Oleh Bambang Kussriyanto
Indonesia di tengah-tengah dunia
Indonesia ikut menjadi salah satu pihak di dalam Kerangka Konvensi Perubahan Iklim PBB dan meratifikasi Kerangka Konvenasi Perubahan Iklim PBB, UNFCCC 1992, dengan UU No 6/1994. Pertimbangan ketika meratifikasi Konvensi, Indonesia akan memperoleh manfaat : (a). Untuk dalam negeri, akan menambah lagi perangkat hukum yang lebih menjamin terselenggaranya pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Ketentuan-ketentuannya akan menjadi bagian dari hukum nasional yang mengatur masalah iklim dan lingkungan. (b).Dalam pergaulan antar bangsa, Indonesia turut bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan global, khususnya pada masalah perubahan iklim bumi yang dampaknya akan menimbulkan keprihatinan bersama umat manusia. (c). Selain itu ada kesempatan yang sangat luas bagi Indonesia untuk selalu bekerja sama dan berkomunikasi dengan negara-negara lain dan organisasi-organisasi internasional melalui komunikasi informasi berupa pertukaran ilmiah dan teknologi, karena Konvensi membentuk Badan Pendukung untuk nasihat ilmiah dan teknologi yang terbuka bagi semua pihak dan multidisiplin. Karena Konvensi tetap mengakui bahwa negara-negara sesuai Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan prinsip hukum internasional mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber alam sejalan dengan keadaan lingkungan serta sesuai dengan kebijakan pembangunan dan tanggung jawab masing-masing tanpa merusak lingkungan, Indonesia tidak akan kehilangan kedaulatan atas sumber alamnya.
Di dalam Konvensi Perubahan Iklim, Indonesia dengan UU No. 17/2004 juga mengesahkan Protokol Kyoto, dengan pertimbangan bahwa ketentuan protokol dapat diadopsi menjadi hukum nasional setelah dijabarkan dalam kerangka peraturan dan kelembagaan sehingga dapat :
(a). mempertegas komitmen pada Konvensi Perubahan Iklim berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan (common but differentiated responsibilities principle) ; (b). melaksanakan pembangunan berkelanjutan khususnya untuk menjaga kestabilan konsentrasi GRK di atmosfer sehingga tidak membahayakan iklim bumi; (c). membuka peluang investasi baru dari negara industri ke Indonesia melalui Mekanisme Pengembangan Bersih (MPB); (d). mendorong kerja sama dengan negara industri melalui MPB guna memperbaiki dan memperkuat kapasitas, hukum, kelembagaan, dan alih teknologi penurunan emisi GRK; (e). mempercepat pengembangan industri dan transportasi dengan tingkat emisi rendah melalui pemanfaatan teknologi bersih dan efisien serta pemanfaatan energi terbarukan; (f). meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap GRK.
Indonesia termasuk negara non-Annex I yang tidak atau belum wajib melakukan mitigasi dalam periode pelaksanaan Protokol Kyoto I (2008-2012), menunggu rintisan negara-negara Annex I. Namun sebagai anggota Konvensi, menurut Artikel 4.1 semua pihak/negara termasuk Indonesia harus melakukan upaya mitigasi. Selain itu posisi geografis Indonesia disadari sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim sehingga perlu melakukan upaya mitigasi perubahan iklim bersama masyarakat global. Menindaklanjuti kesepakatan Copenhagen Accord hasil COP-15 di Copenhagen (yang sebenarnya menggantung tidak jelas statusnya) dan memenuhi janji dalam pertemuan G-20 Pittsburg (yang juga tidak mewajibkan), Pemerintah Indonesia secara sukarela bermaksud menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri, dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional, dengan baseline tahun 2020 diukur dari kondisi berlangsung biasa tanpa aksi intervensi (business as usual/BAU).
Menurut sinario dalam SNC (Second National Communication) KLH 2012, tingkat emisi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 1,72 GtCO2e pada tahun 2000 menjadi 2,95 GtCO2e pada tahun 2020 (KLH 2009). Atas dasar perkiraan itu target Indonesia melakukan penurunan emisi GRK 26% adalah 0,767 GtCO2e, dengan kemungkinan tambahan sebesar 15 persen (0,477 GtCO2e) menjadi 41 persen apabila ada dukungan pendanaan internasional pada tahun 2020. Sinario mitigasi telah dikembangkan, termasuk intervensi kebijakan dan rencana aksi. Sinario yang dikembangkan dibagi ke dalam dua periode waktu, masing-masing selama 5 tahun: 2010-2014, dan 2015-2020.
Penurunan emisi GRK dilakukan pertama-tama melalui: (i) penurunan emisi secara langsung dan peningkatan kapasitas serapan GRK, dan (ii) kegiatan yang tidak secara langsung menurunkan emisi GRK seperti kebijakan, peningkatan kapasitas manusia dan kelembagaan, kerangka regulasi, sosialisasi, penelitian tentang potensi penurunan GRK dan kegiatan lain yang mempunyai andil dalam penurunan GRK. Penurunan emisi GRK juga dilakukan melalui rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, pencegahan degradasi dan deforestasi hutan dan lahan, efisiensi penggunaan input produksi, penggunaan dan pengembangan energi baru terbarukan, serta pemanfaatan teknologi hemat energi dan teknologi bersih lainnya. Kemudian penurunan emisi juga dilakukan melalui bidang kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi dan transportasi, industri dan pengelolaan limbah. Diharapkan agar pencapaian tujuan penurunan emisi oleh bidang tertentu tidak menimbulkan hambatan bagi pengembangan bidang yang lainnya.
Kehutanan dan Pengelolaan Lahan Gambut. Indonesia menurut data 2006 memiliki lahan gambut berupa kawasan hutan seluas 12,3 juta ha (terdiri dari hutan konservasi seluas 2,34 juta ha, hutan lindung seluas 1,02 juta ha, dan hutan produksi seluas 8,95 juta ha). Lahan gambut berupa perkebunan seluas 1,42 juta ha, berupa lahan pertanian seluas 1,23 juta ha, dan sisanya sebesar 4,66 juta ha dipergunakan untuk kegiatan lain. Berdasar angka terendah tambatan karbon di atas permukaan gambut sekitar 150 ton (dalam bentuk biomassa tanaman) per ha; maka secara kasar paling tidak lahan gambut di Indonesia mampu menambat (menyimpan) 3.150 juta ton karbon atau setara dengan 8,34 Giga ton CO2-e. Sampai dengan tahun 2005, emisi GRK per tahun yang berasal dari lahan gambut diperkirakan mencapai 903 juta ton CO2e, dan dalam kondisi BAU akan meningkat menjadi 1.387 juta ton CO2e pada tahun 2025.
Upaya-upaya penurunan emisi GRK di bidang kehutanan dan lahan gambut memerlukan pengelolaan secara khusus melalui KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan). Maka pengembangan KPH merupakan prioritas sebagai unit pengelola yang menjalankan praktek manajemen hutan, termasuk lahan gambut, secara berkelanjutan. Emisi di bidang kehutanan (termasuk lahan gambut) per tahun diperkirakan mencapai 1,24 giga ton CO2e, sedangkan kemampuan menyerap karbon dari atmosfer diperkirakan hanya mencapai 0,707 giga ton CO2e pada tahun 2020. Skenario rencana aksi bidang kehutanan disusun dengan memperhatikan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. Rencana aksi Kehutanan dan Lahan Gambut ini disusun dengan mengandaikan angka deforestasi untuk akomodasi kepentingan industri kehutanan sebesar 1,125 juta ha per tahun, emisi tahunan 1,24 giga ton CO2e, rehabilitasi hutan seluas 500.000 ha per tahun, serta penurunan hotspot sebesar 20% dari rata-rata jumlah hotspot selama 2004-2009. Target penurunan emisi GRK bidang kehutanan dan lahan gambut sebesar 0,672 giga ton CO2e pada tahun 2020. Upaya pengurangan emisi dari sektor-sektor berbasis lahan merupakan fokus utama aksi mitigasi Indonesia hingga tahun 2020. Aksi mitigasi pada sektor berbasis lahan diimplementasikan menggunakan mekanisme NAMA atau REDD+ . Menurut strategi REDD+ pada fase kesiapan sekarang ini, prakarsa REDD+ akan memusat pada peningkatan kondisi yang menambah kemampuan untuk implementasi REDD+ di masa depan. Kondisi yang menambah kemampuan itu meliputi: 1. Perbaikan tata-kelola hutan termasuk perbaikan prosedur perizinan usaha kehutanan, sistem pemeliharaan hutan, penguatan lembaga-lembaga perencanaan tata-ruang. 2. Perbaikan manajemen database : misalnya kebijakan pengadaan satu peta data saja, pemantauan dan inventarisasi hutan nasional. 3. Perbaikan tatakelola hutan yang berkelanjutan melalui regulasi-regulasi.
KEHUTANAN DAN LAHAN GAMBUT | ||
Target Penurunan Emisi 2020 | (26%) 0,672 (Giga ton) CO2e; (41%) 1,039 (Giga ton) CO2e | |
Rencana Aksi Mitigasi | Indikator | Keterangan |
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Terbentuknya KPH sebanyak 120 unit. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 31,15 megaton CO2e | Kementerian Kehutanan |
Perencanaan pemanfaatan dan peningkatan usaha kawasan hutan | Terlaksananya pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam/Restorasi Ekosistem (IUPHHK-HA/RE) pada areal bekas tebangan (Logged Over Area/LOA) seluas 2,5 juta ha. 12 provinsi: Jambi, Sumbar, Kalteng, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Sulbar, Sulteng, Sultra, Sulut, Gorontalo, dan Papua Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 22,94 megaton CO2e Tercapainya peningkatan produksi hasil hutan bukan kayu/jasa lingkungan di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 1,38 megaton CO2e | Kementerian Kehutanan |
Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan | Terlaksananya demonstration activity Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) di kawasan konservasi (hutan gambut) sebanyak 2 kegiatan di 2 provinsi: Jambi dan Kalteng. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 3,67 megaton CO2e | Kementerian Kehutanan |
Pengukuhan kawasan hutan | Terlaksananya penataan Batas Kawasan Hutan (batas luar dan batas fungsi kawasan hutan) sepanjang 25.000 km di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 123,41 megaton CO2e. | Kementerian Kehutanan |
Peningkatan, rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan bergambut) | a. Terlaksananya peningkatan jaringan reklamasi rawa seluas 10.000 ha. b. Terlaksananya rehabilitasi jaringan reklamasi rawa seluas 450.000 ha. c. Terlaksananya operasi & pemeliharaan jaringan reklamasi rawa seluas 1,2 juta ha. Di 23 provinsi: NAD, Sumut, Riau, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Babel, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Gorontalo, Sulbar, Sulteng, Sultra, Sulsel, dan Papua Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 5,23 megaton CO2e. | Kementerian Pekerjaan Umum |
Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan | Penelitian dan pengembangan sumber daya lahan (termasuk lahan gambut) untuk pengembangan pengelolaan lahan pertanian seluas 325.000 ha di 11 provinsi: NAD, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 103,98 megaton CO2e. | Kementerian Pertanian |
Pengembangan pengelolaan lahan pertanian di lahan gambut terlantar dan terdegradasi untuk mendukung subsektor perkebunan, peternakan dan hortikultura | Rehabilitasi, reklamasi dan revitalisasi lahan gambut terlantar, terdegradasi, pada areal pertanian, serta optimalisasi lahan non tanaman pangan seluas 250.000 ha di 9 provinsi: NAD, Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 100,75 megaton CO2e. | Kementerian Pertanian |
Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan, dan reklamasi hutan di DAS prioritas | Terlaksananya rehabilitasi hutan pada DAS prioritas seluas 500.000 ha di Seluruh provinsi Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 18,35 megaton CO2e. Terlaksananya rehabilitasi lahan kritis pada DAS prioritas seluas 1.954.000 ha di Seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 71,71megaton CO2e. Pembuatan hutan kota seluas 6.000 ha di Seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 0,22 megaton CO2e. Rehabilitasi hutan mangrove/hutan pantai seluas 40.000 ha di Seluruh provinsi kecuali DIY Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 1,47 megaton CO2e. | Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan |
Pengembangan perhutanan sosial | Terfasilitasinya penetapan areal kerja pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)/Hutan Desa (HD) seluas 2.500.000 ha di 25 provinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Sumsel, Babel, Bengkulu, Lampung, DIY, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Gorontalo, Sulteng, Sulbar, Sulsel, Sultra, Maluku, dan Malut. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 91,75 megaton CO2e. Terfasilitasinya pembentukan kemitraan usaha dalam hutan rakyat seluas 250.000 ha di 11 provinsi: Riau, Sumsel, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 9,18 megaton CO2e. | Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan |
Pengendalian kebakaran hutan | Tercapainya penurunan jumlah hotspot di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, dan Pulau Sulawesi sebesar 20% setiap tahun dari rerata 2005-2009, dengan tingkat keberhasilan 67,20%. Di 11 provinsi: Sumut, Riau, Kepri, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulsel dan Sulbar. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 21,77 megaton CO2e . | Kementerian Kehutanan |
Penyidikan dan pengamanan hutan | Terselesaikannya penanganan kasus baru tindak pidana kehutanan (illegal logging, penambangan ilegal dan kebakaran) minimal sebanyak 75% di 10 provinsi: Sumut, Riau, Kepri, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulsel dan Sulbar. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 2,30 megaton CO2e . | Kementerian Kehutanan |
Pengembangan kawasan konservasi, ekosistem esensial dan pembinaan hutan lindung | Meningkatnya pengelolaan ekosistem esensial sebagai penyangga kehidupan sebesar 10 % di 17 provinsi: NAD, Sumut, Jambi, Babel, Sumbar, Riau,Sulteng, Kepulauan Seribu,Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB,Kalbar, Kalteng, Gorontalo, dan Papua Barat. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 41,50 megaton CO2e . Terlaksananya penanganan perambahan kawasan hutan konservasi dan hutan lindung pada 12 provinsi prioritas : Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalsel, Kalbar, Sultra, dan Sulteng. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 49,77megaton CO2e . | Kementerian Kehutanan Kementerian Kehutanan |
Peningkatan usaha hutan tanaman | Terlaksananya pencadangan areal hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat (HTI/HTR) seluas 3 juta ha di 26 provinsi: NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Babel, DIY, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sultra, Sulteng, Sulsel, Sulbar, Gorontalo, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 110,10 megaton CO2e . | Kementerian Kehutanan |
Sumber: Perpres No.61 Tahun 2011. Lampiran.
Bidang Pertanian. Bidang pertanian juga menghasilkan emisi GRK. Secara umum, di bidang pertanian diusahakan pemantapan ketahanan pangan nasional dan peningkatan produksi pertanian dengan emisi GRK yang rendah serta peningkatan fungsi dan pemeliharaan sistem irigasi.Tanpa aksi apa pun (business as usual/BAU), pertanian padi di sawah non-gambut akan menghasilkan emisi CH4 dan N2O dalam kondisi tergenang (anaerobic), sedangkan padi sawah di lahan gambut emisi GRK yang dikeluarkan terutama adalah metana CH4. Untuk perkebunan di lahan gambut karena kondisi yang dibutuhkan aerobic, maka emisi GRK terbesar adalah CO2. Emisi kumulatif GRK di bidang pertanian tanpa aksi mitigasi diperkirakan sebesar 117 juta ton CO2e.
Indonesia menerapkan gabungan strategi (a) mengoptimalisasikan sumber daya lahan dan air dan (b) menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal. Pada lahan sawah non-gambut, teknologi reduksi emisi CH4 dilakukan antara lain melalui penerapan pola tanam System of Rice Intensification (SRI) disertai dengan sistem pengairan berselang (intermittent irrigation), penggunaan varietas unggul baru (VUB) maupun benih lokal rendah emisi, dan berbagai teknik budidaya lainnya seperti olah tanah minimum, sistem tebar langsung, penggunaan herbisida dan pupuk organik. Cara ini memiliki potensi menekan emisi CH4 dari lahan sawah berkisar antara 10-50%, dengan rata-rata tersebar pada kisaran 20%. Pada lahan gambut yang digunakan untuk usaha tani dan perkebunan yang diarahkan pada lokasi yang berasal dari lahan alang-alang dan bukan membuka hutan, proses penyiapan lahan dilakukan tanpa pembakaran serta dilakukan penambahan bahan amelioran (kaya kation bervalensi tinggi) yang dapat menurunkan emisi CO2.
Teknologi mitigasi peternakan dilakukan melalui perbaikan teknologi pakan ternak (ransum dan suplemen/konsentrat), pengelolaan kotoran ternak menjadi biogas dan kompos, dan pemuliaan untuk memperoleh bibit ternak yang adaptif dengan fermentasi enterik rendah emisi. Total penurunan emisi melalui perbaikan teknologi ini dapat mencapai sekitar 4.691 ton CO2e.
Strategi lain yang berkaitan adalah menstabilkan elevasi muka air dan memperlancar sirkulasi air pada jaringan irigasi. Rencana target penurunan emisi GRK bidang Pertanian adalah sebesar 0,008 Giga Ton CO2e pada tahun 2020.
PERTANIAN | ||
Target Penurunan Emisi | (26%) : 0,008 GtCO2e; (41%) : 0,011 Gt CO2e | |
Rencana Aksi Mitigasi | Indikator | Keterangan |
Perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi | a. Terlaksananya perbaikan jaringan irigasi seluas 1,34 juta ha. b. Terlaksananya operasionalisasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,32 juta ha. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 0,16 megaton CO2e | Kementerian Pekerjaan Umum |
Optimalisasi lahan | Terlaksananya pengelolaan lahan pertanian tanaman pertanian tanpa bakar seluas 300.500 ha Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 4,81 megaton CO2e | Kementerian Pertanian |
Penerapan teknologi budidaya tanaman | Terlaksananya penggunaan teknologi untuk melindungi tanaman pangan dari gangguan organisme pengganggu tanaman dan dampak perubahan iklim pada lahan seluas 2,03 juta ha. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 32,41 megaton CO2e | Kementerian Pertanian |
Pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida | Terlaksananya pemanfaatan pupuk organik dan biopestisida pada lahan seluas 250.000 ha. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 10 megaton CO2e | Kementerian Pertanian |
Pengembangan areal perkebunan (sawit, karet, kakao) di lahan tidak berhutan/lahan terlantar/ lahan terdegradasi / Areal Penggunaan Lain (APL) | a. Terlaksananya pengembangan areal perkebunan dan peningkatan produksi dan produktivitas, serta mutu tanaman tahunan dengan sasaran kelapa sawit seluas 860.000 ha, dan karet seluas 105.200 ha. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 74,53 megaton CO2e dari lahan sawit, dan 2,38 megaton CO2e dari lahan karet. b. Terlaksananya pengembangan areal perkebunan dan peningkatan produksi dan produktivitas, serta mutu tanaman rempah dan penyegar, dengan sasaran kakao seluas 687.000 ha. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 5,42 megaton CO2e dari lahan kakao. | Kementerian Pertanian |
Pemanfaatan kotoran/urine ternak dan limbah pertanian untuk biogas | Terlaksananya pengembangan dan pembinaan Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS) di wilayah terpencil dan padat ternak sebanyak 1.500 kelompok masyarakat. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 1,01 megaton CO2e | Kementerian Pertanian |
Sumber: Perpres No.61 Tahun 2011. Lampiran.
Bidang Energi dan Transportasi. Komitmen efisiensi energi sampai dengan tahun 2020 dalam kondisi normal seperti biasa, sebesar 1.936,6 juta setara barel minyak atau SBM, terdiri dari kebutuhan rumah tangga 12%, transportasi 30%, industri 53%, dan komersial 4% (ESDM, 2010). Potensi efisiensi atau penghematan dalam penggunaan energi sekitar 15-30% di sektor industri, 25% di sektor transportasi, dan 10-20% di sektor rumah tangga dan komersial (ESDM, 2008). Sementara penyediaan Energi Baru yang Terbarukan masih terbatas, yakni 30,3 juta SBM dari panas bumi dan 56,5 juta SBM dari tenaga air (ESDM, 2010).
Untuk gambaran emisi GRK (BAU) di sektor energi pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 1.400 juta ton CO2e dengan potensi pengurangan emisi mencapai 166,33 juta ton CO2e (17,53%), di mana sektor transportasi menyumbang 43,88 juta ton CO2e (21,23 %), rumah tangga 3,83 juta ton CO2e (12,11 %), industri 54,47 juta ton CO2e (19,96 %), komersial 2,26 juta ton CO2e (6,54 %), dan pembangkitan tenaga listrik 61,88 juta ton CO2e (15,34%) (ESDM, 2010).
Saat ini sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 48% dari konsumsi nasional energi primer, khususnya minyak bumi. Dari total konsumsi energi sektor tansportasi ini, hampir seluruhnya (88%) diserap oleh transportasi jalan, dan sisanya diserap oleh moda transportasi lainnya, seperti transportasi udara (7%), transportasi perkeretaapian (4%), serta transportasi laut, sungai, danau dan penyebrangan (1%) (ICCSR, 2010).
Kebijakan yang ditetapkan untuk menunjang RAN-GRK : 1. Peningkatan penghematan energi. 2. Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching). 3. Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). 4. Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik, dan sarana transportasi. 5. Pengembangan transportasi massal nasional yang rendah emisi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
Strategi RAN-GRK: 1. Menghemat penggunaan energi final baik melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien maupun pengurangan konsumsi energi tak terbarukan (fosil). 2. Mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan skala kecil dan menengah. 3. (Avoid) – mengurangi kebutuhan akan perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penata-gunaan lahan mengurangi perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu. 4. (Shift) – menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi (sarana transportasi dengan konsumsi energi yang tinggi) ke pola transportasi rendah karbon seperti sarana transportasi tidak bermotor, transportasi publik, transportasi air. 5. (Improve) – meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan pengeluaran karbon pada kendaraan bermotor pada sarana transportasi.
Rencana Aksi Nasional di bidang energi dan transportasi menetapkan target penurunan emisi GRK bidang energi dan transportasi sebesar 0.038 giga ton CO2e (0.03 giga ton CO2e dari bidang energi dan 0.008 giga ton CO2e dari bidang transportasi) pada tahun 2020.
ENERGI DAN TRANSPORTASI | ||
Target Penurunan Emisi | (26%) : 0,038 Giga ton CO2e; (41%) : 0,056 Giga ton CO2e | |
Rencana Aksi Mitigasi | Indikator | Keterangan |
Penerapan mandatori manajemen energi untuk pengguna padat energi | Menerapkan manajemen energi pada 200 Perusahaan antara 2010-2014 di Seluruh provinsi Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 2,24 megaton CO2e Menerapkan manajemen energi pada 200 perusahaan antara 2015-2019 di Seluruh provinsi Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 7,92 megaton CO2e | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Penerapan program kemitraan konservasi energi | Melakukan program kemitraan konservasi energi bersama swasta/masyarakat pada 1003 obyek (gedung dan industri) pada 2010-2014 di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 1,62 megaton CO2e . Melakukan program kemitraan konservasi energi bersama swasta/masyarakat pada 300 obyek (gedung dan industri) pd 2015-2020 di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 0,49 megaton CO2e. | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga | Terlaksananya implementasi teknologi hemat energi pada peralatan rumah tangga: 7,90 juta kWh pada akhir tahun 2014 di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 5,85 megaton CO2e. Terlaksananya implementasi teknologi hemat energi pada peralatan rumah tangga: 13,53 juta kWh antara tahun 2015- 2020 di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK 4,17 megaton CO2e. | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi | Terlaksananya pembangunan: • Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hydro (PLTMH): 46,17 MW. • Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro (PLTM): 182 MW. • Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS): 102,1 MW. • Pembangkit Listrik Tenaga Bayu ( PLTB): 21,67 MW. • Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa: 0,4 MW • Desa Mandiri Energi (DME): 250 desa, antara 2010-2014 di Seluruh provinsi. Diharapkan kontribusi pengurangan emisi GRK seluruhnya 1,27 megaton CO2e. Melakukan pembangunan: • PLTMH: 84,23 MW dengan kontribusi pengurangan emisi GRK 0,40 MtCO2e; • PLTM : 510 MW dg kontribusi pengurangan emisi GRK: 2,40 MtCO2e; • PLTS: 224,68 MW dg kontribusi pengurangan emisi GRK0,18 MtCO2e; • PLTB: 37,53 MW dg kontribusi pengurangan emisi GRK: 0,04 MtCO2e; • PLT Biomassa: 16,50 MW dg kontribusi pengurangan emisi GRK 0,01 MtCO2e; • DME: 450 desa dengan kontribusi pengurangan emisi GRK0,12 MtCO2e; antara 2015-2020 di Seluruh provinsi dengan kontribusi pengurangan emisi GRK seluruhnya 3,13, MtCO2e. | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Pemanfaatan biogas | Terlaksananya pembuatan unit biogas sebanyak 10.000 unit antara 2010-2014 di Seluruh provinsi dengan kontribusi pengurangan emisi GRK 0,04 MtCO2e. Terbangunnya unit biogas sebanyak 21.400 Unit antara 2015-2020 di Seluruh provinsi dengan kontribusi pengurangan emisi GRK 0,09MtCO2e. | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan | Terlaksananya penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan sebanyak 29,33 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) di 3 kota dan penggunaan Liquid Gas for Vehicle (LGV) sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan khusus di Denpasar sebanyak 10,58 ton/hari selama 2 tahun (2013-2014) di 3 kota: Palembang, Surabaya, Denpasar. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,13MtCO2e. Terlaksananya penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan sebanyak 628,50 MMSCFD di 6 kota dan penggunaan LGV sebagai bahan bakar angkutan umum perkotaan khusus di Balikpapan sebanyak 10,58 ton/hari dan antara 2015-2020 di 6 kota: Medan, Jabodetabek Cilegon, Cirebon, Balikpapan, dan Sengkang. Kontribusi pengurangan emisi GRK 2,94 MtCO2e. | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Peningkatan sambungan rumah yang teraliri gas bumi melalui pipa | Meningkatkan penggunaan gas yang dipakai oleh rumah tangga menjadi sebesar 94.500 sambungan Rumah Tangga (RT) di 24 lokasi: Lhokseumawe, Pekanbaru, Prabumulih, Palembang, Muara Enim, Lampung, Rusun bersubsidi Jabodetabek, Subang, Bekasi, Bogor, Depok, Semarang, Surabaya, Bangkalan, Sidoarjo, Sidoarjo Tambak Medaeng, Sidoarjo Kalidawir, Sengkang, Bontang, Balikpapan, Tarakan, Samarinda, dan Sorong Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,15 MtCO2e. | Kementerian ESDM |
Pembangunan kilang mini plant Liquid Petrolium Gas (LPG) | Terlaksananya pembangunan kilang mini plant LPG 2,2 MMSCFD (suplai) sebanyak 1 unit antara 2010-2014 Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,03 MtCO2e. | Kementerian ESDM |
Reklamasi lahan pasca tambang | Penanaman pohon pada lahan seluas 31.400 ha antara 2010-2014 di Seluruh provinsi. Kontribusi pengurangan emisi GRK 1,18 MtCO2e. Penanaman pohon pada lahan seluas 41.100 ha Antara 2015-2020 di Seluruh provinsi. Kontribusi pengurangan emisi GRK 1,55 MtCO2e. | Kementerian ESDM Kementerian ESDM |
Pembangunan ITS (Inteligent Transport System) | Pembangunan ITS sebanyak 13 paket untuk 2010-2020 di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 1,77 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Penerapan Pengendalian Dampak Lalu-Lintas (Traffic Impact Control/TIC) | Penerapan Pengendalian Dampak Lalu-Lintas sebanyak 12 paket antara 2010-2020 untuk 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,24 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Penerapan manajemen parkir | Penerapan manajemen parkir di 12 kota untuk: • Mengurangi moda share di pusat kota • Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi Antara 2010-2020 di 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 1,07 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing (dikombinasikan dengan angkutan umum massal cepat) | Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing di 2 kota untuk • Mengurangi moda share mobil di pusat kota, • Mengurangi kemacetan di area pembatasan lalu lintas, antara 2010-2020 di 2 kota: Jakarta dan Surabaya. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,41 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan Kementerian Keuangan |
Reformasi Sistem transit – Bus Rapid Transit (BRT)/ semi BRT | Terlaksananya pengadaan dan distribusi BRT sebanyak 43 bus/tahun antara 2010-2020 untuk 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,69 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Peremajaan armada angkutan umum | Terlaksananya peremajaan armada angkutan umum sesuai desain standar yang rendah emisi sebanyak 6.000 unit antara 2010-2020 untuk 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,36MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Pemasangan Converter Kit (gasifikasi angkutan umum) | Terpasangnya converter kit pada taksi dan angkutan kota yang menggunakan bensin untuk menurunkan emisi CO2 hingga 25% sebanyak 1.000 unit per tahun periode 2010-2020 di kota:Medan,Palembang, Jabodetabek, Cilegon, Cirebon, Surabaya, Denpasar,Balikpapan, dan Sengkang. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0,04MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Pelatihan dan sosialisasi smart driving (eco-driving) | Terlaksananya pelatihan dan sosialisasi smart driving untuk 50.000 orang/tahun antara 2010-2020 di 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0, 002MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Membangun Non Motorized Transport (Pedestrian dan jalur sepeda) | Terbangunnya Non Motorized Transport antara 2010-2020 di 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin. Kontribusi pengurangan emisi GRK 0, 021 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Pengembangan KA perkotaan Bandung | Mengembangkan KA Perkotaan Bandung sepanjang 42 km (jalur ganda dan elektrifikasi) antara 2010-2020 di Provinsi Jawa Barat: Padalarang – Bandung – Cicalengka. Kontribusi pengurangan emisi GRK 4,56 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Pembangunan double-double track (termasuk elektrifikasi) | Membangun double-double track sepanjang 35 km antara 2010-2014 Provinsi DKI Jakarta: Manggarai – Cikarang. Kontribusi pengurangan emisi GRK 21,21 MtCO2e. | Kementerian Perhubungan |
Pengadaan Kereta Rel Listrik (KRL) baru | Pengadaan KRL baru sejumlah: • 1.024 unit untuk melayani Jabodetabek sepanjang 890 km; penurunan emisi 0,002 MtCO2e/tahun; • 640 unit untuk melayani Jawa Timur sepanjang 410 km; Penurunan emisi sebesar: 0,001 MtCO2e/tahun dan • 256 unit untuk melayani Jawa Barat sepanjang 150 km; Penurunan emisi sebesar 0,0005 MtCO2e/tahun, antara 2010-2030 | Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN |
Modifikasi Kereta Rel Diesel (KRD) menjadi Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE) | Terlaksananya modifikasi 25 unit KRD menjadi KRDE dengan prediksi pengurangan konsumsi BBM sebesar 198 liter per km tahun 2010-2011 di Provinsi DKI Jakarta. Penurunan emisi sebesar 0,00005 MtCO2e/tahun. | Kementerian Perhubungan |
Pembangunan Mass Rapid Transitsport ( MRT) Jakarta North-South Tahap I dan Tahap II | Terbangunnya MRT Tahap I sepanjang 15,1km dan Tahap II sepanjang 8,2 km antara 2010-2020 di Provinsi DKI Jakarta: • Lebak Bulus-Bundaran HI (tahap I) • Bundaran HI-Kampung Bandan (tahap II) Penurunan emisi sebesar 2,77 MtCO2e/tahun. | Kementerian Perhubungan dan Pemprov DKI Jakarta |
Pembangunan jalur Kereta Api (KA) Bandara Soekarno Hatta | Terbangunnya jalur KA Bandara Soekarno Hatta sepanjang 33 km antara 2010-2020 di 2 provinsi: DKI Jakarta dan Banten, terdiri dari : • Express line: Manggarai, Bandara Soekarno Hatta • Commuter line: via Tangerang line dari Stasiun Tanah Tinggi. Penurunan emisi sebesar 0,19 MtCO2e/tahun. | Kementerian Perhubungan |
Pembangunan monorail Jakarta | Terlaksananya pembangunan monorail Jakarta sepanjang 12,2 km untuk Blue Line dan 14,8 km untuk Green Line antara 2010-2020 di Provinsi DKI Jakarta. Penurunan emisi sebesar 0,52 MtCO2e /tahun. | Kementerian Perhubungan Pemprov DKI Jakarta |
Pembangunan/peningkatan dan preservasi jalan | Peningkatan kapasitas jalan nasional sepanjang 19.370 km dan penerapan perservasi jalan nasional sepanjang 168.999 km antara 2010-2014 di Seluruh provinsi Penurunan emisi sebesar 1,10 MtCO2e. | Kementerian Pekerjaan Umum |
Sumber: Perpres No.61 Tahun 2011. Lampiran.
Bidang Industri. Indonesia merupakan produser semen terbesar ke-10 di dunia (tahun 2005) dan memproduksi 37 juta ton semen per tahun. Industri semen merupakan sumber emisi GRK terbesar dari subsektor industri karena menghasilkan GRK dari 2 sumber yaitu penggunaan energi dan proses kalsinasi dalam produksinya, dan merupakan sumber emisi terbesar ke-10 dari sumber emisi GRK Indonesia (SNC, 2009). Secara umum industri semen Indonesia mempunyai intensitas emisi GRK sebesar 0,833 ton CO2/ton semen dan rasio rerata klinker-semen diambil 0.90t klinker/ton semen (2008). Di akhir September 2009, Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan keputusan bahwa pengurangan emisi GRK dari industri semen merupakan prioritas bagi bidang industri dalam 20 tahun ke depan dengan kebijakan Peningkatan pertumbuhan industri dengan mengoptimalkan pemakaian energi. Dan menerapkan strategi : (1). Melaksanakan audit energi khususnya pada industri-industri yang padat energi. (2). Memberikan insentif pada program efisiensi energi.
INDUSTRI | ||
Target Penurunan Emisi | (26%) : 0,001 (Giga ton) CO2e; (41%) : 0,005 (Giga ton) CO2e | |
Rencana Aksi Mitigasi | Indikator | Keterangan |
Penerapan modifikasi proses dan teknologi | Tersusunnya pedoman penggunaan biomass dan teknologi lainnya pada industri semen sebagai blended cement, antara 2010 – 2020 pada 9 perusahaan industri semen di 9 provinsi: NAD, Sumbar, Sumsel, Jabar, Jateng, Jatim, NTT, Sulsel, dan Kalsel. Kontribusi pengurangan emisi GRK 2,75 MtCO2e. | Kementerian Perindustrian |
Konservasi dan audit energi | a. Terbentuknya sistem manajemen energi antara 2010 – 2014 di 9 perusahaan industri semen di 9 provinsi: NAD, Sumbar, Sumsel, Jabar, Jateng, Jatim, NTT, Sulsel, dan Kalsel; pada 35 perusahaan dalam industri baja di 12 provinsi: Sumut, Sumsel, Riau, Jambi, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kalsel, dan Sulsel dan pada 15 perusahaan industri pulp/kertas. Kontribusi pengurangan emisi GRK seluruhnya 2,06 MtCO2e. b. Terbentuknya sistem manajemen energi di perusahaan industri gelas dan keramik, pupuk, petrokimia, makanan dan minuman, tekstil, dan kimia dasar antara 2015 – 2020 di 8 provinsi: Sumut, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, DKI Jakarta, Kaltim dan Sulsel. Kontribusi pengurangan emisi GRK seluruhnya 2,75 MtCO2e. | Kementerian Perindustrian |
Penghapusan Bahan Perusak Ozon (BPO) | Penghapusan BPO pada 4 sektor (refrigerant, foam, chiller dan pemadam api) periode 2010– 2020 di 10 provinsi: Sumut, Sumsel, Riau, Sumbar, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, DI Yogyakarta Kontribusi pengurangan emisi GRK seluruhnya 1,50 MtCO2e. | Kementerian Perindustrian |
Sumber: Perpres No.61 Tahun 2011. Lampiran.
Pengelolaan Limbah. Penduduk Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 218,8 juta (BPS, 2006) dan tingkat produksi sampah adalah sebesar 0,6 kg/orang/hari untuk daerah perkotaan dan 0,3 kg/orang/hari untuk daerah perdesaan. Jumlah sampah dari rumah tangga mencapai 33,5 juta ton per tahun dengan proporsi sampah di perkotaan sebesar 50% dikelola oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan sebagian besar lainnya dikelola oleh masyarakat sendiri melalui komposting, pembakaran sampah, open dumping dan penimbunan sampah (dikubur). Sebagian kecil lainnya (1%) dibuang ke sungai atau tempat-tempat lainnya. Sedangkan di daerah perdesaan, hanya 20% sampah yang dikelola oleh pemerintah daerah, 80% lainnya dikelola oleh masyarakat sendiri. Pada kegiatan pengelolaan limbah sampah terdapat 4 komponen kegiatan utama yaitu reduksi sampah yang dilakukan melalui penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), transportasi/pengangkutan sampah, pemrosesan akhir, serta kegiatan pengelolaan sampah lainnya. Emisi GRK dari bidang limbah (limbah cair domestik dan sampah rumah tangga) sendiri pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 34,99 MtCO2e, 9-11% dari total emisi Indonesia, dan diperkirakan akan terus meningkat dengan kondisi tanpa Rencana Aksi (BAU) hingga 52,38 MtCO2e pada tahun 2020.
Rencana Aksi Nasional di bidang limbah disusun berdasarkan perhitungan target penurunan emisi GRK bidang limbah sampah sebesar 48 MtCO2e (skenario 26%) dan 78 MtCO2e (41% skenario) pada tahun 2020, dengan Strategi :
1. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan peraturan daerah (Perda).
2. Peningkatan pengelolaan air limbah di perkotaan.
3. Pengurangan timbunan sampah melalui 3R (reduce, reuse, recycle).
4. Perbaikan proses pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
5. Peningkatan/pembangunan/rehabilitasi TPA.
6. Pemanfaatan limbah/sampah menjadi produksi energi yang ramah lingkungan.
PENGELOLAAN LIMBAH | ||
Target Penurunan Emisi | (26%) : 0,048 (Giga ton) CO2e. (41%) : 0,078 (Giga ton) CO2e. | |
Rencana Aksi Mitigasi | Indikator | Keterangan |
Pembangunan sarana prasarana air limbah dengan sistem off-site dan on-site | Antara 2010-2020 a. Tersedianya sistem pengelolaan air limbah sistem terpusat skala kota (offsite) di 16 kota terdiri dari upaya: • Pengembangan: Medan, Jakarta, Tangerang, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Banjarmasin, dan Balikpapan • Pembangunan baru: Batam, Palembang, Semarang, Surabaya, Malang, dan Makassar b. Tersedianya sistem pengelolaan air limbah skala setempat (on-site) di 11.000 lokasi di Seluruh Provinsi. Diharapkan kontribusi penurunan emisi GRK seluruhnya sebesar 2,0 MtCO2e. | Kementerian Pekerjaan Umum |
Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan pengelolaan sampah terpadu Reduce, Reuse, Recycle (3R) | Antara 2010-2020 a. Meningkatnya pengelolaan TPA di 210 lokasi b. Meningkatnya pengelolaan sampah melalui program pengelolaan sampah terpadu pola 3R di 250 lokasi Diharapkan kontribusi penurunan emisi GRK seluruhnya sebesar 46,0 MtCO2e. | Kementerian Pekerjaan Umum |
Sumber: Perpres No.61 Tahun 2011. Lampiran.
Kontribusi Daerah
Pemerintah daerah berperan serta dalam penurunan emisi GRK sesuai konteks pembangunan berkelanjutan di daerah masing-masing, memertimbangkan kelestarian lingkungan hidup daerah dan menetapkan kegiatan menurunkan emisi GRK yang bisa menjadi kegiatan ekonomi dengan dampak sosial yang positif bagi penduduk. Dengan pendekatan top-down penyusunan RAD-GRK (Rencana Aksi Daerah Penurunan emisi Gas Rumah Kaca) berpedoman kepada RAN-GRK (Rencana Aksi Nasional Penurunan emisi Gas Rumah Kaca) berdasarkan prioritas pembangunan daerah, serta kemampuan dan kapasitas daerah masing-masing. Perencanaan strategis daerah untuk menurunkan emisi GRK dilaksanakan dengan membuat konsensus antar pemangku kepentingan (stakeholders) dan meningkatkan peran koordinasi antar lembaga di Pemerintah daerah untuk mendorong keterlibatan publik dan swasta dalam upaya mitigasi dampak perubahan iklim. Tetapi selanjutnya dalam proses penyusunan dokumen RAD-GRK, Pemerintah Provinsi akan berkoordinasi dengan kementerian dan atau lembaga pemerintah pusat lain yang terkait dengan pendekatan bottom-up. Kemudian, RAD-GRK ditetapkan melalui Peraturan Gubernur (Bappenas. 2011. 92-93).
Sekadar contoh, RAD-GRK Jawa Timur berdasar Peraturan Gubernur no. 62 tahun 2012 meliputi bidang : a. Pertanian; b. Kehutanan; c. Energi dan Transportasi; d. Industri; e. Pengelolaan limbah; f. Kegiatan pendukung lain, untuk periode 2013-2020.
Di bidang Pertanian, target penurunan emisi GRK Jatim 1,07 % atau 1.27 MtCO2 eq melalui kebijakan (1) pemantapan ketahanan pangan daerah dan peningkatan produksi pertanian dengan emisi GRK yang rendah; (2) peningkatan kandungan bahan organik tanah. Menerapkan strategi (1) optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air dan (2) penerapan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara maksimal.
Aksi-aksi : (1) penerapan teknologi budidaya tanaman yang rendah emisi GRK, melindungi tanaman pangan dari gangguan organisme pengganggu pada lahan sawah seluas 1.084.278 ha di sentra produksi tanaman pangan, dengan kontribusi penurunan GRK 603.693 tCO2e. (2) Pemanfaatan pupuk organik dan biopestisida pada lahan sawah seluas 1.084.278 ha di Sentra produksi padi, dengan kontribusi penurunan GRK 19.408 tCO2e. (3) Pemanfaatan kotoran/urine ternak dan limbah pertanian untuk biogas melalui program Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS) di sentra produksi ternak, dengan kontribusi penurunan GRK 1.161.734 tCO2e. |
Kegiatan Pendukung: Pengembangan Kemitraan dengan Perguruan Tinggi, Masyarakat Setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Dunia Usaha dalam Perlindungan dan Pelestarian Sumber Daya Alam. – Sosialisasi program desa produktif mandiri dan lestari (ramah lingkungan) Katagori Desa Pertanian/Peternakan. – Identifikasi dan inventarisasi tentang potensi dan permasalahan lingkungan di desa katagori desa pertanian/peternakan. – Fasilitasi dan pedampingan katagori desa pertanian/peternakan dalam pengembangan Desa model Produktif Mandiri dan Lestari. 2. Penelitian dan pengembangan teknologi pertanian untuk optimalisasi pemanfaatan kebun dinas melalui pertanaman padi 16 ha, optimalisasi pemanfaatan kebun dinas melalui pertanaman jagung hibrida 6 ha, optimalisasi pemanfaatan kebun dinas melalui pertanaman kacang tanah 2 ha dan optimalisasi pemanfaatan kebun dinas melalui pertanaman kacang hijau 1 ha. 3. Pengembangan program pendukung budidaya pertanian ramah lingkungan. Pengembangan Pertanian Organik. Pengembangan sistem budidaya untuk efisiensi pemupukan. Penghijauan lahan kawasan budidaya pertanian terbengkalai. Penerapan sistem pembukaan lahan tanpa membakar dan menerapkan pengolahan tanah minimum. 4. Pengembangan teknologi rendah emisi GRK yang mudah diterapkan dan berdaya hasil tinggi, serta tersedianya metodologi MRV (Measurable,Reportable, Verifiable) untuk sektor pertanian yang diterapkan dalam 12 paket tanaman pangan, 12 paket peternakan, 8 paket tanaman perkebunan dan 2 kegiatan berkaitan MRV sektor pertanian. 5. Pengembangan Aplikasi Kualitas Pupuk Kompos Organik dengan Dosis Mikroba terhadap Tanaman Hortikultura dan Padi. |
Sumber: Pergub Jatim no. 67/2012. Lampiran Hal. 1-2; 15-16.
Di bidang Kehutanan, Target Penurunan Emisi 20,88% atau 24.777.266 ton CO2 eq. Kebijakan yang yang diterapkan : (1) Penurunan emisi GRK sekaligus meningkatkan kenyamanan lingkungan, mencegah bencana, menyerap tenaga kerja dan menambah pendapatan masyarakat serta negara. (2) Peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi hasil hutan dengan emisi serendah mungkin dan mempertahankan stock karbon serta mengabsorbsi CO2 secara optimal. Strategi yang dijalankan: (1) Menekan laju deforestasi dan kebakaran hutan; (2) Meningkatkan penanaman pohon yang mampu menyerap GRK; (3) Meningkatkan upaya pengamanan kawasan hutan dari kebakaran dan pembalakan liar; (4). Penerapan sustainable forest management.
Aksi-aksi: (1) Melakukan rehabilitasi hutan (a) pada Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Kediri, Lumajang, Mojokerto, Nganjuk, Pasuruan, Ponorogo, Situbondo, Trenggalek, Tulungagung. Kontribusi penurunan GRK 6.221.572 tCO2e. (b) pada Kawasan Hutan Produksi di 23 KPH. Kontribusi penurunan GRK 5.866.496 tCO2e. (c) pada kawasan Tahura R. Soeryo. Kontribusi penurunan GRK 1.207.889 tCO2e. (d) Rehabilitasi hutan mangrove/hutan pantai seluas 1.024 ha, pantai utara Jawa Timur dan Madura. (2) Perlindungan dan Pengukuhan kawasan hutan (a) hutan produksi dan pengamanan hutan di 23 KPH milik Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 4.982.231 tCO2e. (b) Pemeliharaan tata batas kawasan hutan lindung, perlindungan dan pengamanan hutan 23 KPH milik Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 6.092.068 tCO2e. (c) Pemeliharaan tata batas kawasan, perlindungan dan pengamanan hutan Tahura R.Soeryo. Kontribusi penurunan GRK 383.560 tCO2e. |
Kegiatan Pendukung: Penelitian dan pengembangan sistem dan prosedur Monitoring dan Evaluasi dengan menggunakan Metode yang Measurable, Reportable,Verifiable (MRV) untuk sektor Kehutanan.Pengendalian penggunaan kawasan hutan di luar kegiatan kehutanan: (1) Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan terlayani 100% secara tepat waktu di Tuban, Bojonegoro, Blitar, Tulungagung, Banyuwangi. (2) Tercapainya target wajib bayar tertib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan Kawasan Hutan minimal 80% / tahun. (3) Tersedianya data dan informasi penggunaan kawasan hutan. (4) Tersedianya Peraturan Perundangan tentang Penggunaan Kawasan Hutan. (5) Tersedianya data dan informasi geospasial dasar dan tematik kehutanan. (6) Tersedianya data dan informasi pendugaan karbon kawasan hutan. Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (SDH): Tersedianya basis data spasial SDH yang terintegrasi, dan 2 (5) serta 2 (6) di atas.Penelitian dan pengembangan kebijakan perubahan iklim kehutanan.Tersusunnya kriteria baku kerusakan ekosistem kawasan lindung dan kriteria baku kerusakan kawasan. |
Sumber: Pergub Jatim no. 67/2012. Lampiran Hal. 3-5; 17-18.
Di bidang Energi dan Transportasi, Target Penurunan Emisi 5,22% atau 6.190.738,9 tonCO2e. Dengan Kebijakan : (1) Peningkatan penghematan energi. (2) Penggunaan bahan bakar yang lebih bersih (fuel switching). (3) Peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). (4) Pemanfaatan teknologi bersih baik untuk pembangkit listrik dan sarana transportasi. (5) Pengembangan transportasi massal yang berkelanjutan. Untuk itu diterapkan Strategi : (1) Menghemat penggunaan energi fosil baik melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien. (2) Mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan skala kecil dan menengah. (3) (Avoid) – mengurangi kebutuhan akan perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penatagunaan lahan dan mengurangi perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu. (4) (Shift) – menggeser pola penggunaan kendaraan pribadi (sarana transportasi dengan konsumsi energi yang tinggi) ke pola transportasi rendah karbon seperti sarana transportasi tidak bermotor dan transportasi publik. (5) (Improve) – meningkatkan efisiensi energi dan pengurangan pengeluaran karbon pada kendaraan bermotor pada sarana transportasi.
Aksi-aksi: (1) Penghematan penggunaan energi listrik sebesar 10% di seluruh kabupaten/kota. Kontribusi penurunan GRK 1.685.954 tCO2e. (2) Peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan di seluruh kabupaten yang memiliki potensi Mikrohidro. Kontribusi penurunan GRK 1.846.279 tCO2e. – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebesar 0,345 MW – Pembangunan 255 Unit digester (3) Penerapan Congestion Charging /Road pricinguntuk mengurangi moda share mobil di pusat kota dan mengurangi kemacetan di area pembatasan lalu lintas di Kota Sidoarjo dan Malang. Kontribusi penurunan GRK 1.648.452 tCO2e. (4) Penerapan Car and motorcycle Free Day untuk mengurangi jumlah perjalanan kendaraan di Kota Malang, Kediri, Madiun, dan Jember. Kontribusi penurunan GRK 4.049 tCO2e. (5) Pembangunan Dryport untuk transportasi multi moda angkutan barang dari kawasan ke pelabuhan Tanjung Perak Surabaya di Kabupaten Malang, Madiun, Kediri dan Jember. Kontribusi penurunan GRK 1.113 tCO2e. (6) Penerapan manajemen parkir untuk mengurangi moda share di pusat kota dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang dan Kabupaten Jember. Kontribusi penurunan GRK 254.381 tCO2e. (7) Pembangunan ITS (Inteligent Transport System) dan penerapannya di Kota Malang untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga dapat mengurangi kemacetan lalu lintas. Kontribusi penurunan GRK 463.740 tCO2e. (8) Non Motorized Transportation. Terbangunnya fasilitas pedestarian bagi pejalan kaki dan jalur sepeda di jalan raya wilayah perkotaan di seluruh kota di Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 96.557 tCO2e. (9) Pembangunan dan pengembangan Sistem Transit – Bus Rapid Transit (BRT) / Semi BRT untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan sepeda motor sehingga mengurangi kemacetan Di Surabaya, Malang dan Jember. Kontribusi penurunan GRK 351 tCO2e. (10) Peremajaan armada angkutan umum sesuai desain standar yang rendah emisi sebanyak 200 unit kendaraan (25 unit/tahun) di Provinsi Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 61 tCO2e. (11) Program mudik dan balik gratis keseluruh kabupaten dan kota di wilayah Jawa Timur dengan angkutan Moda darat (bus dan kereta api) juga Moda laut. Provinsi Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 82.050 tCO2e. (12) Tersedianya 70 unit bus pemadu dengan 7 (tujuh) daerah tujuan, dari dan menuju bandara Juanda Surabaya untuk Provinsi Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 2.161 tCO2e. (13) Pembangunan angkutan massal berbasis jalan rel: (a) Pembangunan Kereta Api Komuter Surabaya –Malang (Lawang -Kepanjen). (b) Pembangunan Kereta Api Listrik Gubeng -Juanda Surabaya –Sidoarjo. (c) Pembangunan kereta listrik komuter Surabaya -Mojokerto -Jombang-Babat-Lamongan -Gresik-Surabaya. Kontribusi seluruhnya untuk penurunan GRK 10.338,5 tCO2e. (14) Pemasangan Converter Kit (Gasifikasi Angkutan Umum) untuk 450 unit kendaraan (55 kendaraan/ tahun) di Provinsi Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 185,21 tCO2e. (15) Program Smart/Eco Driving : pelatihan dan sosialisasi smart driving untuk 5000 orang (650 Orang/Tahun) Provinsi Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 1028,9 tCO2e. |
Kegiatan Pendukung: Tersedianya Sistem, prosedur dan mekanisme monitoring dan evaluasi menggunakan Metode Measurable, Reportable, Verifiable (MRV) sektor energi.Pengembangan kapasitas pengembangan dan pemerataan Sumber Energi: (a) Tersedianya Hasil Kajian Kelayakan (FS) dan DED dalam rangka Pengembangan Desa Mandiri Energi. (b) Terselenggaranya survey geologi untuk potensi panas bumi dalam rangka Inventarisasi Potensi Sumber Energi baru Terbarukan. (c) · Pendataan dan sistimatisasi data energi, mineral dan migas.Pengembangan kapasitas penyediaan dan pengelolaan energi baru terbarukan dan konservasi energi: (a) Bimbingan Teknis (Bimtek) Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk 360 orang; (b) Bimtek konservasi energi untuk 360 orang.Tersedianya data potensi dan cadangan panas bumi untuk ketenagalistrikan dan pemanfaatan langsung energi panas bumi. 11 lokasi : Kabupaten Madiun, Ponorogo, Mojokerto, Malang, Batu, Bojonegoro, Nganjuk, Probolinggo, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi. Ditetapkannya 11 Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi. 11 lokasi seperti no 4 di atas.Untuk pengembangan dan pemerataan pasokan listrik: Tersusunnya database ketenaga-listrikan Provinsi Jawa Timur.Pemulihan Lingkungan Pasca-Tambang, dan Penerapan kebijakan Pengelolaan Pasca-Tambang dan produksi Migas yang berwawasan Lingkungan: Inventarisasi data pertambangan dan leaflet sosialisasi mekanisme perijinan tambang yang berwawasan lingkungan di Provinsi Jawa Timur. Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan LLAJ: (a) Peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan angkutan umum; (b) Pengembangan keterpaduan transportasi dan tata guna lahan dan demand management; (c) Penataan untuk menciptakan kemudahan akses transportasi antar-moda ke pelabuhan, bandara, terminal dan stasiun.Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup: (a) Sosialisasi penggunaan teknologi bersih dan eko-efisiensi di berbagai kegiatan transportasi; (b) Pengujian seluruh kendaraan bermotor termasuk kendaraan pribadi dan sepeda motordi Jawa Timur.Pengembangan sistem logistik modern: Kajian Transportasi barang multi moda untuk mengurangi angka Km perjalanan jalan raya (diperkotaan, antar kota dalam provinsi) 2020 Provinsi Jawa Timur |
Sumber: Pergub Jatim no. 67/2012. Lampiran Hal. 6-10; 18-21.
Di bidang Industri, Target Penurunan Emisi GRK Jawa Timur adalah 0,06% atau 20.005,06 ton CO2e. Melalui kebijakan peningkatan pertumbuhan industri kecil dan menengah yang menerapkan Produksi Bersih (Clean Production) dan Strategi : (1. Melaksanakan penerapan produksi bersih (Clean Production) khususnya pada IKM yang padat energi. (2. Memberikan insentif pada IKM yang menerapkan produksi bersih (Clean Production).
Aksi: Penerapan produksi bersih dengan (a) Sosialisasi penggunaan bahan baku ramah lingkungan dan (b) Penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse,dan Recycling) di Provinsi Jawa Timur. Kontribusi penurunan GRK 20.005,06 tCO2e. |
Kegiatan Pendukung: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah. pemberdayaan sentrasentra potensial industri kecil dan desa kerajinan.Penataan Struktur Industri : layanan sistem informasi potensi produksi industri penunjang dan industri terkait; terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait; Fasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama prasarana teknologinya.Peningkatan Industri Berbasis Sumber Daya Alam: Pengembangan industri berbasis agro agroindustri), terutama di kawasan agropolitan; industri berorientasi ekspor yang memanfaatkan sumber daya alam lokal; sinergitas pengembangan industri di wilayah selatan dan wilayah utara Provinsi Jawa Timur. |
Sumber: Pergub Jatim no. 67/2012. Lampiran Hal. 11; 21-23.
Di bidang Pengolahan Limbah dan Sampah, Target Penurunan Emisi GRK Jawa Timur adalah 1,50% atau 1.776.149 ton CO2e, melalui beberapa Kebijakan: 1). Penurunan Emisi GRK dari Tempat Penimbunan Akhir (TPA) limbah padat/sampah. 2). Peningkatan pengelolaan limbah cair domestik.
3). Peningkatan pengelolaan limbah industri yang berpotensi menghasilkan GRK. 4). Pengembangan teknologi pengelolaan limbah dan efisiensi produksi limbah dengan prinsip-prinsip daur ulang (Reuse, Reduce, Recycle). 5). Pengembangan sistem manajemen pengelolaan limbah industri, limbah domestik dan sektor lainnya.
Dengan menerapkan Strategi : 1). Meningkatkan manajemen pengelolaan limbah padat/sampah di TPA. 2). Melaksanakan pembangunan dan rehabilitasi TPA terpadu dengan sistem control landfill dan sanitary landfill secara bertahap. 3). Pengurangan timbulan sampah melalui 3R (Reduce, Reuse, Recycle). 4). Meningkatkan penerapan teknologi produksi bersih dalam pengelolaan limbah industri.
5). Meningkatkan pemanfaatan limbah menjadi energi alternatif ramah lingkungan (Prinsip 3R). 6). Mengembangkan panduan mutu dan teknologi pengelolaan limbah. 7). Meningkatkan pengawasan dan monitoring pengelolaan limbah. 8). Melakukan uji kualitas air limbah dan uji udara emisi secara periodik dan berkelanjutan.
Aksi-aksi: 1. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan pengelolaan sampah terpadu 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, dengan a). Meningkatnya pengelolaan TPA dengan perbaikan sistem control landfill dan sanitary landfill secara bertahap b). Meningkatnya pengelolaan sampah dengan program terpadu 3R. c). Pemanfaatan sampah menjadi pupuk dan energi alternatif serta manfaat ekonomi lainnya. D). Pendampingan masyarakat dalam PLH program Desa Berseri (Bersih dan Lestari). Kontribusi penurunan GRK 1.522.270 tCO2e. 2. Pengembangan Sarana/Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk: a). Meningkatkan sistem pengelolaan air limbah domestik perkotaan dan sistem komunal b). Meningkatnya sistem Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) industri. Kontribusi penurunan GRK 253.878,9 tCO2e. |
Kegiatan Pendukung: Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup: a) Pengawasan penaatan baku mutu air limbah, emisi atau gas buang dan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) b) Peningkatan produksi dan penggunaan pupuk kompos yang berasal dari limbah domestik perkotaan c) Peningkatan peran masyarakat dan sektor informal dalam upaya pemisahan sampah, dan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) d) Pengembangan sistem dan mekanisme pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), serta pendirian fasilitas pengelola limbah B3. e) Pengembangan sistem insentif dan disinsentif terhadap kegiatan-kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan Pengembangan Kinerja Pembangunan Air Minum Dan Air Limbah a) Pemulihan sarana air minum dan air limbah yang rusak pada lokasi bencana alam b) Revitalisasi IPAL/IPLT dan rintisan pengembangan jaringan pembuangan air limbah di perkotaan 3. Pengembangan Kelembagaan Pembangunan Air Minum Dan Air Limbah a) Menunjang pelaksanaan penyehatan PDAM serta pembinaan teknis dan manajemen bagi HIPPAM dan instansi pengelola air limbah b) Fasilitasi pengembangan pengelolaan air minum dan air limbah yang berbasis kelompok masyarakat serta menunjang pelaksanaan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) c) Fasilitasi kerjasama instansi pengelola air minum dan air limbah dengan swasta 4. Pengembangan Kelembagaan Pembangunan Persampahan dan Drainase a) Fasilitasi kerjasama pengelolaan sampah terpadu untuk kota-kota besar dan metropolitan b) Pembinaan teknis dan manajemen pengelolaan sampah dan drainase c) Fasilitasi kerjasama pengelolaan dengan swasta berdasarkan konsep bussines plan d) Fasilitasi pengembangan pengelolaan sampah dan drainase yang berwawasan lingkungan 5. Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup a) Pengkajian dan analisis instrumen pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan b) Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup c) Pengembangan peraturan perundangan lingkungan dalam pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup d) Peningkatan pendidikan lingkungan hidup formal dan non formal e) Pengembangan program Good Environmental Governance (GEG) secara terpadu. |
Sumber: Pergub Jatim no. 67/2012. Lampiran Hal. 12; 24-26.
Partisipasi Kewargaan Individual
Di atas telah dipaparkan mengenai prakarsa-prakarsa iklim dan upaya mitigasi, yang digalang terutama dari luar pemerintahan negara, walau kemudian juga menggandeng unsur pemerintahan dalam kerjasama yang selaras. Pencetusnya adalah individu-individu. Semakin banyak individu yang sadar bahwa tindakan sehari-hari mereka menghasilkan dampak, juga dalam hal iklim, kesadaran itu akan mendorong mereka melakukan perubahan, yang hasilnya sungguh signifikan. Tindakan yang sama dari individu-individu akan menarik perhatian orang-orang lain, yang jika menerima komunikasi yang menjelaskan tentang penalaran dan tujuan tindakan itu, selanjutnya akan bersedia berperanserta setelah memahami maksud dan manfaatnya, sehingga tindakan bergulir menjadi gerakan besar berskala sosial. Ketika gerakan bersama itu kemudian berubah menjadi gerakan masyarakat sipil maka membesarlah potensinya untuk memengaruhi citarasa politik untuk menghasilkan kebijakan yang membuahkan kebaikan-kebaikan umum. Menurut Avram Hiller, kita tak boleh menyepelekan akibat yang membantu dari berbagai tindakan kita sebagai perorangan, sekalipun tampak kecil saja, sehingga kita dapat sepenuhnya mewujudkan kinerja (Avram Hiller. 2011. Hal 365-366).
Prakarsa seperti Car Free Day di suatu kawasan kota, dan Motor Free Day di suatu kampus, telah menjadi semacam gerakan di mana-mana. Bisa dilihat dan dialami. Tetapi di banyak pelosok, tindakan pribadi untuk berjalan kaki dari rumah untuk belanja ke suatu mart yang jaraknya 400 meter, tidak tampak. Kebanyakan orang menggunakan motornya dari rumah ke warung yang dekat saja, walau untuk beli dua-tiga macam barang semata. Orang yang sengaja berjalan kaki ke warung mempunyai kesadaran bahwa jika ia menghidupkan motor, itu adalah fakta bahwa ia sudah menyumbang emisi CO2 betapa pun kecilnya, dan dengan demikian telah ikut menyumbang perubahan iklim secara negatif. Namun suatu penelitian di Inggris menyatakan, sekitar 42% emisi CO2 di Inggris merupakan buah langsung dari perorangan individual (DTI, 2007). Secara tidak langsung, melalui konsumsi, perorangan individual sebagai konsumen di Inggris secara bersama-sama bertanggung- jawab atas 76% emisi GRK (Druckman and Jackson, 2009). Mungkin tersedia pula pilihan lain, misalnya menggunakan sepeda kayuh, atau sepeda listrik. Yang penting adalah bahwa kesadaran pribadi diwujudkan menjadi aksi pribadi untuk meringankan dampak perubahan iklim dengan mengurangi emisi. Memang ada dilema bahwa dalam soal perubahan iklim kontribusi individu baik dalam menyebabkan maupun dalam melakukan mitigasi dalam pandangan beberapa pribadi amat sangat kecil sekali artinya atau muskil dan disepelekan. Itu menyebabkan terlalu diandalkannya kapasitas penyerapan sistem alam di satu pihak, dan teramat kurangnya aksi mitigasi individual melalui penghematan energi di pihak lain [Andreas Oberheitmann. 2013. Hal. 202]. Tak pelak ada perorangan individu yang sadar akan perannya untuk mengubah sikap dan pola hidup mengurangi emisi secara pribadi. Prakarsa-prakarsa yang digerakkan orang-perorangan yang sangat optimistik mau membalikkan gambaran ini dan mengobarkan tekat individu-individu, sendiri atau bersama dalam suatu gerakan untuk bertindak, menghemat dan mengurangi penggunaan energi fossil, untuk pemeliharaan iklim dan bumi seisinya. Aksi penghematan dan pengurangan emisi GRK itu diyakini sebagai kebaikan, yang dilakukan orang baik, untuk menghasilkan kebaikan atas bumi dan untuk banyak orang di atasnya [Johanna Wolf. 2007].
Peranserta individu dalam mitigasi perubahan iklim amat sangat beraneka ragam, dalam hal-hal yang kecil, sederhana dalam hidup sehari-hari. Selain berjalan kaki atau naik sepeda kayuh untuk mengunjungi tempat-tempat yang relatif dekat, salah satu lainnya adalah ketika lampu lama mati tak lagi berfungsi, orang menggantinya dengan mengunakan jenis lampu LED. Ibu rumahtangga mengganti tungku masaknya dengan tungku gas yang lebih bersih dan hemat energi. Itu berarti membeli peralatan rumah tangga yang hemat energi. Biasanya dilengkapi dengan sikap dan kebiasaan baru untuk mematikan peralatan elektrik yang tidak terpakai (lampu, televisi, dll), tidak membiarkannya tetap menyala atau pun meninggalkannya dalam status stand-by mode. Mengurangi konsumsi daging dan susu. Membeli dan mengkonsumsi produk sayuran lokal. Mengurangi konsumsi bahan pangan dan minuman olahan hasil pabrik berteknologi tinggi. Membeli produk kayu atau kertas yang berlabel “sustainable”. Jika bepergian jauh, ganti moda transpor menghindari pesawat terbang yang sangat tinggi emisinya. Juga sedapat mungkin menggunakan kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi. Atau mengganti kendaraan pribadi dengan jenis yang sangat hemat energi. Hemat air bersih untuk berbagai keperluan. Mengurangi sampah rumahtangga. Membuang sampah/limbah beracun (baterei, obat kedaluwarsa, barang-barang kimia) dengan cermat dan hati-hati agar tidak mencemari tanah dan air. Mengubah sampah organik menjadi kompos.
Sebagian individu memanfaatkan tabungannya untuk investasi dalam saham dan surat berharga lainnya (bond, atau obligasi, reksa dana, opsi dll). Betapapun menguntungkan, mereka yang sadar iklim tidak memilih saham dan obligasi perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam eksplorasi, produksi, dan penyaluran bahan bakar fossil: minyak, gas bumi, batubara. Sebaliknya, menunjang dan menguatkan permodalan perusahaan-perusahaan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. Untuk jenis saham dan obligasi otomotif mereka selektif. Sebagian perusahaan mobil dan motor mempunyai program iklim dan mengupayakan desain produk yang rendah emisi GRK mereka dukung. Mereka juga menghindari saham perusahaan perkebunan sawit yang terbukti merusak lahan gambut atau membabat hutan. Mereka tidak lagi mendukung perusahaan pulp dan kertas yang bertanggungjawab atas pembalakan hutan. Saham perusahaan pupuk dan pestisida kimia dialihkan kepada saham perusahaan pupuk dan pestisida yang menghasilkan produk-produk organik; mendukung permodalan perusahaan pertanian dan perkebunan, hortikultura, organik.
Individu yang Sosial
Sebagian individu terlibat dalam kegiatan kelompok seperti masyarakat adat, kelompok petani dan lembaga swadaya masyarakat tertentu. Dengan bekal kesadaran akan pentingnya pemeliharaan iklim baik untuk generasi sekarang maupun generasi anak-cucu, mereka turut aktif dalam proses-proses iklim yang menyangkut kelompok mereka, misalnya dalam undangan acara-acara stakeholders engagement baik oleh badan pemerintah setempat (kecamatan, kabupaten, kota) dalam rangka musyawarah rencana pembangunan (musrenbang) atau proyek-proyek tertentu (pemeliharaan daerah aliran sungai, perlindungan sumber-sumber air, pemeliharaan saluran irigasi, pengerukan sungai, penguatan tanggul, REDD+, peremajaan hutan kota, pembuatan taman kota, pembuatan embung, pengembangan desa iklim, manajemen sampah, dan lain-lain). Atau ketika menghadiri undangan program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) tertentu. Rencana-rencana dicermati dan dikritisi. Pertama-tama semua kehendak baik harus dihargai, namun jangan meninggalkan kewaspadaan. Yang tampaknya baik dan mulia tidak jarang menjadi kedok keserakahan ekonomis atau pun ambisi politik jangka pendek, sedang dampak jangka panjangnya memberi tekanan berat kepada lingkungan dan masyarakat di sekitar. Musyawarah selalu memberi manfaat. Setidaknya ada tambahan pengetahuan baru, ada pertukaran wawasan dan pengalaman. Selain itu perluasan hubungan, tambahan teman, selalu menggembirakan. Dengan iktikat baik pula tahap demi tahap diikuti, dipantau dan dicegah jangan sampai terjadi penyimpangan negatif. Penyimpangan bisa terjadi karena di tengah jalan ada teknik baru yang diterapkan, yang mungkin lebih baik, lebih efisien. Perubahan bisa saja mendatangkan manfaat lebih besar. Yang dijaga adalah kemungkinan dampak negatif dari penyimpangan itu. Dalam semua dampak itu, yang paling dipikirkan adalah beban yang harus dipikul masyarakat miskin. Kita ingat perkataan Presiden AS John F. Kennedy almarhum, “jika suatu masyarakat merdeka tidak bisa menyelamatkan sebagian besar anggotanya yang miskin, masyarakat itu juga tidak akan mampu menyelamatkan sedikit anggotanya yang kaya” [Ribot, Jesse C. 2009]. Ketahanan mayoritas orang miskin, terutama kerentanan mereka terhadap dampak merugikan [termasuk dari proyek-proyek dan program], menjadi kriteria keselamatan seluruh anggota masyarakat, juga di dalam aksi-aksi bersama yang menyangkut iklim.
Di antara kegiatan aksi mitigasi perorangan bersama-sama dalam kelompok merupakan kegiatan dalam usaha meningkatkan penyerapan atau pengikatan karbon dari udara, terutama di perdesaan, baik di pedalaman maupun di pesisir, maupun dalam usaha mengurangi emisi GRK, serta menyiasati dampak perubahan iklim. Separoh penduduk dunia tinggal di perdesaan. Kebersamaan aksi individu diwadahi dalam kelembagaan desa, atau dalam komunitas lokal, sehingga menjadi upaya berbasis komunitas, dengan kerangka “cerdas iklim”, menjadi program “desa (cerdas) iklim” (climate smart village). Mungkin saja desa disusutkan dalam bentuk mini seperti komunitas dukuh atau komunitas kampung, namun di sini komunitas-komunitas diandaikan mempunyai sensitivitas dan dipandu melakukan program mitigasi iklim (+adaptasi), dan diharapkan mempunyai karakteristik budaya “cerdas” yang kurang lebih sama. Meliputi enam kategori “cerdas”, yaitu cerdas berkenaan dengan cuaca, cerdas berkenaan dengan air, cerdas berhubungan dengan karbon, cerdas mengenai nitrogen, cerdas dalam hal energi, dan cerdas mengelola pengetahuan dan teknologi.
Berbagai “kecerdasan” itu mungkin pada dasarnya sudah ada dan tersimpan dalam kearifan lokal yang perlu digali, ditampilkan penalarannya dan diperkaya. “Cerdas cuaca” berarti bahwa ada individu-individu yang mampu mengumpulkan data cuaca setempat untuk periode tertentu, menafsirkan dampaknya pada pertanian dan kehidupan setempat, dan mengkomunikasikannya kepada jaringan komunitasnya. Situasi cuaca terutama menentukan masa tanam dan sifat cuaca turut membatasi pengambilan keputusan mengenai investasi mau menanam apa; atau mengenai logistik peternakan dan perikanan. “Cerdas air” sehubungan dengan cuaca menyangkut tindakan pengamanan untuk sumber, penyaluran dan penggunaan air, termasuk penghindaran banjir. Individu-individu yang mempunyai kecerdasan air perlu dilengkapi pemahaman akan lanskap setempat dan kemiringan tanah desa/dukuh/kampung untuk aliran air diharapkan berembug tentang tata air. Di tempat yang lebih tinggi perlu dipikirkan upaya penangkapan air dengan pohon-pohon besar penyimpan air. Di daerah yang rendah dipikirkan cara memanen air hujan untuk keperluan jangka panjang. Di tengah-tengah berdasar potensinya diperlukan embung-embung penyimpanan air. Lalu suplai air bersama perlu diatur menurut kapasitas sumber dan kegunaan air lainnya dengan semangat hemat, tidak membuang-buang air percuma. Penggenangan sawah untuk tanaman padi juga diharapkan memberi penghasilan lain melalui sistem mina-padi (perikanan sawah). Namun sawah yang digenangi menyebabkan pelepasan CH4 ke udara. Untuk mengatasi hal itu “cerdas karbon” dapat menjadi pembimbing.
Emisi GRK dari sektor pertanian diduga dari emisi: (a) metana (CH4) dari budidaya padi sawah (b) karbon dioksida (CO2) karena penambahan bahan kapur dan pupuk urea, (c) dinitrogen oksida (N2O) dari tanah, termasuk emisi N2O tidak langsung dari penambahan N ke tanah karena penguapan/ pengendapan dan pencucian, dan (d) non-CO2 dari biomas yang dibakar pada aktivitas pertanian. Sekitar 90% gas CH4 dilepaskan melalui pembuluh aerenkima tanaman. Namun kemampuan dalam melepaskan gas CH4 berbeda-beda, bergantung pada karakterisik varietas padi, seperti sifat, umur, dan aktivitas akar. Padi yang mempunyai jumlah anakan lebih banyak akan meningkatkan jumlah aerenkima, sehingga emisi gas CH4 semakin besar. Varietas berumur panjang (dalam) menghasilkan emisi gas CH4 yang lebih besar daripada varietas berumur pendek (genjah). Padi sawah, padi pasang surut, dan padi toleran rendaman menghasilkan emisi gas CH4 sedang, dan padi hibrida melepaskan emisi gas CH4 tinggi (Setyanto et al.,2010). Pengairan secara terputusputus (intermittent) adalah teknik tata-kelola pengairan yang paling efisien untuk mengurangi emisi gas CH4 dari lahan sawah. Penggunaan limbah pertanian untuk bioenergi dan kompos, serta pengembangan pupuk organik untuk peningkatan simpanan karbon dalam tanah, membantu pengurangan emisi GRK.
Emisi GRK dari peternakan dihitung dari emisi metana yang berasal dari fermentasi enterik ternak, dan emisi metana dan dinitro oksida yang dihasilkan dari kotoran ternak. “Cerdas nitrogen” akan mengantar gagasan dan praktek pengelolaan nitrogen perdesaan dari tinja dan urine ternak. Sistem integrasi tanaman-ternak dapat mendukung pengembangan energi biogas. Biogas dapat berasal dari
kotoran ternak yang langsung digunakan sebagai inputnya atau limbah pertanian terutama jerami padi yang telah difermentasi. “Cerdas energi” mengantar komunitas pada teknik instalasi produksi biogas dan bioenergi yang selanjutnya dapat disalurkan meluas kepada keluarga-keluarga dalam komunitas, baik menggunakan pipa PVC maupun bambu. Bioenergi dari limbah pertanian dan ternak yang diolah dalam digester dapat mengurangi emisi metana sampai 80%. Produk samping digester adalah pupuk organik yang dapat digunakan untuk tanaman dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. “Cerdas kelola pengetahuan dan teknologi” adalah kesediaan menghimpun individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan semua “cerdas-cerdas” bagi ketahanan komunitas pedesaan dan keterbukaan menerima pembaruan-pembaruan yang tepat guna, bisa diterapkan dengan aman dan mendatangkan banyak manfaat pada komunitas.
Rujukan:
Ackerman F., S. J. DeCanio, R.. Howarth, and K. Sheeran (2009). “Limitations of integrated assessment models of climate change”. Climatic Change 95, 297 – 315.
Andreas Oberheitmann. 2013. “Some Remarks on the Individual Contribution to Climate Change”. American Journal of Climate Change, 2013, 2, 198-202.
Atteridge A., M. K. Shrivastava, N. Pahuja, and H. Upadhyay (2012). “Climate policy in India: what shapes international, national and state policy?” Ambio 41 Suppl 1, 68 – 77.
Avram Hiller. 2011. “Climate Change and Individual Responsibility”. The Monist, vol. 94, no. 3, pp. 349-368.
Bappenas. 2011. Pedoman Pelaksanaan Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Tahun 2011.
Brenda B. Lin, M. Jahi Chappell, John Vandermeer, Gerald Smith, Eileen Quintero, et al. 2011. Effects of industrial agriculture on climate change and the mitigation potential of small-scale agro-ecological farms. CAB Reviews: Perspectives in Agriculture, Veterinary Science, Nutrition and Natural Resources 2011-6, No. 020.
Burney, J.A., Davis, S.J. & Lobell, D.B. 2010. Greenhouse gas mitigation by agricultural intensification. Proceedings of the National Academy of Sciences, 107(26): 12052–12057.
Claire Schaffnit-Chatterjee. 2011. Mitigating climate change through agriculture. An untapped potential. Deutsche Bank Research.
Dubash, Navroz (2012), “The Politics of Climate Change in India: Narratives of Equity and Co-Benefits,” Retrieved from: http://indiaenvironmentportal.org.in/files/file/The%20Politics%20Of%20Climate%20Change%20In%20India.pdf
Druckman, A., and Jackson, T. 2009. Mapping our Carbon Responsibilities: More Key Results from the Surrey Environmental Lifestyle MappingFramework (SELMA), RESOLVE Working Paper Series, 02-09, University of Surrey, Guildford.
DTI, 2007. Meeting the Energy Challenge: A White Paper, Department for Trade and Industry, London.
ESDM, 2008. Survey Potensi Konservasi Energi DJLPE.
ESDM, 2010. Rancangan Blue Print, Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.
FAO. 2013. Climate Smart Agriculture. SourceBook. Roma.
Global Commission on the Economy and Climate, GCEC. 2014. Better Growth, Better Climate: The New Climate Economy Report; The Synthesis Report. edited by Felipe Calderon et al. Washington, D.C.: The Global Commission on the Economy and Climate.
Happaerts, Sander., 2013. Multi-level climate governance in Belgium. HIVA – RESEARCH INSTITUTE FOR WORK AND SOCIETY. LEUVEN, Belgium.
IPCC, 2000. Land Use, Land-Use Change and Forestry, A Special Report of the IPCC. Cambridge University Press.
IPCC, 2014: Climate Change 2014: Mitigation of Climate Change. Contribution of Working Group III to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Edenhofer, O., R. Pichs-Madruga, Y. Sokona, E. Farahani, S. Kadner, K. Seyboth, A. Adler, I. Baum, S. Brunner, P. Eickemeier, B. Kriemann, J. Savolainen, S. Schlömer, C. von Stechow, T. Zwickel and J.C. Minx (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA.
Johanna Wolf. 2007. The ecological citizen and climate change. Tyndall Centre for Climate Change Research School of Environmental Sciences. University of East Anglia, Norwich, UK.
Kartikawati R., M. Ariani. H.L. Susilawati. P. Setyanto. 2011. Mitigasi GRK dari Lahan sawah. Suplemen Sinar Tani edisi 6-12 April No.3400.
Kementerian Pertanian. 2013. Panduan Inventori Gas Rumah Kaca dan Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian.
Kostka G., and W. Hobbs. 2012.Local Energy Efficiency Policy Implementation in China: Bridging the gap between national priorities and local interests. The China Quarterly 211, 765 – 785.
Morel, R. and Shishlov, I. 2014. Ex-post evaluation of the Kyoto Protocol: Four lessons for the 2015 Paris Agreement (2014).
Pat Hogan, Angela Falconer, Valerio Micale, Alex Vasa, Yuqing Yu, Xiaolu Zhao. 2012. Tracking Emissions and Mitigation Actions: Current Practice in China, Germany, Italy, and the United States. Climate Policy Initiative (CPI). San Francisco. February 2012.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. [RAN-GRK]. Sekretariat Kabinet RI. 20 September 2011.
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 67 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR Tgl 12-10-2012 No. 67 Tahun 2012/D.
Paus Fransiskus. 2015. Ensiklik Laudato Si, Tentang Pemeliharaan Rumah Kita Bersama. © Libreria Editrice Vaticana.
Peter A. Victor, 2011. Growth, degrowth and climate change: A scenario analysis. Ecol. Econ. (2011).
Ribot, Jesse C. 2009. “Vulnerability does not just Fall from the Sky: Toward Multi-scale Pro-poor Climate Policy”,‖dalam Robin Mearns and Andrew Norton (eds.), Social Dimensions of Climate Change: Equity and Vulnerability in a Warming World. Washington, DC: The World Bank.
Setyanto P. 2004. Methane Emission and it’s mitigation in rice field under different management practices in Central Java. (Thesis).UPM.
Stern, Nicholas Herbert, Siobhan Peters, Vicki Bakhshi, Alex Bowen, Catherine Cameron, Sebastian Catovsky, Di Crane, Sophie Cruickshank, Simon Dietz, Nicola Edmondson, Su-Lin Garbett, Lorraine Hamid, Gideon Hoffman, Daniel Ingram, Ben Jones, Nicola Patmore, Helene Radcliffe, Raj Sathiyarajah, Michelle Stock, Chris Taylor, Tamsin Vernon, Hannah Wanjie, Dimitri Zenghelis. 2006. Stern Review on the Economics of Climate Change. London: UK Government Economic Service.
Swenden Wilfried & Maarten Theo Jans, 2006, ‘Will It Stay or Will It Go?’ Federalism and the Sustainability of Belgium. West European Politics 29 (5): 877-894.
Tsang S., and A. Kolk. 2010. The Evolution of Chinese Policies and Governance Structures on Environment, Energy and Climate. Environmental Policy and Governance 20, 180 – 196.
UNEP, 2013. Emissions Gap Report 2013. United Nations Environment Programme (UNEP), Nairobi.
UNEP, 2015. Climate commitments of subnational actors and business: A quantitative assessment of their emission reduction impact. United Nations Environment Programme (UNEP), Nairobi.
UNFCCC. 1995. REPORT OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES ON ITS FIRST SESSION, HELD AT BERLIN FROM 28 MARCH TO 7 APRIL 1995. Addendum. PART TWO: ACTION TAKEN BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES AT ITS FIRST SESSION. FCCC/CP/1995/7/Add.1. 6 June 1995.
UNFCCC. 1998. REPORT OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES ON ITS THIRD SESSION, HELD AT KYOTO FROM 1 TO 11 DECEMBER 1997 Addendum. PART TWO: ACTION TAKEN BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES AT ITS THIRD SESSION. FCCC/CP/1997/7/Add.1. 25 March 1998.
UNFCCC. 1999. REPORT OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES ON ITS FOURTH SESSION, HELD AT BUENOS AIRES FROM 2 TO 14 NOVEMBER 1998. Addendum. PART TWO: ACTION TAKEN BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES AT ITS FOURTH SESSION. FCCC/CP/1998/16/Add.1. 25 January 1999.
UNFCCC. 2000. REPORT OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES ON ITS FIFTH SESSION, HELD AT BONN FROM 25 OCTOBER TO 5 NOVEMBER 1999. Addendum. PART TWO: ACTION TAKEN BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES AT ITS FIFTH SESSION. FCCC/CP/1999/6/Add.1. 2 February 2000.
UNFCCC. 2002. REPORT OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES ON ITS SEVENTH SESSION, HELD AT MARRAKESH FROM 29 OCTOBER TO 10 NOVEMBER 2001. Addendum. PART TWO: ACTION TAKEN BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES. FCCC/CP/2001/13/Add.1. 21 January 2002.
UNFCCC. 2003. REPORT OF THE CONFERENCE OF THE PARTIES ON ITS EIGHTH SESSION, HELD AT NEW DELHI FROM 23 OCTOBER TO 1 NOVEMBER 2002. Addendum. PART TWO: ACTION TAKEN BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES AT ITS EIGHTH SESSION. FCCC/CP/2002/7/Add.1. 28 March 2003.
UNFCCC. 2005a. Report of the Conference of the Parties on its tenth session, held at Buenos Aires from 6 to 18 December 2004. Addendum. Part Two: Action taken by the Conference of the Parties at its tenth session. FCCC/CP/2004/10/Add.1. 19 April 2005.
UNFCCC. 2013. CDM Executive Board Annual Report 2013. United Nations Climate Change Secretariat.
United Nations. 1992. United Nations Framework Convention on Climate Change. United Nations Climate Change Secretariat.
United Nations. 1998. Kyoto Protocol to The United Nations Framework Convention on Climate Change. United Nations Climate Change Secretariat.
World Resources Institute. 2014. GHG Mitigation in India: An Overview of the Current Landscape.