Raja adalah penguasa mutlak suatu kota atau negara. Di Timur Dekat kuno “raja yang sakral” merupakan norma: raja adalah pemimpin politik sekaligus keagamaan. Di Mesir, misalnya, firaun dihormati sebagai seorang dewa, sedang di Mesopotamia, khususnya Asyur, raja adalah wakil yang ilahi.
I. Tidak ada Raja selain Allah
- Kerajaan Imam yang Ideal
- Kelonggaran untuk Israel yang Condong Berdosa
II. “Kami Harus Punya Seorang Raja Atas Kami”
- Kekacauan Menimbulkan Keinginan akan Seorang Raja
- Batasan Perjanjian Tentang Raja
III. Raja-raja Israel dan Yehuda
- Saul
- Daud, Raja yang Ideal
- Kemerosotan Dari yang Ideal
- Akhir Kerajaan
IV. Mesias
I. Tidak ada Raja selain Allah
- Kerajaan Imam yang Ideal
Suku-suku Israel pada mulanya tidak punya raja selain Tuhan. Perjanjian yang dibuat dengan Abraham memungkinkan fondasi Kerajaan Allah di dunia. Konsepsi pertama Israel mengenai ke-raja-an (kingship) adalah dalam kerangka teokrasi (Tuhan adalah raja), bukan monarki (raja duniawi yang memerintah sebagai wakil Tuhan). Dengan perjanjian Sinai, Tuhan berbicara langsung kepada Israel, yang disebutNya “anakKu yang sulung” (Kel 4:22), dan menyatakan bahwa “kamu akan menjadi bagiKu kerajaan imam dan bangsa yang kudus” (Kel 19:6). Dalam Hukum yang diberikan di Sinai, tidak ada ketentuan bagi seorang raja selain Tuhan.
Kitab Suci jelas menyatakan bahwa Tuhan sendirilah yang menjadi raja atas Israel (Kel 15:1-8; Bil 23:21; Hak 8:23; 1 Sam 8:7; 10:19; 12:12), dan sekalipun sudah ada dalam zaman kerajaan yang bersifat monarki Mazmur-mazmur masih menggambarkan bahwa raja yang sesungguhnya dari Israel adalah Tuhan (bdk Mzm 8, 15, 24, 29, 33, 46, 47, 48, 50, 75, 76, 81, 82, 84, 87, 93, 95, 96-99, 114, 118, 132, 149).
2. Kelonggaran untuk Israel yang Condong Berdosa
Tetapi perjanjian pertama di Sinai (lihat Kel 19-24) sudah dilanggar oleh kekejian penyembahan anak lembu emas (Kel 32). Sesudah itu, bangsa Israel berasa dalam status hukuman percobaan di bawah pengawasan hukum para Imam-imam Lewi (bdk Kel 34-40; Im 1-26). Kitab Ulangan menyediakan banyak kelonggaran bagi sifat Israel yang condong kepada dosa, di antaranya adalah izin bagi Israel untuk mempunyai seorang raja: “hanyalah raja yang dipilih Tuhan, Allahmu, yang harus kauangkat atasmu” (Ul 17:14-15).
II. “Kami Harus Punya Seorang Raja Atas Kami”
- Kekacauan Menimbulkan Keinginan akan Seorang Raja
Sesudah menaklukkan Kanaan, permusuhan yang datang dari bangsa-bangsa lain menimbulkan kebutuhan suku-suku Israel untuk mengandalkan kepemimpinan tokoh karismatis tertentu demi kelangsungan mereka. Inilah masa Hakim-hakim, para prajurit pahlawan yang menerima wewenang dari Tuhan untuk bertindak sebagai hakim [pemimpin] ilahi (Hak 11:27), pembebas, dan pahlawan yang menjamin kelangsungan Israel (Hak 6:34).
Tetapi Hakim-hakim hanya menyatukan Israel selama ada ancaman dari luar saja. Begitu ada damai sebentar, kesatuan itu luntur, dan bangsa mulai terjerumus dalam kekacauan, dan musuh-musuh mereka lalu melihat kesempatan. Rakyat mulai meminta seorang raja, dengan harapan adanya suatu pemerintahan yang terpusat dapat menjamin stabilitas bagi dunia mereka yang secara kronis gonjang-ganjing. Tuhan mengizinkan Samuel mengurapi seorang raja untuk memenuhi permintaan rakyat – awal dari menjauhnya Kerajaan Allah yang benar, yang seharusnya diikuti oleh Israel (1 Sam 8).
2. Batasan Perjanjian Tentang Raja
Perjanjian versi Kitab Ulangan seperti yang kita lihat, mengizinkan adanya pranata berupa suatu monarki. Selain itu Tuhan telah menjanjikan raja-raja pada Abraham dan Sara (Kej 17:16), dan kepada Yakub dijanjikan martabat rajawi bagi keturunan anaknya, Yehuda (Kej 49:8-10). Namun berdasarkan ketetapan perjanjian kitab Ulangan, raja harus mengikuti tiga pembatasan: ia tidak boleh mengawini banyak istri bagi dirinya sendiri; ia tidak boleh menimbun emas dan perak dalam jumlah besar demi dirinya sendiri. Selain itu, ia harus membuat salinan ketetapan hukum kitab Ulangan, dan harus membacanya setiap hari di sepanjang hidupnya (Ul 17:16-20). Maksud utama dari peraturan itu adalah untuk mencegah raja-raja terpuruk dalam semacam penyembahan berhala seperti yang dialami tetangga-tetangga di Timur Dekat dengan raja yang berkuasa bagaikan ilahi.
Namun kelonggaran dari Tuhan yang mengizinkan Israel punya seorang raja hanyalah demi mengakomodasi sifat Isarel yang condong kepada dosa. Permintaan mereka akan seorang raja sudah menyiratkan penolakan mereka pada Tuhan sebagai raja sekaligus menunjukkan kurangnya kepercayaan pada kepemimpinan Tuhan. Maka Samuel memberi kesempatan kepada bangsa itu untuk memikirkan kembali permintaannya: “Inilah cara yang akan dilakukan raja yang akan memerintah kamu,” katanya sambil memaparkan serangkaian penyalahgunaan kekuasaan yang pasti akan dilakukan raja-raja (1 Sam 8:11-18). Tetapi bangsa itu tetap menginginkan seorang raja: “Tidak, harus ada raja atas kami; maka kamipun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang” (1 Sam 8:19-20).
III. Raja-raja Israel dan Yehuda
- Saul
Kemudian Tuhan mengarahkan Samuel supaya mengurapi Saul (1 Sam 9:16). Mulanya pemerintahan Saul tampak berhasil, dengan berbagai kemenangan dalam pertempuran dan suku-suku tampak bersatu. Tetapi Saul membuat kekeliruan fatal karena tidak mau menunggu Samuel dan mempersembahkan korban sendiri. Karena dosanya itu Saul tidak punya harapan untuk melangsungkan suatu dinasti pengganti (1 Sam 13). Ketika dosanya menjadi-jadi dengan tidak mematuhi perintah Tuhan dalam perang melawan suku Amalek, ia malah kehilangan hak atas kerajaan (1 Sam 15). Saul mati dalam keadaan yang memalukan (1 Sam 31) dan Daud diangkat sebagai raja pilihan Tuhan.
2. Daud, Raja yang Ideal
Generasi-generasi selanjutnya mengenang Daud sebagai raja yang ideal bagi Israel, dan dinastinya berlangsung selama tiga setengah abad. Makna yang penting dari pemerintahannya sebagai raja berasal dari perjanjian Daud yang dicantumkan dalam 2 Sam 7. Ketika Daud telah ditetapkan sebagai raja, telah mengalahkan musuh-musuh |Israel dan telah menaklukkan Yerusalem, ia telah dapat memenuhi keketapan-ketetapan perjanjian kitab Ulangan dan menciptakan suatu tempat suci pusat di Yerusalem, tempat tinggal yang dipilih Tuhan bagi NamaNya, memenuhi Ul 12. Tabut Perjanjian dipindahkan ke Yerusalem (2 Sam 6) dan Daud mengenakan pakaian seperti imam Lewi dan menari-nari di hadapan tabut itu ketika dibawa masuk ke dalam kota. Ia mengenakan pakaian dan bertindak selaku imam bagaikan seorang Melkisedek yang baru, keduanya imam dan raja, dan dengan demikian merupakan tipologi bagi Mesias, yang merupakan kesatuan sempurna fungsi imam-raja.
Daud menjadi model raja, bukan karena ia tidak berdosa, tetapi karena ia tidak pernah terperosok dalam penyembahan berhala. Ia bersalah melakukan pelanggaran moral, tetapi ia tidak pernah menyimpang dari ibadat yang benar kepada Tuhan. Perannya sebagai raja terpusat pada Tuhan dan ibadat yang benar yang hanya untukNya. Dengan cara itulah ia merujuk kepada kerajaan universal yang dikehendaki Tuhan. Jika imam-raja setia, berkat karunia akan datang menyusul. Selanjutnya, putera dan pengganti Daud, Salomo, mendapatkan karunia kebijaksanaan dari Tuhan, dan dengan itu ia membangun Bait Allah. Salomo, putera Daud, juga mendapatkan “rehat” dari musuh-musuh seperti yang dijanjikan Tuhan pada daud (2 Sam 7:10) – suatu istirahat yang merupakan tipologi surga. Kedua raja menempatkan Tuhan sebagai pusat kehidupan bangsa dan negara: mereka menjadikan |Yerusalem suatu pusat spiritual dan politik bagi umat Tuhan.
3. Kemerosotan Dari yang Ideal
Kesetiaan para raja tidak bertahan lama. Dosa Daud dengan Batsyeba (2 Sam 11-12) memulai kemerosotan pemerintahannya, dan kemerosotan moral itu berlanjut dalam pemerintahan puteranya. Salomo melanggar ketiga batasan yang ditetapkan kitab Ulangan bagi raja: ia menimbun kekayaan, senjata dan isterinya semakin banyak, dan pemerintahannya semakin menjadi tirani. Kesatuan kerajaan tersudut hingga sampai batas akhirnya di bawah Salomo, dan akhirnya pecah di bawah Rehabeam. Dalam pemerintahannya, satuan kerajaan terbelah menjadi kerajaan Israel di sebelah utara (yang terdiri dari sepuluh suku yang memberontak di bawah Yerobeam) dan kerajaan Yehuda di selatan.
Banyak raja Yehuda dan Israel lemah dan jahat, serta sering terpeleset ke dalam penyembahan berhala. Para nabi memperingatkan kedua kerjaan bahwa ketidaksetiaan mereka akan menghasilkan kehancuran bagi mereka. Kadang-kadang upaya reformasi diluncurkan, misalnya usaha yang bersungguh-sungguh di bawah raja Yosia (2 Raj 22-23), tetapi pemerintahan berikutnya selalu mundur kembali.
4. Akhir Kerajaan
Kegagalan, korupsi, kekerasan dan penyembahan berhala yang dilakukan banyak raja Isarel menyebabkan ditaklukkannya dan runtuhnya kerajaan utara pada tahun 722 SM oleh bangsa Asyur. Kerajaan Yehuda menyusul pada tahun 586 SM di tangan Babilonia. Ketika itu Yerusalem jatuh dan Bait Allah dihancurkan.
Lihat juga: KITAB RAJA-RAJA
IV. Mesias
Perkataan para nabi telah menubuatkan bencana yang sedang mengancam bangsa Israel, tetapi mereka juga menyampaikan harapan masa depan. Yesaya, Yeremia, Hagai, Zakharia dan Maleakhi berbicara tetang harapan yang lahir dari puing-puing reruntuhan melalui suatu bangsa yang telah dimurnikan, yang pulang dari pengasingan. Harapan masa depan ini akan diwujudkan oleh Mesias, raja ideal yang akan datang dari keturunan Daud dan memulihkan kerajaan. Harapan akan Mesias dari Israel menemukan pemenuhannya di dalam Yesus Kristus (Rm 1:1-4) (KGK 440, 453, 547).
Kristus mewartakan, “Waktunya sudah genap, Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15). Kristus menegaskan kerajaanNya yang datang dari surga dalam percakapanNya dengan Pilatus (Yoh 18:33-38). Sebagai pemenuhan rencana Allah akan keselamatan, Kristus diurapi oleh Bapa dengan Roh Kudus dan menjadi imam, nabi dan raja sekaligus (Kis 10:38). Ia menyongsong kerajaanNya melalui wafat dan kebangkitanNya, sampai ia naik ke tahtaNya di sebelah kanan Bapa di surga (Mrk 16:19; Kis 2:29-36). Dari sana ia memerintah segala zaman sebagai Tuhan yang berkuasa atas alam semesta (1 Kor 15:25-28; Ef 1:16-23) dan mengundang semua manusia untuk memasuki KerajaanNya melalui baptis (Yoh 6:5), menerima urapan Mesianis (1 Yoh 2:20.27) dan ikut serta dalam tugasNya sebagai nabi, imam dan raja (KGK 783, 786, 908, 2105)