Conor Kelly | 12 AprIL 2023 |
Bacaan Pertama – Kisah Para Rasul 2:42-47
Mazmur Tanggapan – Mazmur 118:2-4, 13-15, 22-24
Bacaan Kedua – 1 Petrus 1:3-9
Bacaan Injil – Yohanes 20:19-31
Minggu ini, Minggu Kedua Paskah, sekarang dikenal sebagai Minggu Kerahiman Ilahi, sebuah pesta yang diresmikan pada tahun 2000, setelah kanonisasi St. Faustina Kowalska, seorang biarawati Polandia yang telah menerima penglihatan tentang Yesus yang secara khusus meminta Hari Raya Kedua. Minggu Paskah didedikasikan untuk belas kasihan Tuhan yang tak terbatas.
Tentu saja, saat untuk pesta itu logis. Secara liturgis, kita baru saja melewati Masa Prapaskah dan sekarang ikut serta dalam sukacita kebangkitan Tuhan. Pengalaman pasca-kebangkitan Yesus, terutama dalam Injil Yohanes (dari mana bacaan Injil hari Minggu ini berasal), penuh dengan tindakan belas kasihanNya.
Perhatikan pertama-tama kata-kata pertama kepada para murid, “Damai sejahtera bagimu.” Di satu sisi, kita dapat membaca ini sebagai pengakuan atas kecemasan yang pasti dirasakan oleh murid-murid Yesus setelah menyaksikan guru mereka disalib. Inilah damai dalam arti menenangkan.
Namun, di tingkat lain, kita harus ingat bahwa murid-murid Yesus, dengan sedikit pengecualian, belum membebaskan diri mereka sendiri dari cara yang akan membuat mereka bangga pada diri mereka sendiri ketika para prajurit datang untuk menangkap Yesus. Dengan latar belakang ini, pemberian damai Yesus adalah pemberian ranting zaitun, jaminan bahwa Dia tidak akan menahan perilaku mereka terhadap lawan. Dia menghadirkan belas kasihan dalam pengertian klasik tentang pengampunan.
Kita melihat belas kasihan yang sama diperlihatkan dalam interaksi Yesus dengan Tomas, yang keraguannya ditanggapi bukan dengan ejekan tetapi dengan kebaikan. Yesus menawarkan luka-lukanya kepada Thomas untuk tidak hanya melihat tetapi juga untuk merasakan karena dia tidak memperhitungkan keraguan Thomas terhadapnya. Dia menanggapi dengan belas kasihan, bahwa tindakan Tomas sebelumnya tidak menjadikan dia di mata Yesus lebh dari desersi yang dilakukan para murid.
Bacaan kedua menempatkan tindakan pasca-kebangkitan Yesus ini dalam konteks yang lebih luas, menjelaskan bagaimana keseluruhan hidup Yesus—dari Inkarnasi hingga sengsara, kematian, dan kebangkitan— sebagai tindakan “rahmat agung” dari Allah yang dicurahkan atas kita.
Visi tentang keluasan rahmat dan pengampunan Allah inilah yang merupakan inti dari Pesta Kerahiman Ilahi yang kita rayakan pada hari Minggu ini. Lagi pula, pesan yang disampaikan St. Faustina adalah bahwa Yesus ingin semua orang tahu, bahwa mereka tidak akan pernah berada di luar kasih Allah yang penuh kerahiman.
Dampak dari mengenali dan menerima rahmat ini adalah pemulihan hubungan. Seperti yang dijelaskan Rowan Williams dalam beberapa renungannya tentang pengampunan, “Ketika saya dimaafkan oleh orang yang telah saya lukai, saya menerima baik bahwa saya telah merusak suatu hubungan, dan perubahan itu mungkin” (Being Disciples, 41). Rahmat Tuhan yang dirayakan pada hari Minggu ini adalah rahmat yang mengubah kita untuk membawa kita kembali ke dalam hubungan dengan Tuhan.
Akan tetapi, hubungan kita dengan Tuhan bukanlah satu-satunya dimensi dari transformasi yang dapat dilakukan oleh belas kasihan. Ada juga bentuk pemulihan kedua yang tumbuh dari hubungan kita yang diperbarui dengan Tuhan, yang terlihat paling jelas pada bacaan pertama. Itulah pemulihan hubungan relasional kita dengan sesama manusia, yang sama-sama harus belajar bagaimana memaafkan dan bagaimana dimaafkan (poin yang ditekankan Williams dalam teksnya).
Bentuk transformasi ini mengarah pada pemahaman kedua tentang belas kasih, yang dijelaskan Paus Fransiskus terkait dengan akar bahasa Latin, “misericordis, yang berarti membuka hati terhadap kemalangan” (The Name of God is Mercy, 8).
Ini adalah bentuk belas kasih yang membantu kita melihat dan merasakan kepedihan orang lain yang menderita sehingga kita kemudian akan pergi dan melakukan sesuatu untuk itu. Inilah rahmat yang diperlihatkan dalam Bacaan Pertama dari Kisah Para Rasul, yang menjelaskan bagaimana komunitas Kristiani mula-mula bekerja sama untuk saling memperhatikan dan mereka yang membutuhkan. Ini adalah belas kasih yang diterjemahkan dalam “Corporal Works of Mercy” dalam tradisi Katolik, yang mengarahkan perhatian pada dan mengatasi kemalangan yang dijumpai.
Khususnya, ada garis langsung antara belas kasihan sebagai misericordis dan belas kasih sebagai pengampunan, karena bukanlah suatu kebetulan bahwa para pengikut Yesus yang paling awal mewujudkan tanggapan terhadap kemalangan ini setelah mereka pertama kali menerima belas kasih pengampunan dari Yesus sendiri. Pemulihan hubungan dengan Tuhan itu juga merupakan penyegaran kembali, memberdayakan upaya kita untuk menyampaikan belas kasih—dalam segala bentuknya—kepada mereka yang paling membutuhkannya.
Pada hari Minggu Kerahiman Ilahi ini, semoga kita mempercayakan diri kita pada belas kasihan Tuhan agar kita dapat berbelaskasih kepada sesama.