Sidang Pleno Kedua Dikasteri untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan diselenggarakan 19-22 April 2023 dengan tema “Awam dan Pelayanan dalam Gereja Sinodal”. Sekitar 35 anggota dan konsultan dari seluruh dunia ikut ambil bagian dalam Sidang ini. Mereka merenungkan bersama – di balik pintu tertutup dan dalam proses saling mendengar dan berbagi pengalaman – tentang Pasal 133 Konstitusi Apostolik Praedicate Evangelium yang menyatakan: “Adalah kewenangan Dikasteri, dengan persetujuan Dikasteri lain yang berkaitan, untuk mengevaluasi dan menyetujui saran-saran berbagai Konferensi Waligereja sehubungan dengan lembaga pelayanan baru dan jabatan gerejawi yang dipercayakan kepada kaum awam, sesuai dengan kebutuhan Gereja-Gereja partikular.”
Sidang ditutup pada hari Sabtu, 22 April, dengan audiensi dengan Bapa Suci.
Dalam Audiensi itu Paus Fransiskus memberikan kata sambutan:
Saya menyampaikan terima kasih atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun ini dan atas komitmen Anda semua dalam bidang kompetensi Anda. Ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari banyak orang: keluarga, orang muda, para lanjut usia, asosiasi umat beriman dan, secara umum, awam di seluruh dunia, dengan suka dan dukanya. Anda adalah Dicasteri yang “populer” menurut saya, dan ini indah! Ingat: jangan pernah kehilangan ciri kedekatan dengan wanita dan pria di masa kini. “Kedekatan”, saya tekankan itu.
Pada hari-hari ini Anda telah berkumpul untuk bersama-sama merenungkan tema: Kaum Awam dan pelayanan Gereja Sinodal.
Jika kita bicara tentang pelayanan, secara umum, kita langsung berpikir tentang pelayanan yang “dilembagakan”: lektor, akolit, katekis – yang sudah sangat kita kenal dan banyak direnungkan.
Pelayanan-pelayanan ini dicirikan oleh intervensi publik dari Gereja – suatu tindakan khusus kelembagaan – dan tampilan tertentu. Pelayanan-pelayanan ini terhubung dengan pelayanan para tertahbis, karena mereka melibatkan berbagai bentuk partisipasi dalam tugas yang khusus diperuntukkan bagi mereka, kendati untuk itu tidak diperlukan sakramen penahbisan.
Namun, pelayanan yang dilembagakan tidak mewakili sepenuhnya pelayanan Gereja, yang lebih luas dan sejak komunitas Kristiani pertama, menyangkut semua umat beriman (lih. Surat Apostolik berupa Motu proprio Antiquum Ministerium, 2). Sayangnya, sedikit yang dikatakan tentang itu, namun Anda telah mendedikasikan Rapat Pleno ini untuk itu.
Pertama-tama, kita dapat bertanya pada diri sendiri: dari mana asal usul pelayanan dalam Gereja?
Kami dapat mengidentifikasi dua jawaban mendasar. Yang pertama adalah: Baptisan. Sesungguhnya, imamat umum semua umat beriman berakar di dalamnya dan pada gilirannya dinyatakan dalam pelayanan. Pelayanan awam tidak didasarkan pada Sakramen Tahbisan, tetapi tentang Pembaptisan, karena fakta bahwa semua orang yang dibaptis – umat awam, selibat, suami istri, imam, religius – adalah Christifideles, orang percaya kepada Kristus, murid-muridNya, dan karena itu wajib ikut ambil bagian dalam misi yang Dia percayakan kepada Gereja, juga melalui berbagai asumsi pelayanan tertentu.
Jawaban kedua adalah: karunia Roh Kudus. Pelayanan umat beriman, dan umat awam khususnya, berasal dari karisma dibagikan Roh Kudus di dalam Umat Allah untuk pengembanannya (lih. ibid.): mula-mula karisma muncul, diilhami oleh Roh; kemudian, Gereja mengakui karisma itu sebagai pelayanan yang bermanfaat bagi komunitas; akhirnya, yang ketiga, kharisma pelayanan itu diperkenalkan dan meluas sebagai bentuk pelayanan tertentu.
Maka semakin jelas mengapa pelayanan Gereja tidak dapat disusutkan hanya kepada pelayanan yang telah dilembagakan saja, melainkan mencakup bidang yang jauh lebih luas. Selain itu, sekarang ini seperti komunitas perdana, kita dihadapkan dengan kebutuhan pastoral tertentu yang tidak memerlukan pelembagaan, pastor dapat mempercayakan fungsi pelayanan yang melengkapi itu kepada kaum awam, yaitu, pelayanan yang bersifat sementara, seperti dalam kasus pewartaan Sabda dalam pembagian komuni.
Selain itu, disamping pelayanan yang dilembagakan, pelayanan tambahan dan lain-lainnya yang dipercayakan secara reguler, kaum awam dapat melaksanakan berbagai tugas dalam partisipasi mereka dalam tugas kenabian dan rajawi dari Kristus: bukan hanya di dalam Gereja, tetapi juga di lingkungan di mana mereka berada. Ada yang bersifat pelengkap, tetapi ada juga yang berasal dari baptisan kaum awam.
Saya pikir yang pertama dan terutama, berkenaan dengan tuntutan yang terkait dengan bentuk kemiskinan lama dan baru, juga kaum migran, yang sangat membutuhkan sambutan dan solidaritas. Di bidang amal kasih ini, banyak layanan muncul dan mengambil bentuk pelayanan yang serius. Ini adalah ruang komitmen yang luas bagi mereka yang ingin hidup secara praktis, dalam hubungan dengan orang lain, kedekatan Yesus yang mereka sering alami secara langsung. Pelayanan itu dengan demikian menjadi tidak sekedar komitmen sosial yang sederhana, tetapi juga sesuatu yang indah dan bersifat pribadi, suatu kesaksian Kristiani sejati.
Selanjutnya berkenaan dengan keluarga, yang saya tahu telah Anda renungkan bersama selama Sidang Pleno ini. Meninjau beberapa tantangan reksa pastoral keluarga, termasuk situasi krisis perkawinan, masalah pasangan yang berpisah dan bercerai. dan mereka yang hidup dalam hubungan baru atau menikah lagi. Dalam Christifideles laici ditegaskan bahwa ada pelayanan yang mendapatkan landasan sakramentalnya dari Perkawinan, dan bukan hanya dari Baptisan dan Krisma (no. 23).
Dalam Consortio Familiaris misi pendidikan keluarga dibicarakan sebagai pelayanan evangelisasi, yang menjadikannya tempat inisiasi Kristen sejati (bdk. no. 39). Dan sudah dalam Evangelii nuntiandi diingatkan bahwa sifat misioner yang intrinsik dari panggilan pernikahan juga diungkapkan di luar keluarga itu sendiri, ketika keluarga menjadi “pewarta injil bagi banyak keluarga lainnya, dan bagi lingkungan tempat tinggalnya” (bdk. no. 71). Saya akan berhenti sejenak di sini, karena saya mengutip dari Evangelii nuntiandi. Nasihat Santo Paulus VI ini berlaku sampai saat ini. Tolong: ambil lagi, baca ulang, ini sangat relevan. Dari antara begitu banyak hal, orang dapat menyadari lagi (dan berkata): “Ah, ternyata Paus Montini berpandangan begitu jauh ke depan”. Anda bisa melihat di sana, betapa jauh pandangan orang kudus yang memimpin Gereja kita itu.
Saya telah mengutip beberapa contoh pelayanan awam, yang dapat ditambahkan pada banyak lainnya, yang diakui dalam berbagai cara oleh otoritas gerejawi sebagai ungkapan pelayanan Gereja dalam arti luas.
Namun, ada satu hal yang harus kita ingat: jabatan, berbagai playanan ini, tidak boleh dijadikan sarana memuliakan diri sendiri. Saya marah ketika saya melihat pelayan awam yang – maafkan istilahnya – “sombong” karena pelayanan ini. Walaupun sungguh melayani, tapi sifatnya bukan Kristen. Mereka adalah pelayan kafir, yang penuh dengan diri mereka sendiri, bukan? Waspadalah terhadap hal ini: mereka tidak boleh mengacu pada diri sendiri. Layanan ini satu arah, bukan berjalanan ulang-alik: model pelayanan yang tidak akan pernah berhasil. Tujuan pelayanan melampaui diri mereka, membawa “nilai-nilai Kristiani di bidang sosial, politik dan ekonomi” (bdk. Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, 102). Ini adalah misi yang dipercayakan terutama kepada kaum awam, yang tindakannya tidak terbatas hanya untuk “tugas-tugas di dalam Gereja, tanpa komitmen nyata untuk menerapkan Injil demi perubahan masyarakat” (ibid.). Kadang-kadang Anda melihat orang awam tampak seperti pastor biasa.
Tolong: bereskan masalah ini.
Melihat berbagai jenis pelayanan yang telah kami sampaikan, ada gunanya mengajukan pertanyaan: apa kesamaan mereka?
Dua hal: misi dan pelayanan. Memang, semua pelayanan adalah ekspresi dari satu-satunya misi Gereja, dan semuanya merupakan bentuk pelayanan kepada orang lain. Secara khusus, saya ingin menekankan akar kata dari “ministri” yaitu minus yang artinya “kecil”. Dan Yesus berkata: mereka yang memerintah harus menjadikan diri mereka yang terkecil, jika tidak mereka tidak tahu bagaimana cara memerintah. Ini detil kecil, tetapi sangat penting. Mereka yang mengikut Yesus tidak takut untuk menjadikan diri mereka “rendah”, “kecil”, dalam menempatkan diri untuk melayani orang lain. Yesus sendiri mengajari kita: “Barangsiapa ingin menjadi yang besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba dari semuanya” (Mrk 10: 43-44). Di sinilah letak motivasi sejati yang menggerakkan siapa pun umat beriman yang memikul tugas gerejawi, setiap komitmen untuk kesaksian Kristiani dalam realitas hidupnya adalah kesediaan untuk melayani saudara-saudara, dan di dalam mereka, melayani Kristus. Hanya dengan cara ini semoga semua orang yang dibaptis dapat menemukan makna hidup mereka sendiri, dan dengan gembira mengalami berada dalam “suatu misi perutusan di dunia” (Evangelii Gaudium, ibid., 273), yaitu, dipanggil dalam berbagai cara dan bentuk untuk “membawa terang, memberkati, memberi daya hidup, membangkitkan, menyembuhkan dan membebaskan” (Evangelii Gaudium,ibid.), dan menerima sesama teman.
Dikasteri untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan
Setelah perombakan struktur Kuria Roma dan Lembaga-lembaganya oleh Paus Fransiskus dengan Konstitusi Apostolik Predicate Evangelium (19 Maret 2022), dilakukan penataan definitif Dikasteri untuk Awam, digabungkan dengan lembaga-lembaga lainnya, menjadi Dikasteri untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan dan dilengkapi dengan uraian tugasnya (Predicate Evangelium art.128-141). Kemudian dilengkapi dengan Ketua, Sekretaris dan Staf-nya. Sidang Pleno pertama Dikasteri untuk Awam, Keluarga, dan Kehidupan dilaksanakan 19-22 November 2022 , dengan tema “Umat Beriman, Identitas dan Perutusan di Dunia.”
Pertemuan berlangsung selama tiga hari, dihadiri oleh para Kardinal, uskup, dan terutama kaum awam—dan beberapa pasangan suami istri—yang, memilki pengalaman gerejani dan kompetensi di bidangnya dan profesional , yang dipanggil untuk bekerja sama dalam misi. Selama tiga hari Sidang, para Pemimpin Dikasteri bersama dengan para anggota dan konsultannya merenungkan prioritas misi Dikasteri di masa mendatang, dengan referensi khusus pada tema formasi kaum awam dan partisipasi mereka dalam kehidupan publik. Anggota dan konsultan dari Dikasteri dimuat dalam : http://www.laityfamilylife.va/content/laityfamilylife/en/il-dicastero/membri-e-consultori.html. Mereka berasal dari lebih dari dua puluh negara dan lima benua, dan memiliki latar belakang yang dibentuk oleh berbagai macam pengalaman manusia dan gerejawi Beberapa di antaranya dipilih oleh Paus Fransiskus dari daerah pinggiran, seperti Republik Afrika Tengah, Mail, atau Republik Demokratik Kongo, khusus untuk menekankan bagaimana daerah-daerah seperti itu merupakan inti dari misi evangelisasi Tahta Suci.