ay 5 adalah Herodes Agung, seorang keturunan bangsa Idumea yang menjadi raja Yudea dari 37 SebM. Ia bukan bangsa Israel asli tetapi menjadi penguasa Israel atas bantuan penjajah dari Roma. Herodes Agung, putra Antipater Idumea, sebenarnya dinyatakan sebagai “Raja Yudea” oleh Senat Romawi pada tahun 40 SebM. namun baru menjadi penguasa Palestina yang tak terbantahkan pada tahun 37 SebM. Herodes menggunakan cara-cara menjilat dan licik sehingga dapat menguasai daerah Idumea, Samaria, Yudea, Galilea dan Tranyordania. Karena curiga kepada segala macam musuh, terutama dari dalam kerajaannya sendiri, Herodes memerintah sebagai tiran dan kadang-kadang seperti orang gila. Karena dia bukan asli Yahudi maka ia tidak populer di kalangan rakyat Yahudi, dan mereka rasa tidak suka mereka dilipatgandakan oleh sikap Herodes yang tidak memedulikan agama dan toleran terhadap kultus Yunani di bagian-bagian kerajaan yang berbudaya Yunani. Karena selalu dibayangi ketakutan akan adanya konspirasi, banyak warga istana dibunuhnya, termasuk isterinya sendiri, Mariame, dan ketiga puteranya, beserta rakyat yang dituduh bersekongkol melawan dirinya. Kaisar Augustus dari Roma dengan nada bergurau menyatakan bahwa – dalam bahasa Yunani – lebih aman menjadi babi (hus) Herodes ketimbang menjadi putera (huios) Herodes, sebab mengikuti tradisi orang Yahudi Herodes tidak makan babi. Herodes Agung seorang pembangun yang sangat ambisius dalam sejarah Yahudi. Ia mendirikan berbagai kota sepanjang garis-garis Yunani (misalnya Kaisarea, Sebaste, Antipatris, dan Yerikho), membuat dan memperkuat banyak bangunan umum dan benteng-benteng seperti Masada, Herodium dan Aleksandrium. Untuk mendapat dukungan publik Herodes melaksanakan pemugaran Bait Allah Yerusalem secara besar-besaran sejak tahun 19 SebM. Ia menjadi raja sampai kematiannya pada tahun 4 SebM.
Lukas menjadikan Bait Allah, pusat pengharapan Israel sebagai pigura untuk Injil yang ditulisnya. Kejadian pertama diberitakan di Bait Allah (1:5), dan nanti Injil Lukas juga berakhir di Bait Allah Yerusalem pula (Luk 24:55).
Allah mengambil prakarsa dalam sejarah keselamatan. Dialah yang memulai karya dengan lebih dahulu memilih orang yang dikehendaki-Nya. Manusia berharap dan menunggu sentuhan kasih-Nya, dan menanggapi kehendak Allah dengan kepasrahan, ketaatan dan iman.
Adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet. (ay 5) Nama Zakharia berarti “Tuhan mengingat”. Harun adalah kakak Musa, (Kel 4:14), imam agung pertama. Semua laki-laki keturunan Harun menjadi imam-imam, dan dari keluarga besar Abia waktu itu yang menjadi imam sekitar 800 orang, merekalah yang disebut rombongan Abia. Rombongan Imam Abia adalah rujukan kepada rombongan kedelapan dari dua puluh empat rombongan imam dari cucu keturunan imam agung Harun yang bertugas di Bait Allah Yerusalem membakar ukupan di Tempat Kudus selama seminggu, dua kali setahun. Mereka yang hidup tersebar di daerah-daerah lalu datang ke Yerusalem bersama keluarganya, untuk melaksanakan tugas.
Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya. [ay 7]. Elisabet mandul tidak bisa hamil. Tidak bisa melahirkan. Pada waktu itu perempuan yang mandul sangat malu karena tidak dapat memberikan keturunan untuk penerus keluarga suaminya. Mandul merupakan suatu aib dan menyedihkan. Meskipun tidak memiliki anak dipandang dalam Yudaisme sezaman sebagai kutukan atau hukuman atas dosa, namun di sini Elisabet ditonjolkan sebagai “orang benar” mirip dengan beberapa ibu besar dalam Perjanjian Lama yang penting: Sarah (Kej 15:3; 16:1); Ribka (Kej 25:21); Rakhel (Kej 29:31; 30:1); ibu Simson dan istri Manoah (Hak 13:2–3); Hana (1 Sam 1:2).
Pada suatu kali, waktu tiba giliran rombongannya, Zakharia melakukan tugas keimaman di hadapan Tuhan. Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan di situ. Sementara itu seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu pembakaran ukupan. Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut (ay 8-12). Rombongan Zakharia mungkin terdiri dari seratus imam, dan di antara mereka dilakukan undian untuk menentukan siapa yang mendapat tugas pada waktu tertentu. Ada banyak pekerjaan yang dilakukan di dalam tugas pelayanan keimaman di Bait Allah. Supaya adil, di antara banyak imam yang datang lalu diadakan undian yang menentukan siapa melakukan tugas apa. Membakar ukupan. merupakan suatu tugas pelayanan yang utama di Bait Allah. Tugas ini hanya dilakukan seorang imam, sendirian saja. Yaitu membakar dupa di mezbah dalam Tempat Kudus yaitu ruangan yang tempatnya berdampingan dengan Ruang Mahakudus, di mana disimpan kembaran Tabut Perjanjian, yang diyakini sebagai tempat kehadiran Allah. Pembakaran dupa dilakukan pagi-pagi sebelum dilakukan kurban bakaran, dan pada malam hari setelah kurban-kurban dipersembahkan. Seorang imam hanya boleh melakukan tugas ini sekali saja selama hidupnya. Maka siapa pun yang mendapatkan tugas ini merasa sangat terhormat dan dikaruniai Allah. Itulah yang dialami Zakharia. Sementara itu seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang, mereka menunggu saat dimulainya persembahan kurban, yaitu setelah pembakaran ukupan selesai. Banyak imam lain yang tidak beruntung karena selama hidupnya tidak pernah mendapat undi untuk melaksanakan tugas ini. Ketika tiba giliran Zakharia menurut undian untuk membakar ukupan, ketika ia melaksanakan tugasnya itu dan membacakan doa-doa tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat Tuhan berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan. Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. Kisah dalam perikop ini penuh dengan gema dari Perjanjian Lama. Penampakan malaikat Gabriel kepada Zakharia mengingatkan penglihatan yang dialami Daniel (Dan 10:4-19).
Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: ”Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. [ay 13] Jangan takut merupakan frasa khas Perjanjian Lama untuk meyakinkan penerima penglihatan surgawi (Kej 15:1; Yos 1:9; Dan 10:12, 19 dan di tempat lain dalam Luk 1:30; 2:10). Engkau menamai dia Yohanes [nama yang berarti “Tuhan murah hati,” suatu petunjuk bahwa Yohanes akan punya peran dalam sejarah keselamatan. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Sebab ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya. [ay 14-15] Dia tidak akan minum anggur atau minuman keras: seperti Simson (Hak 13:4–5) dan Samuel (1 Sam 1:11), Yohanes harus disucikan dengan nazar Nazir dan dikhususkan untuk pelayanan Tuhan (Bil 6:1-21). Ia akan penuh Roh Kudus mulai dari rahim ibunya. Roh Kudus adalah Roh ilahi Allah, juga disebut Penasehat (Pembimbing) dan Roh Kebenaran. Roh Kudus aktif bersama-sama dengan Allah Bapa dan Putera sejak awal hingga penyelesaian rencana ilahi untuk keselamatan. Kuasa Roh Allah tampak dengan banyak sekali cara, tetapi terutama tampak pada para pemimpin karismatik Israel, para nabi, dan mereka yang memenuhi kehendak Allah yang menyelamatkan. Roh Allah nyata pada Musa dan ketujuhpuluh penatua (Bil 11:17.25) dan kemudian pada pengganti Musa, Yosua (Ul 34:9). Tampak pula pada karya kepemimpinan para Hakim-hakim (Hak 3:10; 6:34; 11:29; 13:25; 14:6.9; 15:14; 1 Sam 11:6). Nabi dikatakan “orang yang penuh roh” (Hos 9:7). Ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya” [ay 16-17]. Elia adalah Nabi di abad ke-8 sebelum Yesus Kristus. Dia tokoh legendaris yang naik ke surga dengan kereta cahaya. Sejak zaman nabi Maleakhi (abad ke-5 sebelum Kristus), orang-orang Yahudi yang saleh percaya bahwa Elia akan turun dari surga mempersiapkan jalan bagi kedatangan Mesias (Mal 4:5 dan 3:1). Dia akan mendahului dalam roh dan kuasa Elia artinya Yohanes akan menjadi utusan yang mendahului Tuhan seperti dinubuatkan dalam Mal 3:1–2. Dia akan berperan sebagai pembaharu yang berapi-api dalam Perjanjian Lama sebagai nabi Elia, yang menurut Mal 3:23 (Mal 4:5) diutus sebelum “hari Tuhan yang besar dan dahsyat itu datang.”
Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: ”Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.” Jawab malaikat itu kepadanya: ”Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu [ay 18-19]. Bagaimana aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Zakharia ragu, belum percaya dan meminta tanda, karena ia berpikir sebagai manusia, berdasarkan alasan berikut ini: Aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya. Secara fisik manusiawi, dari Zakharia maupun Elisabet sendiri sudah tidak mungkin dapat diperoleh keturunan, karena alat-alat reproduksi di tubuh mereka sudah tidak berfungsi. Tetapi sikap Zakharia yang belum percaya dan meminta tanda ini mengusik surga. Allah memberi tanda dengan mengikat lidahnya sehingga ia tidak bisa berkata-kata, sampai ia percaya dan melaksanakan Sabda Allah ketika memberi nama pada anaknya. “Malaikat Tuhan” itu menyebut dirinya Gabriel, malaikat yang dalam Dan 9:20–25 mengumumkan tujuh puluh minggu tahun dan kedatangan seorang yang diurapi, seorang pangeran. Dengan menyinggung tema-tema Perjanjian Lama dalam Luk 1:17, 19 seperti datangnya hari Tuhan dan dimulainya era mesianis, Lukas menyajikan penafsirannya mengenai pentingnya kelahiran Yohanes dan Yesus. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya.’ (ay 20). Zakharia menjadi bisu adalah tanda yang diberikan sebagai jawaban atas pertanyaannya yang meragukan keadaan dirinya dan isterinya pada ay 18. Zakharia dihukum karena keraguannya. Sedang kebisuan yang dialami Zakharia mengingatkan pada bisunya Yehezkiel (Yeh 3:24-27).
Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada dalam Bait Suci (ay 21). Tentunya yang menunggu adalah sesama imam yang mendapat giliran tugas berikutnya. Ketika ia keluar, ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka dan mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci. Lalu ia memberi isyarat kepada mereka, sebab ia tetap bisu (ay 22) Zakharia tidak bisa bicara menyampaikan alasan kenapa ia begitu lama, tetapi teman-temannya sesama imam memahami mengapa Zakharia lama di dalam dan ketika keluar ia bisu. Bisunya Zakharia adalah tanda yang dapat mereka terima. “Mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci”. Ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah (ay 23). Menurut tradisi, Zakharia tinggal di Ain Karim, sekitar 4 km di sebelah barat Yerusalem. Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: ”Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang” (ay 24-25). Lima bulan bukan merupakan akhir dari pengasingan diri Elisabet, melainkan tanda waktu untuk menerima rahmat yang lebih besar. Bahwa Elisabet mengandung pada usia tua adalah karya Allah yang melampaui pengertian manusia. Berkat pertolongan Tuhan Elisabet yang sudah tua bisa hamil dan akan melahirkan. Berarti dia tidak . disebut-sebut mandul lagi. Dan dengan mempunyai keturunan, aibnya telah hilang. Di mata orang ia adalah perempuan sempurna, karena mempunyai keturunan. Kata-kata Elisabet (1:25) mempunyai nuansa yang sama dengan ucapan Rahel, isteri Yakub, ketika melahirkan Yusuf (Kej 30:23). Pelbagai gema Perjanjian Lama dalam perikop ini merupakan suatu mata rantai hubungan permulaan Perjanjian Baru dengan Perjanjian Lama. Maka Yohanes Pembaptis pun dipandang sebagai jembatan yang menghubungkan Yesus Kristus dengan harapan-harapan umat dalam perjanjian yang terdahulu.
Ketika Tuhan menarik kita ke hadirat-Nya, Dia ingin kita diam dan tenang di hadapan-Nya sehingga kita dapat mendengarkan suara-Nya saat Dia berbicara dalam hati kita dan mengungkapkan pikiran-Nya kepada kita. Ketika Allah bertindak untuk menyelamatkan kita, Dia dengan murah hati memenuhi kita dengan Roh Kudus-Nya dan membuat iman kita “berkobar” mengharap janji-janji-Nya.
Luk 1:26-38 Kabar Sukacita
26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, 27 kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.28 Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: ”Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” 29 Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. 30 Kata malaikat itu kepadanya: ”Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. 31 Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. 32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, 33 dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” 34 Kata Maria kepada malaikat itu: ”Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” 35 Jawab malaikat itu kepadanya: ”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. 36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. 37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” 38 Kata Maria: ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
↘↘↘
[Perikop Luke 1:26-38 –digunakan dalam Liturgi pada tanggal 8 Desember, Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa; untuk Hari Minggu Adven IV Tahun B, dan untuk 25 Maret: Hari Raya Kabar Sukacita].
Sepertinya Lukas mengenal Maria ketika bertemu dengan Yohanes Rasul di kota Efesus. Yesus telah mempercayakan Maria, ibu-Nya kepada Yohanes (Yoh 19:25-27). Maka sejak itu Maria tinggal bersama Yohanes. Di kota itu, kepada jemaat yang dibina Yohanes mungkin Maria telah bercerita banyak tentang pengalamannya mengandung Yesus, sehingga banyak orang yang berulang kali mendengarkan dapat menceritakan kembali pengalaman Maria itu. Dari himpunan jemaat Yohanes itulah kemungkinan besar Lukas memperoleh bahan-bahan mengenai peristiwa yang dilukiskan dalam perikop ini dan kisah masa kanak-kanak Yesus.
Inti pewartaan Injil Lukas dalam perikop ini utamanya adalah pesan yang disampaikan malaikat kepada Maria dan bagaimana sikap iman Maria ketika menerima pesan itu. Selain itu dikemukakan kesucian Maria sehingga dialah yang dipilih Allah mengandung dan melahirkan Yesus yang kudus, Anak Allah yang Mahatinggi.
Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. (ay 26-27) Karya keselamatan Allah pada Zakharia dan Elisabet berlanjut ketika kehamilan Elisabet memasuki bulan keenam. Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada seorang perawan bernama Maria. Tradisi (dalam Proto-Injil Yakobus, suatu tulisan apokrif) menunjukkan bahwa Maria adalah anak pasangan Yoakhim dan Ana. Sama seperti Zakharia dan Elisabet, Yoakhim dan Ana hingga tua tidak dikaruniai anak. Yoakhim dan Ana tekun berdoa memohon anak, bahkan bernazar akan mengabdikan anak yang didapatnya kepada Tuhan. Yoakhim yang juga imam mempunyai pengalaman yang sama dengan Zakharia mendapat penglihatan kedatangan malaikat yang memberitahukan bahwa Allah telah berkenan mendengarkan doa permohonannya dan ia akan dikaruniai seorang anak perempuan, yang kemudian diberi nama Maria. Allah mempersiapkan Maria untuk tugas khusus dalam Tata-Keselamatan mengikuti garis mujizat Allah seperti yang dialami Sara (Kej 18:10-14), Hanna, ibu Samuel (1 Sam 1), Debora, Rut dan Yudit. Namun lebih dari mereka, sejak dikandung ibundanya Maria sudah ditebus dan dilindungi Roh Kudus tanpa noda dosa (Paus Pius IX, Dogma Maria Immaculata, 1864; lihat juga Paus Yohanes Paulus II, Redemptionis Mater, 1987, no 10: “Karena kekayaan kurnia Putera terkasih, berdasarkan jasa-jasa Dia yang mau menjadi Putera-Nya, Maria terhindar dari akibat dosa asal. Dengan cara ini, sejak detik awal dikandung – yaitu sejak awal adanya – Dia yang menjadi milik Kristus, ikut ambil bagian dalam rahmat penyelamatan dan pengudusan serta dalam kasih yang berpangkal pada “Yang Terkasih”, yaitu Putera Bapa Kekal…. melalui kuasa Roh Kudus dalam tata rahmat”).
Setelah genap masanya, Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria (ay 26-27). Malaikat Gabriel yang beberapa waktu lalu menjumpai Zakharia di Bait Allah Yerusalem (ay 11-12), kini diutus ke daerah Galilea di sebuah kota bernama Nazaret di menjumpai Perawan Maria. Galilea adalah suatu kawasan di Palestina utara yang berbatasan dengan Laut Tengah di sebelah barat, Sungai Yordan dan Laut Galilea di sebelah timur, dataran Esdralon di sebelah selatan, dan Nahr el-Qasimiyeh di sebelah utara. Keadaan geografisnya beraneka ragam. Pegunungan Lebanon terentang sampai di bagian utara Galilea, dengan kawasan bukit-bukit karang yang terjal, sementara Galilea selatan adalah bukit-bukit landai dan dataran subur. Dalam masa Perjanjian Baru, orang Yahudi Galilea tidak begitu dihargai oleh sesamanya di Yerusalem dan Yudea (Yoh 1:46; 7:52), mungkin karena banyaknya bangsa-bangsa lain yang lama menetap di Galilea (bdk Mat 4:15) dan karena jarak antara Galilea dan Yerusalem cukup jauh. Adapun kota Nazaret terletak di kawasan Galilea bawah (sekarang en-Nasira), di sebelah utara lembah Yisreel. Nazaret hanyalah suatu kota kecil dan tidak begitu penting di Galilea. Perawan itu sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama oleh karunia Allah akan mengandung dan melahirkan seorang putera (Yes 7:14). Maria pada waktu itu berada dalam status pertunangan dengan Yusuf, seorang keturunan Daud. Bertunangan berarti akan menikah dan masih hidup terpisah. Bertunangan pada masa itu merupakan tahap pertama dari perkawinan, di mana seorang wanita di hadapan saksi-saksi dinyatakan sah terikat pada seorang laki-laki yang telah berniat menjadikan wanita itu isterinya dengan memberikan mas kawin. Wanita tunangan tetap tinggal bersama orang tuanya kurang lebih setahun, tetapi telah dipandang sebagai hak dan tanggungjawab penuh dari tunangan laki-laki, sebelum perkawinan tahap kedua, yaitu upacara penjemputan atau pengambilan wanita itu untuk dibawa ke rumah laki-laki yang menjadi suaminya. Karena sudah merupakan bagian dari proses perkawinan, jika kemudian ikatan pertunangan itu putus karena hal tertentu, maka untuk itu dilakukan perceraian resmi dengan saksi-saksi pula. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: ”Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (ay 28).
Diperkirakan kediaman Maria ini adalah suatu gua di lereng bukit batu, yang diatur dengan ruangan-ruangan seperti rumah. Sekarang di atas tempat yang diduga sebagai rumah Maria itu didirikan Gereja Annunciata. Salah satu ruangan di bawah gereja itu diduga sebagai tempat perjumpaan malaikat Gabriel dengan Maria. Salam. Shalom, suatu ungkapan agar bergembira, penuh rasa damai dan sejahtera. Sudah dikemukakan di atas bahwa sejak dikandung ibundanya Maria sudah dilindungi Roh Kudus tanpa noda dosa, karena itu ia disebut engkau yang dikaruniai, artinya “penuh rahmat”. Tetapi “dikaruniai” juga bisa berarti dipilih Allah untuk sesuatu tugas. Tuhan menyertai engkau menegaskan perlindungan dan bimbingan Roh Kudus atas Maria untuk tugas yang sudah disiapkan Allah baginya.
Karena tidak mengerti apa uang dikatakan malaikat dalam salam itu, Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. (ay 29). Maria sendiri belum mengetahui apa rencana Allah bagi dirinya. Ia bingung oleh perkataan malaikat yang tidak dipahaminya. Maka “ia bertanya dalam hati” apa maksudnya salam itu. Hal ini mungkin di kemudian hari diceritakan Maria kepada jemaat Yohanes setelah Yesus naik ke surga, dan dicatat oleh Lukas sebagai salah satu karakter Maria yang tenang meditatif (merenung dan mencerna lebih dahulu), tidak impulsif (langsung berubah sikap begitu mendengar sesuatu) ataupun eksplosif (langsung menyatakan perasaan melalui tata-lahirnya, menanggapi sesuatu dari luar dirinya). Kata malaikat itu kepadanya: ”Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah (ay 30). Gabriel memberi sapaan seperti kepada Zakharia 1:13 “Jangan takut” menerima penglihatan ilahi. Terlebih karena akan mendapat rahmat karunia Allah. Karunia apa? Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus (ay 31). Maria diberitahu bahwa Allah memberi tugas mengandung dan melahirkan seorang Putera. Nama Yesus berarti “Allah yang menyelamatkan”. Pemberian nama merupakan sesuatu yang penting, yang umumnya ditentukan oleh ayah si anak. Tetapi Maria diberi wewenang yang menyimpang dari adat, yaitu memberi nama kepada anak itu dengan nama Yesus yang sudah dibawa oleh malaikat sebagai ketentuan dari surga, yang mengaruniakan anak itu kepada Maria. Kiranya nama Yesus pada waktu itu umum digunakan, berasal dari nama Ibrani Yosua atau Yehosua, yang berarti Allah menyelamatkan. Yesus adalah lafal bahasa Yunani pengucapan nama Ibrani Yosua.
Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi (ay 32). Bukan sembarang anak, melainkan Anak Allah. “Yang Maha Tinggi” (ay 32) adalah sebutan untuk Allah yang khas digunakan oleh Lukas (Luk 1:35, 76; 6:35; 8:28; Kisah 7:48; 16:17). Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (ay 33). Seperti dikemukakan dalam ayat 27, pertalian Maria dengan Yusuf, keturunan Daud, menyebabkan anak mereka juga dipandang dari kedudukan Yusuf adalah keturunan Daud. Oleh pertalian itu Daud menjadi leluhur Yesus, maka Yesus juga disebut Anak Daud (Luk 1:69; 2:4,11; 3:31; 6:3; 18:38 dst). Berdasarkan nubuat Nabi Natan kepada Daud (2Sam 7:12 dst) seorang Mesias keturunan Daud akan mewarisi tahta kerajaan yang oleh Allah dijanjikan akan abadi. Maka oleh pewartaan malaikat ini diberikan juga petunjuk bahwa Yesus adalah Mesias. Yakub disebut Israel. Dan semua keturunan Yakub yang terdiri dari 12 suku itu disebut bangsa Israel. Sebagai Mesias yang menduduki tahta Daud, Yesus adalah raja atas kaum Israel (lih juga Luk 19:11-27, 38; 22:29-30; Kis 1:3,6).
Penjelasan malaikat itu bertubi-tubi bagi Maria. Sebagai puteri Yoakhim yang seorang imam, Maria memahami Kitab Suci dan mengetahui janji Allah akan seorang penebus yang sangat diharapkan dan dinantikan umatNya. Sungguh luar biasa bahwa dirinyalah yang dipilih Allah untuk mengandung dan melahirkan Sang Penyelamat. Bukannya ragu namun Maria bertanya bagaimana ia akan mengandung. Kata Maria kepada malaikat itu: ”Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (ay 34). Secara kodrat manusia, mengandung dan mempunyai anak akan terlaksana jika Maria sudah menikah dan hidup bersama dengan suaminya. Sementara ini Maria masih hidup terpisah dari Yusuf, tunangannya. Jawab malaikat itu kepadanya: ”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” (ay 35). Yang mustahil bagi manusia akan dimungkinkan oleh Allah yang bekerja melalui Roh Kudus-Nya. Ia akan mengandung oleh Roh Kudus dengan kuasa ilahi. Para nabi Israel memandang Roh Allah yang kudus mencurahkan berkat dan hidup kepada dunia (Yes 32:15; 44:3; Yl 2:28-29). Roh yang mewujudkan ciptaan (Kej 1:2) akan membarui muka bumi (Mzm 104:30) dengan transformasi rohani manusia yang memampukan ia berjalan dengan penuh iman dengan Tuhan (Yeh 11:19-20; 36:23-28). Saat pencurahan berkat dan hidup ini dikaitkan dengan datangnya Mesias keturunan Daud, yang diurapi oleh kepenuhan Roh dan segala karuniaNya (Yes 11:1-2). Ia akan disebut Anak Allah. Menurut Lukas, Yesus dikandung oleh perawan melalui Roh Kudus, kuasa Allah, dan oleh karena itu Yesus mempunyai hubungan yang unik dengan Allah: Dia adalah Anak Allah. “Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” (ay 36). Kepada Maria diberikan tanda kuasa Allah yang memungkinkan segala sesuatu, bahwa kerabatnya, Elisabet yang sudah tua dan mandul, juga mengandung seorang putera. Jika seorang wanita yang sudah melewati usia subur bisa hamil, menurut malaikat, kehamilan Maria yang perawan juga bukan sesuatu yang mustahil bagi Tuhan.
Dalam Injil Lukas {1:26–38] pemberitahuan Allah kepada Maria tentang kelahiran Yesus merupakan perikop sejajar menggunakan pola yang sama dengan pemberitahuan kepada Zakharia yang terdahulu tentang kelahiran Yohanes. Dalam kedua peristiwa, malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Zakharia dan Maria yang sama-sama merasa terkejut oleh penglihatan ilahi itu (1:11–12, 26–29) dan kemudian diteguhkan malaikat agar tidak takut (1:13, 30). Setelah pemberitahuan kelahiran anak disampaikan (1:14–17, 31–33), calon orang tua menanggapi amanat Allah (Luk 1:18, 34) dan mendapat tanda yang menegaskan campur tangan Allah atas diri mereka (1:20, 36). Fokus khusus dari pengumuman kelahiran Yesus adalah pada identitas-Nya sebagai Anak Daud (1:32-33) dan Anak Allah (1:32, 35).
Allah menghendaki supaya kelahiran Yesus PuteraNya didahului persetujuan pihak Maria, yang dipilih dan ditetapkan menjadi ibunda-Nya. Kepada malaikat Gabriel yang menjumpainya, Maria memberi jawaban setuju. Kata Maria: ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia (ay 38). Demikianlah Maria mengiyakan tugas dari Allah untuk mengandung Yesus, “Allah yang menyelamatkan” (1:31, lih. Juga Zef 3:14-17), Anak Daud (1:32-33) dan Anak Allah (1:32, 35). Maria bukan pasif saja menerima takdirnya, melainkan aktif bekerjasama menurut rencana Allah bagi keselamatan umat manusia oleh iman dan ketaatan kepada Allah yang disampaikannya secara bebas. Ia menjadi Hawa baru. Jika Hawa oleh ketidaktaatannya kepada Allah menyebabkan dosa dan kematian manusia, Maria melalui ketaatannya kepada Allah menjadi pengantara keselamatan dan hidup baru kepada umat manusia (Konsili Vatikan II, LG 56).
Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Redemptionis Mater (1987) art. 8 menyatakan: “Maria secara definitif diantar memasuki misteri Yesus Kristus melalui peristiwa: “Pemberitahuan oleh malaikat”. Hal itu terjadi di Nazaret, dalam lingkungan konkrit sejarah Israel, bangsa yang pertama-tama menerima janji Allah. Ketika melaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: ”Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (Luk. 1:28). Maria “terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya dalam hatinya, apakah arti salam itu” (Luk. 1:29): apakah kiranya arti kata-kata luar biasa itu dan khususnya ungkapan “penuh rahmat” (kecharitomene).
Salam itu dikarenakan fakta bahwa dalam jiwa “puteri Sion” ini terungkap semua “kemuliaan rahmat”, yaitu rahmat yang “oleh Bapa…diberikan kepada kita dalam Putera-Nya yang terkasih”. Karena utusan surgawi itu menyalami Maria sebagai “penuh ramhat”; dia menyapanya demikian seakan-akan itu nama dirinya. Dia tidak disapa dengan namanya sendiri: Miryam (=Maria), melainkan ‘dengan nama panggilan baru’: “yang penuh rahmat”. Apakah makna nama ini? Mengapa sang maha-malaikat menyapa Perawan Nazaret dengan cara itu”
Dalam bahasa Kitab Suci “rahmat” berarti kurnia khusus, yang menurut Perjanjian Baru sebenarnya bersumber dalam kehidupan Allah Tri Tunggal Pribadi, Allah yang kasih adanya (bdk. 1 Yoh. 4:8). Buah cinta kasih ialah keterpilihan yang dibicarakan oleh Surat kepada umat di Efesus. Dari pihak Allah, pemilihan ini merupakan kehendak abadi Allah untuk menyelamatkan manusia melalui keikutsertaan manusia pada hidup ilahi (bdk. 2Ptr. 1:4) dalam Kristus: yaitu penyelamatan melalui suatu keikutsertaan dalam hidup adikodrati. Kurnia abadi ini, yaitu kurnia pemilihan manusia oleh Allah, membawa buah seperti ‘benih kekudusan’ atau sebuah mata air yang muncul dalam jiwa sebagai kurnia dari Allah sendiri, yang melalui kurnia-Nya itu menganugerahkan kehidupan dan kekudusan kepada mereka yang terpilih. Dengan cara ini terpenuhilah atau terjadilah bahwa seseorang “terberkati dengan segala berkat rohaniah” bahwa orang “menjadi putera dan puteri angkat…dalam Kristus”, yaitu dalam pribadi, yang dari kekal adalah “Putera terkasih” Bapa.
Bila kita membaca bahwa sang utusan menyapa Maria sebagai “yang penuh rahmat”, konteks Injil, yang memadukan wahyu dan janji-janji masa lalu, memungkinkan kita memahami bahwa di antara semua “berkat rohaniah dalam Kristus” berkat ini merupakan “berkat” khusus. Dalam misteri Kristus, Maria ‘hadir’ malahan “sebelum penciptaan dunia”, sebagai seseorang yang “dipilih” malahan “sebelum penciptaan dunia’, sebagai seseorang yang “dipilih” Bapa sebagai ‘Bunda Putera-Nya’ dalam Penjelmaan. Dan, lebih lagi, bersama dengan Bapa, sang Putera telah memilih Maria, dengan mempercayakan dari kekal kepada Roh kekudusan. Dalam cara yang khusus dan istimewa itu Maria dipersatukan dengan Kristus, dan dengan itu “dikasihi dalam Putera-Nya yang terkasih”, Putera-Nya yang satu hakikat dengan Bapa, yang menjadi pusat semua “kemuliaan rahmat”. Bersama dengan itu dia tetap terbuka sempurna terhadap “kurnia diatas “ (bdk. Yak. 1:17). Seperti diajarkan Konsili, maria “berada di antara yang miskin dan rendah hati di hadapan Tuhan, yang dengan percaya menunggu dan menerima penyelamatan dari pada-Nya”.
Apabila salam dan sebutan “penuh rahmat” mencakup semua itu, maka dalam konteks pewartaan malaikat mereka pertama-tama menunjuk kepada pemilihan Maria sebagai Bunda Putera Allah. Namun demikian ketika itu juga sebutan “penuh rahmat” menunjukkan semua kemurahan hati adi-kodrati yang melimpahi anugerah kepada Maria sehinnga terpilih dan diperuntukkan menjadi Bunda Kristus. Bila pemilihan ini adalah syarat dasariah untuk memenuhi rencana Allah menyelamatkan manusia dan bila pemilihan dari kekal dalam Kristus serta panggilan kepada kemuliaan anak-anak angkat adalah tujuan tiap manusia, maka pemilihan Maria itu seluruhnya bersifat istimewa dan unik. Karena itu tempatnya dalam misteri Kristus sifatnya unik dan khusus.”
Luk 1:39-45 Maria Mengunjungi Elisabet
39 Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. 40 Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. 41 Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, 42 lalu berseru dengan suara nyaring: ”Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. 43 Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? 44 Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. 45 Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”
↘↘↘
[Perikop Luk 1:39-45 dgunakan dalam Litrugi Hari Minggu Adven IV – Tahun C ; Luk 1:39-56 digunakan pada 15 Agustus : Hari Raya Maria Diangkat Ke surga.]
Sukacita dan berkat dari Allah memancar keluar dan mendorong penerimanya untuk berbagi. ”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (ay 38). Demikianlah Maria mengiyakan tugas dari Allah untuk mengandung Yesus, “Allah yang menyelamatkan” (1:31, lih. Juga Zef 3:14-17), Anak Daud (1:32-33) dan Anak Allah (1:32, 35). Maria bukan pasif saja menerima takdirnya, melainkan aktif bekerjasama menurut rencana Allah bagi keselamatan umat manusia oleh iman dan ketaatan kepada Allah yang disampaikannya secara bebas. Ia yang masih muda terdorong meninggalkan tempat kediamannya dan pergi berbagi sukacita. Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda (ay 39). Dari Nazaret di Galilea, melalui pegunungan, Maria berjalan menuju Ain Karim, suatu kota di Yudea, 4 km di sebelah barat Yerusalem. Suatu perjalanan berat sejauh 144 km yang dilaksanakan dengan penuh semangat, harapan dan sukacita. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet (ay 40). Rencana-rencana keselamatan dari Allah dengan demikian bertaut satu sama-lain. Rencana Allah melalui Elisabet yang mengandung Yohanes ditautkan dengan rencana Allah atas Maria yang membawa Yesus dalam kandungannya. Kedua perempuan yang dipersiapkan Allah di tempat yang terpisah jauh itu, kini berjumpa. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus (ay 41). Kesatuan Maria dan Yesus karya Roh Kudus memancar kepada Elisabet yang dijumpainya, dan salam keselamatan yang disampaikan Maria juga menyalurkan Roh Kudus yang menyapa Yohanes dalam kandungan Elisabet sehingga “melonjak kegirangan” dan Elisabet pun mendapat karunia “penuh Roh Kudus”, roh hikmat, pengenalan akan Allah, pengertian, dan sukacita (Yes 11: 2-3). Demikianlah Elisabet lalu berseru dengan suara nyaring: ”Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (ay 42). Dalam kenangan umat Allah, sapaan Elisabet itu kemudian dijadikan bagian dari doa Salam Maria. Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? [ay 43]. Bahkan sebelum kelahiranNya, oleh kuasa Roh Kudus roh pengenalan akan Allah, Yesus dalam Injil Lukas sudah disebut Tuhan. Elisabeth memberikan kesaksian tentang Maria: dia menyatakan bahwa di depannya berdiri Bunda Tuhan, Bunda Messias. Putera yang dikandung Elisabeth juga ikut memberikan kesaksian.
Sukacita yang dibawa Maria menghasilkan sukacita baru pada diri Elisabet dan putera yang dikandungnya. Sukacita itu menular. Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan (ay 44). Elisabet melukiskan karunia sukacita yang diterimanya dan tidak menyembunyikannya. Sukacita itu menjadi kebahagiaan besar yang disadari menjadi pengertian. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” [ay 45]. Lukas menggambarkan Maria sebagai orang beriman yang rendah hati penuh kepasrahan pada kehendak Allah berbeda dari Zakharia yang ragu (ay 20). Peran Maria sebagai orang beriman dalam narasi masa bayi Yesus ini nanti terkait dengan kehadiran Maria di antara “orang-orang yang beriman” yang percaya kepada Yesus yang mengalahkan dosa dan kematian dan dengan demikian membawa keselamatan kepada umat manusia (Kis 1:14).
Maria, “Perawan dari Nazaret itu sejak saat pertama dalam rahim dikaruniai dengan semarak kesucian yang sangat istimewa. Atas titah Allah ia diberi salam oleh Malaikat pembawa Warta dan disebut “penuh rahmat” (lih. Luk. 1:28). Kepada utusan dari surga itu ia menjawab: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk. 1:38). Demikianlah Maria puteri Adam menyetujui sabda ilahi, dan menjadi Bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta karya Puteranya, untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang mahakuasa, mengabdikan diri kepada misteri penebusan.” (Konsili Vatikan II, LG 56). Adapun persatuan Bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkapkan sejak saat Kristus dikandung oleh Santa Perawan hingga wafat-Nya. Pertama-tama, ketika Maria berangkat dan bergegas-gegas mengunjungi Elisabet, dan diberi ucapan salam bahagia olehnya karena Maria beriman akan keselamatan yang dijanjikan, dan ketika Pendahulu melonjak gembira dalam rahim ibunya (lih. Luk. 1:41-45). (Konsili Vatikan II, LG 57).
Luk 1:46-56 Kidung Pujian Maria (Magnificat)
46 Lalu kata Maria: ”Jiwaku memuliakan Tuhan, 47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, 48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, 49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. 50 Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. 51 Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; 52 Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; 53 Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; 54 Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, 55 seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” 56 Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.
↘↘↘
[Perikop Luk 1:39-56 digunakan dalam liturgi pada 15 Agustus : Hari Raya Maria Diangkat Ke surga. Kidung Pujian Maria juga menjadi bagian dari Ibadat Harian]
Ketika Maria dipuji Elisabet karena menjadi ibu Tuhan dan karena imannya, Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? [ay 43]. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” [ay 45], dia menanggapi pujian itu sebagai hamba dalam kidung pujian, Magnificat. Hamba yang dimuliakan oleh kasih karunia Allah. Yang menyadari dan bersyukur atas kuasa tindakan keselamatan dari Allah yang membela kelemahan dan meninggikan martabat kaum miskin. Suatu perubahan keadaan secara drastis semacam suatu revolusi sosial. Sebenarnya tidak ada kaitan khusus antara kidung itu dengan konteks kehamilan Maria dan kunjungannya kepada Elisabet, Magnificat (dengan kemungkinan pengecualian ay. 48) mungkin adalah sebuah himne Kristen Yahudi kuno yang menurut Lukas sesuai ditempatkan pada perjumpaan Maria dan Elisabet dalam struktur kisah Injilnya. . Sekalipun bukan karangan Lukas, kidung ini selaras dengan tema-tema yang ditemukan di bagian lain Injil Lukas: yakni sukacita dan kegembiraan karena Tuhan; orang-orang miskin yang berkenan pada Tuhan; pembalikan nasib manusia; penggenapan janji-janji Perjanjian Lama. Hubunganyang longgar antara kidung dan konteksnya terlihat lebih jelas dalam fakta bahwa beberapa manuskrip Latin Kuno mengidentifikasi Elisabet-lah yang mengucapkan kidung ini, meskipun juga banyak bukti tekstual yang menjadikan Maria sebagai orang yang mengucapkannya.
Lalu kata Maria: ”Jiwaku memuliakan Tuhan, (ay 46). Ia menyadari, menyatakan dan mengakui kemuliaan Tuhan, sumber segala berkat yang agung (Sir 43:31). Dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, (ay 47). Maria menggemakan ucapan sukacita nabi Yesaya (Yes 61:10) dan nabi Habakuk : “Aku akan bersorak-sorai di dalam Tuhan…Allah yang menyelamatkan aku” (Hab 3:18). Juga Pujian kemuliaan kepada Tuhan itu dilandasi oleh sukacita atas berkat keselamatan dan pertolongan yang datang dari Allah. Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, (ay 48). Alasan sukacita adalah karena Allah berkenan menaruh perhatian pada situasinya sebagai hamba (“Aku ini hamba Tuhan” ay 38) yang secara sosio-ekonomis “orang kecil”, golongan rendah yang sederhana dalam masyarakat. Segala ketununan akan mengingat Maria dengan penuh hormat dan penghargaan sebabia memberi teladan untuk sepenuhnya beriman kepada Allah dan mencari kekuatan dariNya. Selanjutnya besar sekali pengaruh puji-pujian Hana, ibunda Samuel (dari 1 Sam 2:1-10) dalam Kidung Magnificat. Karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus (ay 49). Allah yang mahakuasa dan mahatinggi sepanjang sejarah Israel telah melakukan tindakan-tindakan besar sejak penciptaan dunia, Keluaran dari perbudakan Mesir, memberikan tatanan Hukum, memberikan Raja dan kerajaan; namun puncak dari seluruh rangkaian karya mujizat Allah adalah kelahiran Sang Penebus Yesus melalui rahim Maria. Maka syukur pujian dan kemuliaan tertuju pada Dia Yang Kudus, Yang Mahatinggi. (“Tidak ada yang kudus seperti Tuhan, sebab tidak ada yang lain kecuali Engkau, dan tidak ada gunung batu seperti Allah kita”, 1 Sam 2:2). Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia (ay 50). Bukan karena jasa-jasa, melainkan karena kasihNya semata-mata, Allah mencurahkan karunia, perlindungan dan pertolonganNya, terus-menerus kepada umat yang beriman kepadaNya.
Allah mahatahu dan adil (lih. 1Sam 2:3). Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya (ay 51). Maria mengingatkan kuasa Allah yang melakukan perbuatan besar dan dahsyat (Ul 10:21). Gambaran antropomorfis “Tangan Allah” dalam Perjanjian Lama menjadi lambang kuasa, kekuatan dan tindakan Allah (Kel 6:6; Ul 4:34). Tindakan Allah sangat diwarnai oleh belas kasih. Kesombongan dan hati congkak tidak disukaiNya. (“Janganlah kamu selalu berkata sombong, janganlah caci maki keluar dari mulutmu”, 1 Sam 2:3). Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; (ay 52). Keadilan Allah dapat mematahkan busur pahlawan pujaan, namun menguatkan orang yang tidak berdaya (1 Sam 2:4). Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa (ay 53). Oleh keadilan dan belas kasih Tuhan, yang dulu kenyang dapat dibuatNya kelaparan, sedang yang dulu lapar dapat dikenyangkanNya (lih Mzm 107:9); Yang mandul dijadikannya mempunyai banyak keturunan, sedang yang beranak banyak dibuatnya layu; Ia mengangkat dan merendahkan; membuat msikin, dan membuat kaya; menegakkan orang hina dan orang miskin menjadi semartabat dengan para bangsawan dan orang terhormat (1Sam 2:5-8). Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” (ay 54-55). Sepanjang sejarah anak-anak Yakub, Israel mulai dari Abraham penuh dengan kisah pertolongan rahmat Allah sebagai pernyataan janji kasih yang setia dari Allah (Kej 17:7; 18:18; 22:17; 2Sam 7:11-16). Maka Allah karena belas kasihNya selalu dan sepanjang masa menjadi sumber pengharapan dan tujuan segala pujian syukur dan kemuliaan.
Maria yang “penuh rahmat” sangat murah hati dan peka pada kebutuhan orang lain. Ia menunggui dan membantu Elisabet, sampai kerabatnya itu melahirkan. Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya (ay 56).
Luk 1:57-66 Kelahiran Yohanes
57 Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. 58 Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. 59 Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, 60 tetapi ibunya berkata: ”Jangan, ia harus dinamai Yohanes.” 61 Kata mereka kepadanya: ”Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.” 62 Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. 63 Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: ”Namanya adalah Yohanes.” Dan mereka pun heran semuanya. 64 Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. 65 Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. 66 Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: ”Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia.
↘↘↘
[Perikop Luk 1:57-66.80 digunakan dalam Liturgi pada tanggal 24 Juni, Peringatan Kelahiran Yohanes Pembaptis]
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pasangan Zakharia dan Elisabet pun tiba penuh suka cita. Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia (ay 57-58). Terlaksanalah perkataan malaikat Gabriel kepada Zakharia bahwa Allah telah mengabulkan doanya dan Elisabet isterinya, sekali pun mandul, melahirkan seorang anak laki-laki baginya (ay 13), dan bahwa bersamanya banyak orang akan ikut bersukacita atas kelahiran puteranya itu (ay 14). Namun masih ada yang diharapkan sesuai perkataan malaikat: kesembuhan dari bisunya karena meragukan kuasa Allah (ay 20). Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: ”Jangan, ia harus dinamai Yohanes.” (ay 59-60). Sunat adalah ritus memotong kulup, yaitu kulit penutup ujung alat kelamin pada anak laki-laki di hari kedelapan setelah kelahirannya. Di Israel sunat bukan sekedar suatu prosedur kedokteran, melainkan terutama suatu ritus keagamaan. Sunat merupakan tanda perjanjian ilahi dengan Abraham (Kej 17:10), dan tidak seorang pun menjadi umat perjanjian Allah tanpa disunat (Kej 17:14).
Menurut kebiasaan seorang anak laki-laki Yahudi mengenakan nama ayahnya. Maka mengherankan bahwa Elisabet memberi nama yang berbeda, yaitu Yohanes, suatu nama yang asing dalam keluarga besar Zakharia. Kata mereka kepadanya: ”Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.” Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: ”Namanya adalah Yohanes.” Dan mereka pun heran semuanya. (ay 61-63). Mereka tidak tahu alasan pemberian nama Yohanes yang menyimpang dari kebiasaan itu. Karena tiba-tiba menjadi bisu, kepada sanak keluarganya Zakharia tidak dapat menceritakan kisah perjumpaannya dengan malaikat Gabriel yang memberi pesan agar puteranya diberi nama Yohanes (ay 13). Dengan melaksanakan pesan Allah yang disampaikan malaikat Gabriel agar ia menamai anaknya Yohanes, seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah (ay 64). Kata-kata pujian Zakharia merupakan suatu kidung syukur yang lazim disebut Benediktus (Terpujilah Tuhan) dan dimasukkan dalam khasanah doa tradisional umat Kristen. Seharusnya Kidung Zakharia langsung disambungkan dengan ayat 64. Namun Lukas menyisipkan lebih dulu gambaran reaksi orang-orang. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea (ay 65). Ketakutan adalah reaksi umum setiap kali orang menyadari adanya tindakan Tuhan yang ajaib, hati mereka gentar mengalami peritiwa luar biasa di mana Allah menunjukkan kuasaNya. Maka peristiwa itu dengan segera menyebar di seluruh kawasan pegunungan Yudea dan menimbulkan reaksi baru: Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: ”Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia (ay 66).
Luk 1:67-80 Kidung Pujian Zakharia
67 Dan Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: 68 ”Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, 69 Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, 70 — seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus — 71 untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, 72 untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, 73 yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, 74 supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, 75 dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. 76 Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, 77 untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, 78 oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, 79 untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” 80 Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.
↘↘↘
[Perikop Luk 1:67-79 digunakan daalm Liturgi tanggal 24 Desember masa Adven]
Dengan melaksanakan pesan Allah yang disampaikan malaikat Gabriel agar ia menamai anaknya Yohanes, menyimpang dari adat kebiasaan, seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah (ay 64). Lengkaplah karunia Allah bersamaan dengan kelahiran Yohanes. Dan Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: ”Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, (ay 67-68). Ayat ini mengangkat pujian syukur yang lazim diucapkan ayah seorang anak yang disunat seusai ritus itu. Terpujilah Tuhan, Allah Israel (Mzm 72:18; 106:48)… Sunat merupakan ritus memotong kulup, yaitu kulit penutup ujung alat kelamin pada anak laki-laki di hari kedelapan setelah kelahirannya. Suatu ritus keagamaan tanda perjanjian ilahi dengan Abraham (Kej 17:10), dan tidak seorang pun menjadi umat perjanjian Allah tanpa disunat (Kej 17:14). Melawat di sini berarti hadir untuk menolong (Kel 4:30-31; Yer 29:10). Dalam hal Zakharia, Allah telah berkenan melepaskan aibnya karena tak punya anak. Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, (ay 69). Tanduk adalah ungkapan kekuatan (1Sam 2:1). Tanduk keselamatan berarti kehadiran kekuatan Allah yang membebaskan (Mzm 18:3) — seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus –– (ay 70) bahwa Allah selalu melindungi dan bertindak (Za 2:1-4) untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita (ay 71) secara umum berarti menghalau pelbagai daya yang merusak; untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, (ay 72), terutama perjanjian Abraham (Kej 12:1-5), yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut (ay 73-74), dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita (ay 75) yaitu dalam situasi rahmat karena pertobatan sejati).
Bagian selanjutnya dari Pujian Zakharia menyangkut Yohanes, anaknya: Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya (ay 76). Zakharia menyatakan kembali pesan malaikat Gabriel yang menjumpai dia di Bait Allah Yerusalem (1:16-17), bahwa Yohanes akan menjadi utusan Tuhan mempersiapkan jalan bagiNya. Dan dengan semangat Elia untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, (lih Mal 3:1; Yes 40:3; Yer 9:23) Surya pagi dari tempat yang tinggi, (ay 77-78) ungkapan kuno (Bil 24:7) yang menyatakan terang dari Tuhan melalui penglihatan dan pendengaran demi pengenalan akan Allah (lih juga Yer 23:5), untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” (ay 79)
Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel (ay 80). Yohanes menyiapkan diri untuk tugas yang diberikan Tuhan kepadanya dengan hidup di padang gurun Yudea, di dekat Laut Mati. Di sana terdapat komunitas-komunitas Eseni. Suatu sekte agama Yahudi yang tumbuh menjamur mulai dari sekitar pertengahan abad kedua SM sampai pada pertengahan abad pertama M. Walaupun mereka tidak disebutkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, namun mereka banyak dibicarakan oleh para penulis Yunani dan Latin, termasuk penulis Yahudi Philo dan Yosefus, juga pengarang-pengarang Roma seperti Plinius Muda, Dio dan Hipolitus. Nama mereka ditulis dalam bahasa Yunani Essaioi atau Essenoi dan di dalam bahasa Latin Esseni, dan menurut Philo kata itu berasal dari bahasa Yunani Hosiotes, yang berarti “kekudusan”. Padan kata bahasa Ibrani untuk nama itu adalah “hasid” yang berarti orang mursid, atau orang saleh, walaupun pendapat ahli berbeda-beda, dan sejumlah asal-usul etimologis diajukan. Sejumlah sumber kuno mengeni kaum Eseni memberikan gambaran yang agak detil mengenai kehidupan dan kegiatan mereka. Menurut Plinius, mereka tinggal di sepanjang pesisir Laut Mati, dan situs yang terkenal yaitu Khirbet Qumran kini diterima umm sebagai pusat komunitas Eseni. Tidak jelas apakah Yohanes tinggal di salah satu komunitas Eseni, namun ada indikasi bahwa Yohanes berhubungan dengan kaum Eseni, dan mereka memengaruhi persiapan tugas Yohanes. Ayat 80 menempatkan Yohanes di padang gurun sebagai persiapan kemunculannya nanti 30 tahun kemudian dalam karya, sebagai Yohanes Pembaptis (Luk 3: 1-3).
Kembali pada Injil Lukas Pengantar