Mikha (nama Ibrani, artinya: “Siapa yang seperti Tuhan?”) Salah seorang nabi kecil dalam Perjanjian Lama. Mikha ini hendaknya tidak dirancukan dengan Mikha[ya], putera Yimla, seorang nabi pada zaman Ahab dari Israel (1 Raj 22:8) (Lih Kitab Mikha)
Kitab Mikha
Nabi kecil yang keenam dalam Perjanjian Lama, Mikha, melaksanakan karya kenabiannya pada abad kedelapan pada masa raja-raja Yotam, Ahaz dan Hizkia dari Kerajaan Yehuda. Mikha mengecam ketidak-adilan dan korupsi para imam, nabi-nabi palsu, pejabat dan rakyat. Ia juga mengumumkan keadilan dan hukuman yang akan menimpa Samaria dan Yehuda serta meramalkan pemulihan Israel.
I. PENGARANG DAN WAKTU PENULISAN
Tidak banyak yang diketahui tentang Mikha, kecuali bahwa ia berasal dari Moresyet (Mi 1:1; bdk Yer 26:18), sebuah desa yang juga dikenal dengan Moresyet-Gat (Mi 1:14) sekitar 32 kilometer di sebelah baratdaya Yerusalem. Ia hidup sezaman dengan Yesaya, Amos dan Hosea. Mikha bekerja di Yehuda sebelum Samaria jatuh (Mi 1:2-7) pada tahun 722 SM dan menjadi saksi serbuan Asyur atas Yehuda di tahun 701 SM di bawah pimpinan Sanherib. Satu-satu keterangan tentang nabi ini di luar kitab Mikha berasal dari Yeremia, yang memberitahukan kepada kita bahwa perkataan Mikha cukup terkenal dan berpengaruh:
“Mikha, orang Moresyet itu, telah bernubuat di zaman Hizkia, raja Yehuda. Dia telah berkata kepada segenap bangsa Yehuda: Beginilah firman Tuhan semesta alam: Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan. Apakah Hizkia, raja Yehuda, beserta segenap Yehuda membunuh dia? Tidakkah ia takut akan Tuhan, sehingga ia memohon belas kasihan Tuhan, agar Tuhan menyesal akan malapetaka yang diancamkan-Nya atas mereka? Dan kita, maukah kita mendatangkan malapetaka yang begitu besar atas diri kita sendiri?” (Yer 26:18-19).
Nyaris tak ada alasan untuk meragukan bahwa perkataan yang tercantum dalam kitab itu berasal dari nabi Mikha, walaupun mungkin pula para muridnyalah yang menyampaikannya dalam bentuk tertulis. Para ahli yang kritis cenderung meragukan autentisitas bab 6-7 kitab Mikha, namun keraguan ini umumnya lebih berkaitan dengan keengganan menerima kemungkinan yang sebenarnya dari nubuat itu, ketimbang dengan perbedaan gaya sastra yang menunjukkan bahwa teks itu dituliskan lebih belakangan di kemudian hari atau oleh pengarang yang lain.
Terdapat kesepakatan luas bahwa kitab Mikha menerima bentuk akhirnya dalam masa sesudah Pembuangan. Namun masing-masing khotbah di dalamnya berasal dari masa hidup nabi itu sendiri. Ada sebagian yang berasal dari masa sebelum tahun 722 SM (misalnya Mi 1:2-7), sedang yang lain kiranya mencerminkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di tahun 701 SM.
II. ISI
- Nubuat tentang Hukuman atas Samaria dan Yehuda (Mi 1:1-3:12)
a. Pernyataan Maksud (Mi 1:1)
b, Hukuman atas Samaria (Mi 1:2-7)
c. Hukuman atas Yehuda (Mi 1:8-16)
d. Kutuk atas Kejahatan (Mi 2:1-11)
e. Janji Mengenai Sisa-sisa Israel (Mi 2:12-13)
f. Kecaman atas Penguasa dan nabi-nabi (Mi 3:1-8)
g. Pernyataan tentang Sion (Mi 3:9-12).
2. Nubuat tentang Pemulihan di Masa Depan (Mi 4:1-5:15)
a.Datangnya Kerajaan Allah (Mi 4:1-13)
b. Pemulihan Sion (Mi 5:1-15)
3. Peringatan Terakhir dan Dorongan Semangat (Mi 6:1—7:20)
a. Tantangan Bagi Israel (Mi 6:1-16)
b. Kebobrokan Masyarakat (Mi 7:1-17)
c. Kasih dan Kerahiman Allah (Mi 7:18-20).
III. MAKSUD DAN TEMA
Mikha bersama-sama dengan Yesaya yang sezaman dengannya sangat prihatin atas kemerosotan moral dan rohani dalam kerajaan Yehuda. Inti keprihatinannya adalah ketidaksetiaan orang-orang Yehuda pada ketetapan perjanjian yang menjadi dasar bagi kehidupan Yehuda. Bangkitnya penyembahan berhala dan kekafiran merupakan ancaman besar bagi stabilitas masyarakat perjanjian. Dalam menyatakan pesan kenabiannya, Mikha menggunakan pola tradisional yang mengawalinya dengan suatu pesan tentang kebinasaan yang sedang membayang, namun menambahkan bahwa bencana itu dapat dihindarkan jika rakyat Yehuda bertobat dan kembali setia kepada Tuhan perjanjian. Namun, sekalipun seandainya Yerusalem akhirnya jatuh juga, masih ada harapan di kemudian hari, sebab seorang raja keturunan Daud akhirnya akan datang dari kota asal Daud sendiri : “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai engkau yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala” (Mi 5:2). Matius mengutip kata-kata ini sebagai nubuat yang menyatakan tempat kelahiran Mesias (Mat 2:6).
Dalam menyatakan pesan kenabiannya, Mikha menggunakan pola tradisional yang mengawalinya dengan suatu pesan tentang kebinasaan yang sedang membayang, namun menambahkan bahwa bencana itu dapat dihindarkan jika rakyat Yehuda bertobat dan kembali setia kepada Tuhan perjanjian.
Nubuat itu sendiri dibagi menjadi tiga bagian. Bagian yang pertama (Mi 1:1-3:12) berkaitan dengan hukuman yang akan menimpa orang berdosa. Ramalan mengenai kebinasaan Samaria (Mi 1:2-7) dikemukakan sebelum tahun 722 SM, sedang nubuat-nubuat selanjutnya mungkin berasal dari tahun 701 sekitar serbuan Sanherib (Mi 1:8-16). Bab 2 dan 3 kitab Mikha memaparkan dosa-dosa yang dilakukan rakyat Yehuda. Jika Amos dan Hosea lebih sibuk memerhatikan penyembahan berhala yang melanda dan akhirnya akan menghancurkan kerajaan utara (Israel), Mikha memusatkan keprihatinannya atas ketidak-adilan sosial yang begitu marak di kerajaan selatan. Ia mengecam orang-orang kaya yang memeras kaum miskin dan mengecam para pedagang, hakim dan imam-imam serta nabi-nabi yang korup. Kemarahannya lebih khusus tertuju kepada para imam dan nabi-nabi karena mereka gagal memenuhi tugas yang diberikan Tuhan untuk membimbing rakyat. Ia menuduh mereka bertanggungjawab langsung atas kemerosotan moral yang terjadi di Samaria dan juga di Yerusalem. Sebagaimana rekan-rekan sezamannya, nabi Mikha juga melihat hukuman ilahi sedang akan dilaksanakan terhadap umat Allah oleh bangsa asing yang kafir.
Bagian kedua dari nubuat nabi Mikha (Mi 4:1-5:14) dimulai dengan kata-kata yang juga terdapat dalam Yes 2:2-4, perkataan yang membentuk suatu nubuat harapan bagi masa depan. Bagian yang ketiga (Mi 6:1-7:20) merupakan adegan pengadilan di mana Tuhan bertindak sebagai jaksa penuntut yang mengajukan perkara melawan umatNya. Ketika ditanyakan bagaimana seharusnya rakyat beribadat dan menyampaikan korban persembahan, jawabannya merupakan suatu pernyataan yang sangat kuat: “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mi 6:8).
Ramalan Mikha atas bencana bagi Yerusalem masih diketahui seabad kemudian ketika dengan kata-kata yang serupa Yeremia bahkan mendapat ancaman akan dibunuh (Yer 26:18). Bagi Mikha kejatuhan yang menyedihkan dari Yerusalem tak dapat dihindarkan lagi karena kerusakan yang berkelanjutan dengan penyembahan berhala dan kebobrokan moral kerajaan. Seruannya agar bertobat dan membarui diri menyentuh hati Raja Hizkia dan menggerakkannya untuk melakukan pertobatan (Yer 26:16-19).