Oleh Bambang Kussriyanto
Menghadapi dan Mengatasi Dampak yang Merugikan
Memertahankan tingkat pemanasan global di bawah 2oC melalui kegiatan mengurangi emisi GRK akan dapat mencegah dampak yang sangat serius dari perubahan iklim di masa depan. Namun, sebelum sasaran iklim itu terwujud, tanpa menunggu masa depan, sekarang pun sudah banyak dampak yang merugikan dari perubahan iklim dialami dan dirasakan warga di banyak negara. “Dalam beberapa dasawarsa terakhir pemanasan global telah disertai kenaikan permukaan laut secara terus menerus dan, dan tampaknya juga disertai peningkatan cuaca ekstrim,…” [Paus Fransiskus 2015. Art. 23]. Dari bab-bab yang terdahulu kita berulang membaca tentang fenomena bencana alam seperti banjir, topan, gelombang panas, kekeringan, tanah longsor, wabah penyakit yang nyata. Yang ditengarai berhubungan dengan iklim yang sedang berubah. Kita juga menyadari ancaman bahaya bencana dampak dari perubahan iklim yang tidak tampak namun diperkirakan, seperti pelapukan mineral batuan, asidifikasi lautan, pemutihan terumbu karang, kenaikan permukaan laut, yang prosesnya terjadi sangat pelan pada ekosistem kita. Menurut Paus Fransiskus : “Pemanasan yang berdampak atas siklus karbon menciptakan suatu lingkaran setan yang bahkan lebih memperburuk situasi, yang mempengaruhi ketersediaan sumber daya penting seperti air minum, energi dan produksi pertanian di daerah yang lebih panas, dan menyebabkan punahnya sebagian dari keanekaragaman hayati di planet ini. Mencairnya es di kutub dan di dataran tinggi dapat menyebabkan pelepasan gas metana yang berbahaya,… Polusi karbon dioksida meningkatkan keasaman lautan dan mengubah rantai makanan laut. Jika tren ini terus berlanjut, abad ini mungkin menyaksikan perubahan iklim yang luar biasa dan kerusakan eko-sistem yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan akibat yang serius bagi kita semua….” [Ibid. Art. 24]. Misalnya tenggelamnya pulau-pulau kecil yang membuat penduduk atau penggarapnya berpindah tempat, “situasi yang sangat serius, jika kita ingat bahwa seperempat dari penduduk dunia tinggal di pantai atau di sekitarnya, dan bahwa sebagian besar kota-kota besar kita terletak di daerah pesisir” [op.cit], merosotnya daya dukung ekosistem darat dan laut pada produksi pangan, kelangkaan air tawar, timbulnya wabah penyakit yang tak lagi beraturan terkait perubahan iklim. Maka berhadapan dengan dengan dampak merugikan, baik yang sungguh nyata, maupun dampak yang mengancam berangsur-angsur tidak kelihatan dari perubahan iklim, sudah ada kebutuhan warga dunia yang sangat mendesak akan langkah-langkah tindakan adaptasi.
“Perubahan iklim merupakan masalah global dengan implikasi serius atas lingkungan alam, sosial, ekonomi, politik dan atas distribusi barang-barang” [Ibid. Art. 25]. Adaptasi dilakukan pada semua sektor yang terkena implikasi dampak. Semua negara di dunia akan mengalaminya, kendati sebagian pada tingkat teringan. Beberapa negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, khususnya negara yang terbelakang (Least Developed Countries, LDCs) dan negara pulau kecil yang sedang berkembang (Small Island Developing States, SIDS) sudah merasakan dampak itu sekarang. “Dampaknya yang terburuk mungkin akan dirasakan oleh negara-negara berkembang dalam beberapa dekade mendatang. Banyak orang miskin tinggal di daerah yang terkena dampak utama fenomena yang terkait dengan pemanasan, dan penghidupan mereka sangat tergantung pada cadangan alam dan pada upaya ekosistem seperti pertanian, perikanan dan kehutanan. Mereka tidak memiliki kegiatan keuangan atau sumber-sumber lain yang dapat memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan iklim atau menghadapi bencana alam, dan akses mereka kepada pelayanan dan jaminan sosial sangat terbatas” [op.cit]. Negara yang paling miskin dan lapisan masyarakat yang paling rentan [kaum miskin, perempuan, anak-anak dan para lanjut usia] adalah pihak-pihak yang paling terpukul. Sejak penyusunan konsep Kerangka Konvensi Perubahan Iklim PBB pada tahun 1992, soal adaptasi terhadap dampak perubahan iklim sudah dipikirkan dan dituangkan dalam ketentuan-ketentuan Konvensi.
Ketentuan Adaptasi Dalam Konvensi
Sepanjang sejarah, masyarakat biasa menyesuaikan diri dan mengatasi penyimpangan iklim, baik pada skala waktu bulanan, musiman maupun tahunan, maupun pada ruang wilayah tertentu. Sebagian proses itu berlangsung wajar, oleh sebab-sebab yang alamiah. Namun dimensi perubahan iklim global karena efek gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia diperkirakan melampaui batas pengalaman masyarakat di masa lalu dalam ragam, intensitas, luasnya, durasinya maupun kekerapannya. Sebagian fenomena disebut sebagai peristiwa “cuaca ekstrem” atau “iklim ekstrem”. Sementara sifat perubahan yang sesungguhnya belum dapat diperkirakan dengan tepat, bukti-bukti perubahan yang luas dan aneka dampaknya semakin hari semakin bertambah-tambah. Maka adaptasi atas perubahan iklim global pertama-tama disikapi secara global, melalui kerjasama negara-negara di seluruh dunia.
Adaptasi sudah banyak disebut dan diuraikan dalam berbagai tulisan, namun belum ada pengertian umum yang mantap tentangnya. Konteks pembicraan sangat penting diperhatikan, di mana adaptasi pada umumnya diartikan sebagai penyesuaian, baik menyangkut proses maupun hasil.
IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) selaku badan penunjang Konvensi Perubahan Iklim PBB menggunakan pengertian adaptasi yang luas, meliputi adaptasi oleh ekosistem maupun adaptasi oleh masyarakat, termasuk kemungkinan untuk memetik manfaat dari perubahan iklim juga: “Adaptation is the adjustment in natural or human systems in response to actual or expected climatic stimuli or their effects, which moderates harm or exploits beneficial opportunities”, [adaptasi adalah penyesuaian dalam sistem alam atau sistem manusia, dalam menanggapi rangsangan iklim atau dampaknya, baik yang nyata maupun yang diperkirakan, untuk mengurangi kerugian atau mengeksploitasi peluang yang menguntungkan] [Parry ML et al. 2007].
UNDP (United Nations Development Programme) yang banyak berurusan dengan bidang tata-kelola menekankan peningkatan, pengembangan dan pelaksanaan “strategi-strategi” untuk menanggapi dampak perubahan iklim: “Adaptation is a process by which strategies to moderate, cope with and take advantage of the consequences of climate events are enhanced, developed and implemented” [Adaptasi adalah proses di mana strategi-strategi untuk melunakkan, mengatasi dan mengambil manfaat dampak kejadian-kejadian yang terkait iklim ditingkatkan, dikembangkan dan dilaksanakan].
Suatu pendekatan praktis pragmatik dari negara-negara berkembang yang adalah aktor adaptasi merumuskan adaptasi pada perubahan iklim sebagai “upaya penyesuaian berkat dorongan manusia pada proses-proses dalam sistem atau kebijakan ekologis, sosial atau ekonomi , menanggapi rangsangan aktual atau yang diperkirakan dari iklim serta akibat-akibat atau dampaknya” (Least Developing Countries Expert Group, LEG).
Indonesia memahami adaptasi demikian: “Penyesuaian dalam sistem alam atau sistem buatan manusia untuk menjawab rangsangan atau pengaruh iklim, baik yang bersifat aktual ataupun perkiraan, dengan tujuan mengontrol bahaya yang ditimbulkan atau memberikan kesempatan yang menguntungkan. Adaptasi dapat juga didefinisikan sebagai usaha alam atau manusia menyesuaikan diri untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang sudah atau mungkin terjadi” [Bappenas. 2014, xxi].
Sebagai pegangan universal, Kerangka Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) 1992 menetapkan: semua pihak dalam Konvensi wajib “Merumuskan, mengimplementasikan, mempublikasikan dan secara teratur melakukan pembaruan program-program nasional, dan jika mungkin regional, yang berisi langkah-langkah untuk… fasilitasi adaptasi terhadap perubahan iklim [UNFCCC Artikel 4.1(b)].
Semua pihak dalam Konvensi seharusnya “Bekerja sama dalam memersiapkan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim; menyusun dan menjabarkan rencana-rencana yang tepat dan terpadu atas manajemen zona pesisir, sumber air dan pertanian, dan perlindungan serta rehabilitasi daerah … yang terdampak kekeringan dan perluasan gurun serta kebanjiran” [UNFCCC Artikel 4.1(e)].
Semua pihak dalam Konvensi seharusnya “Sejauh mungkin memerhitungkan perubahan iklim dalam kebijakan dan tindakan sosial, ekonomi dan lingkungan yang relevan, dan dengan menerapkan metode yang tepat, misalnya penilaian atas dampak, secara nasional merumuskan dan mengambil keputusan mengenai proyek-proyek atau tindakan yang diambil untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dengan maksud meminimalkan dampak yang merugikan atas perekonomian, atas kesehatan masyarakat, atas kerusakan lingkungan” [UNFCCC Artikel 4.1(f)].
Pihak-pihak negara maju dalam Konvensi seharusnya “juga membantu pihak-pihak negara berkembang yang paling rentan terhadap dampak merugikan dari perubahan iklim dalam pendanaan biaya adaptasi terhadap dampak yang merugikan itu” [UNFCCC Artikel 4.4].
Pihak-pihak negara maju dalam Konvensi seharusnya “memerhatikan sepenuhnya tindakan apa yang perlu dilakukan sesuai Konvensi, termasuk tindakan yang terkait dengan pendanaan, jaminan dan alih teknologi, untuk memenuhi kebutuhan khusus dan keprihatinan pihak-pihak negara berkembang yang berkenaan dengan dampak yang merugikan dari perubahan iklim …” [UNFCCC Artikel 4.8].
Pihak-pihak negara maju dalam Konvensi seharusnya “memperhitungkan kebutuhan khusus dan situasi istimewa negara-negara yang terbelakang dalam tindakan mereka sehubungan dengan pendanaan dan alih teknologi” [UNFCCC Artikel 4.9].
Bahwa sejauh ini Konvensi telah diterima dan diratifikasi oleh 195 negara menunjukkan fakta bahwa ketentuan-ketentuan di atas sudah dipahami dan berlaku, mengikat semua pihak.
Dinamika Kemajuan Persetujuan Adaptasi Dalam Konvensi
Menurut struktur Konvensi Perubahan Iklim PBB, selanjutnya keputusan-keputusan berkenaan dengan adaptasi perubahan iklim dirundingkan oleh Pihak-pihak dalam Konferensi Para Pihak (Conference of Parties, COP). Keputusan-keputusan terkait juga diambil melalui COP dari tahun ke tahun. Maka bersamaan dengan bergulirnya waktu dan urgensi, terjadi dinamika internasional berkenaan dengan adaptasi pada perubahan iklim di dalam Konvensi.
Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang merugikan, sesuai ketentuan Konvensi, memerlukan strategi-strategi jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang harus cost effective, dengan memerhitungkan implikasi penting bidang sosio-ekonomis implications, dan di negara berkembang yang adalah Pihak dalam Konvensi harus dilaksanakan atas basis tahap demi tahap.
Dalam COP-1 Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) tahun 1995 di Berlin, sebenarnya sudah ada pembahasan dasar mengenai adaptasi, termasuk juga keputusan tentang dana . Keputusan 11/CP1/1995 tentang Initial guidance on policies, programme priorities and eligibility criteria to the operating entity or entities of the financial mechanism (Pedoman Awal tentang Kebijakan, Program dan Kriteria Pilihan Bagi Entitas Pelaksana dan Entitas Mekanisme Keuangan) menyatakan:
Pasal 1, huruf (d), mengenai adaptasi, kebijakan, prioritas program dan kriteria pilihan berikut ini berlaku:
(i) Adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang merugikan, sesuai ketentuan Konvensi, memerlukan strategi-strategi jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang harus cost effective, dengan memerhitungkan implikasi penting bidang sosio-ekonomis implications, dan di negara berkembang yang adalah Pihak dalam Konvensi harus dilaksanakan atas basis tahap demi tahap. Dalam jangka pendek, adalah tahapan berikut:
– Tahap I: Perencanaan, yang meliputi kajian atas dampak yang mungkin dari perubahan iklim, untuk mengenali wilayah atau kawasan yang rentan dan pilihan kebijakan adaptasi serta pengembangan kapasitas secara tepatguna;
(ii) Dalam jangka menengah dan jangka panjang tahap-tahap berikut diperikan untuk wilayah atau kawasan yang rentan, yang telah dikenali dalam Tahap I:
– Tahap II: Tindakan, termasuk kelanjutan pengembangan kapasitas, yang dilaksanakan sebagai persiapan adaptasi, seperti yang telah ditetapkan dalam (UNFCCC) Artikel 4.1(e);
– Tahap III: Tindakan fasilitasi adaptasi yang memadai, termasuk pemberian jaminan asuransi, dan langkah adaptasi lain yang diuraikan dalam (UNFCCC) Artikel 4.1(b) dan 4.4;
(iii) Berdasar hasil kajian Tahap I, dan kajian ilmiah serta teknis yang relevan lainnya, semisal dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dan berdasar setiap bukti nyata terjadinya dampak yang merugikan dari perubahan iklim, COP dapat memutuskan bahwa sudah perlu untuk melaksanakan tindakan yang dijabarkan dalam Tahap II dan III, selaras dengan hasil-hasil kesimpulan Komite dan dengan ketentuan-ketentuan Konvensi;
(iv) Pendanaan implementasi tindakan dan kegiatan adaptasi termaksud ditetapkan sebagai berikut:
– Untuk Tahap I, COP ke-1, dalam sidangnya memercayakan kepada Global Environment Facility (GEF), entitas pelaksana mekanisme keuangan sementara, tugas mendanai sepenuhnya kegiatan yang diperlukan menurut Artikel 12.1 Konvensi. Ini meliputi pendanaan sepenuhnya kegiatan adaptasi yang dilakukan dalam konteks penyusunan komunikasi nasional; kegiatan termaksud meliputi kajian atas dampak yang mungkin dari perubahan iklim, pengenalan pilihan-pilihan yang tersedia untuk implementasi ketentuan-ketentuan adaptasi (terutama persyaratan pokok dalam Artikel 4.1(b) dan 4.1(e) Konvensi), serta pengembangan kapasitas yang relevan;
– Jika menurut par (iii) di atas ditetapkan, bahwa sudah menjadi perlu untuk melaksanakan tindakan yang dirumuskan dalam Tahap II dan III, maka Pihak-pihak yang termasuk dalam Annex II Konvensi harus menyediaan pendanaan untuk pelaksanaan tindakan adaptasi yang dirumuskan dalam Tahap-tahap tersebut menurut komitmen mereka sesuai artikel 4.3 dan 4.4 Konvensi;
– Dalam meninjau mekanisme keuangan Konvensi menurut artikel 11.4, COP dengan memerhitungkan kajian dan pilihan adaptasi yang telah dilakukan dalam Tahap I, setiap bukti yang ada tentang dampak perubahan iklim yang merugikan, kesimpulan yang didapatkan Panitia dan keputusannya sendiri terkait hal tersebut, harus menentukan saluran atau saluran-saluran mana yang akan digunakan untuk pendanaan yang disebut dalam paragraf terdahulu sesuai Artikel 11 Konvensi, untuk pelaksanaan tindakan adaptasi yang dirumuskan dalam Tahap II dan III. [UNFCCC. 1995. Hal 36-38].
Dalam COP-2/1996 di Geneva, sementara percakapan menggebu-gebu mengenai langkah yang diperlukan untuk mengurangi pemanasan global dan soal-soal yang menyangkut upaya mitigasi perubahan iklim, yaitu komitmen pengurangan emisi GRK, sempat muncul pertanyaan : bukankah kita perlu melakukan adaptasi? Hal itu berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang merugikan, yang dihadapi negara-negara berkembang.
Dalam COP-3/1997 Kyoto yang sesungguhnya terfokus pada upaya perumusan Protokol Kyoto, soal adaptasi mendapat pijakan pada Artikel 2.3 Protokol, di mana pihak-pihak diharuskan melaksanakan kebijakan dan tindakan “… untuk meminimalkan dampak yang merugikan dari perubahan iklim” sesuai Artikel 4.8 dan 4.9 Konvensi. Artikel 10 huruf (b) Protokol mengharuskan pihak-pihak “merumuskan, melaksanakan, mempublikasikan dan melakukan pembaruan berkala program nasional, dan jika mungkin, program regional yang berisi tindakan… untuk memudahkan adaptasi yang memadai terhadap perubahan iklim.” Ketentuan khusus mengenai pendanaan adaptasi dirumuskan dalam Artikel 12.8 Protokol, di mana “Pihak-pihak harus memastikan bahwa sebagian dari proses CDM digunakan untuk membantu pihak-pihak negara berkembang yang terutama sangat rentan terhadap dampak yang merugikan dari perubahan iklim, untuk memenuhi biaya adaptasi” [UNFCCC. 1998. Hal. 9.16 dan 19]. Di luar Protokol, terkait soal dampak yang merugikan dari perubahan iklim, secara terpisah dan dituangkan dalam keputusan 3/CP.3. pihak-pihak meminta badan penunjang UNFCC, Subsidiary Body for Implementation, atau SBI, agar dalam pertemuan mereka memelajari dan menentukan tindakan dan kebutuhan khusus pihak-pihak negara berkembang sesuai Konvensi Artikel 4, paragraf 8 dan 9, dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang merugikan dan/atau dampak dari tindakan implementasinya, termasuk pendanaan, jaminan asuransi serta alih tekologi yang diperlukan. Selain itu COP-3/1997 di dalam keputusan 9/CP.3 juga meminta kepada sekretariat UNFCCC untuk melanjutkan karya memadukan dan menyebarkan informasi tentang teknologi yang ramah lingkungan dan know-how yang kondusif untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; umpamanya dengan percepatan pengembangan metodologi tekniki adaptasi, khususnya alat-alat pengambilan keputusan untuk menilai berbagai strategi alternatif untuk adaptasi. [UNFCCC. 1998. Hal 32 dan 39].
Pihak-pihak dalam COP-4/1998 Buenos Aires mengadopsi suatu program kerja mengenai tindakan dan kebutuhan khusus pihak-pihak negara berkembang berkaitan dengan dampak perubahan iklim yang merugikan (keputusan 5/CP.4 dan Annex atau Lampirannya) sebagai bagian dari Buenos Aires Plan of Action (BAPA). Keputusan 5/CP.4, COP Buenos Aires memerhatikan kurangnya informasi mengenai dampak yang merugikan dari perubahan iklim dan penilaiannya, baik regional, sub-regional, maupun nasional, sehingga masih perlu dilengkapi. Sebab hal itu akan menjadi dasar penentuan kebutuhan khusus dan keprihatinan yang akan dinyatakan dalam komunikasi nasional negara berkembang, maka dalam rangka pelaksanaan artikel 4.8 dan 4.9 Konvensi antara lain diputuskan untuk menyelenggarakan sejumlah workshop lanjutan mengenai hal-hal itu melalui badan-badan penunjang, baik SBSTA, SBI maupun IPCC selama dua tahun, 1999-2000, dan dikaitkan dengan Artikel 2.3 dan 3.14 Protokol Kyoto. (UNFCCC. 1999. Hal 17-19).
Mengenang masa lalu itu untuk belajar, dan sesudahnya menengok masa depan untuk memproyeksikan langkah maju, di masa kini baik diperhatikan refleksi Paus Fransiskus: “kita mengacu pada suatu relasi yang khusus, yaitu antara alam dan masyarakat yang menghuninya. Hal itu mencegah kita untuk memahami alam sebagai sesuatu yang terpisah dari kita, atau hanya sebagai framework (kerangka) hidup kita. Kita adalah bagian dari alam, termasuk di dalamnya, dan terjalin dengannya. Menjawab pertanyaan mengapa tempat tertentu ‘terpapar dampak’ memerlukan suatu studi tentang cara kerja masyarakat, ekonominya, perilakunya, cara mereka memahami realitas. Mengingat skala perubahan, tidak mungkin lagi untuk menemukan jawaban yang spesifik dan independen untuk setiap bagian masalah. Sangat penting untuk mencari solusi yang komprehensif yang memperhitungkan interaksi sistem-sistem alam yang satu dengan yang lain, juga dengan sistem-sistem sosial. Tidak ada dua krisis terpisah, yang satu menyangkut lingkungan dan yang lain sosial, tetapi satu krisis sosial-lingkungan yang kompleks” [Paus Fransiskus. 2015. Art. 139].
Marrakesh Accords
Dalam COP-7/2001 di Marrakesh ketika membahas soal pengembangan kapasitas di negara berkembang, secara tidak langsung soal adaptasi didorong pihak-pihak menjadi arus-utama, sejalan dan sejajar dengan mitigasi. “Marrakesh Accords” tahun 2001 pada dasarnya berhubungan dengan pengembangan kapasitas di negara berkembang, namun dikaitkan dengan dan membuat adaptasi menjadi medan aksi utama terhadap “dampak yang merugikan dari perubahan iklim”, seperti terdapat dalam keputusan no. 5/CP.7. Keputusan itu berkenaan dengan implementasi Konvensi artikel 4.8 and 4.9 dan sekaligus menjadi dasar pendirian tiga mekanisme keuangan baru: Dana Khusus Perubahan Iklim (Special Climate Change Fund, SCCF), Dana Negara Terbelakang (Least Developed Countries Fund, LDCF), dan Dana Adaptasi (Adaptation Fund, AF) untuk negara berkembang. Namun secara operasional Dana Adaptasi lebih dikaitkan dengan jalannya mekanisme CDM.
Sehubungan dengan “dampak yang merugikan dari perubahan iklim”, keputusan 5/CP.7 Marrakesh menyajikan suatu daftar kegiatan di bidang informasi dan metodologi, kerentanan dan adaptasi, yang perlu mendapat saluran dana dari GEF Trust Fund, SCCF, Adaptation Fund atau sumber-sumber yang lainnya, yaitu: (a) penghimpunan data, pelaksanaan riset dan pemantauannya; (b) penilaian kerentanan dan pilihan-pilihan tindakan adaptasi terhadap perubahan iklim; (c) pengembangan kapasitas, misalnya untuk manajemen dan kesiapan menghadapi bencana, dan mengintegrasikan tindakan adaptasi dalam pembangunan berkelanjutan; (d) alih teknologi adaptasi perubahan iklim; (e) peningkatan sistem peringatan dini untuk cepat tanggap terhadap kejadian cuaca ekstrem; (f) implementasi kegiatan adaptasi setepat-tepatnya.
Selain itu keputusan 5/CP.7 Marrakesh juga menggelar suatu program kerja analitis jangka panjang mengenai “dampak yang merugikakan dari perubahan iklim” dan “dampak implementasi tindakan tanggapan” berupa rancangan serangkaian workshop. Dijadwalkan rangkaian workshop itu terlaksana dalam tahun 2002 dan 2003, mengenai: (i) pembuatan model kegiatan untuk menaksir dampak yang merugikan dari perubahan iklim dan dampak langkah tanggapan terhadapnya; (ii) masalah jaminan asuransi yang terkait dengan perubahan iklim, kejadian cuaca ekstrem dan dampak langkah tanggapannya; (iii) sinergi dan kerjasama dengan konvensi lingkungan yang lain; (iv) kebutuhan dan pilihan-pilihan pihak-pihak non-Annex I dalam diversifikasi ekonomi serta program pendukung terkait dari pihak-pihak Annex II ; dan (v) strategi dan teknologi lokal untuk adaptasi.
Sehubungan dengan kebutuhan dan situasi khusus negara-negara terbelakang di dalam rangka implementasi Konvensi Artikel 4.8 and 4.9, serangkaian tindakan lain digariskan dalam COP-7/2001 di Marrakesh yaitu: (1) suatu program tersendiri untuk negara-negara terbelakang (dalam keputusan 5/CP.7); (2) suatu Dana khusus negara terbelakang (keputusan 5/CP.7, 7/CP.7 dan 27/CP.7); (3) pedoman untuk menyiapkan program aksi adaptasi nasional (national adaptation programmes of action, NAPA) (dalam keputusan 28/CP.7); dan (4) penyelenggaraan Kelompok Pakar LDC (Least Developed Countries Expert Group, LEG) dalam keputusan 29/CP.7. [UNFCCC. 2002].
SBI selaku badan penunjang UNFCCC mengawal implementasi keputusan 5/CP.7 di dalam setiap pertemuannya setelah COP-7, termasuk menarik kesimpulan dari berbagai workshop yang diselenggarakan, sumbangan pendapat dan kegiatan pihak-pihak serta organisasi internasional yang relevan dengan implementasi keputusan 5/CP.7 itu. Seluruhnya mengantar pengadopsian “Program Kerja Buenos Aires tentang Adaptasi dan Langkah Tanggapan” nanti dalam COP-10/2004 di Buenos Aires (keputusan 1/CP.10).
Dengan demikian pertanyaan awal tahun 1995, bukankah kita perlu melakukan adaptasi?, yang ketika diungkapkan seolah-olah tidak mendapat tanggapan, dijawab berangsur-angsur dan hingga sekarang sudah dikembangkan dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan: situasi apa tepatnya yang mengharuskan kita melakukan adaptasi? Langkah tanggapan apa yang harus kita pilih dalam rangka adaptasi? Dan bagaimana kita melaksanakan langkah tindakan adaptasi? Dalam COP-9/2003 di Milan, setelah menimbang semua informasi yang disampaikan dalam TAR (Third Assessment Report) IPCC, pihak-pihak memprakarsai suatu bahasan mengenai adaptasi. Sesudahnya COP meminta SBSTA menyiapkan pendasaran ilmiah, teknis dan sosio-ekonomis terkait kerentanan dan adaptasi perubahan iklim dengan keputusan 10/CP.9 [UNFCCC. 2004].
Refleksi Paus Fransiskus menyatakan: “Karena ada banyak unsur dan aneka faktor yang harus diperhitungkan ketika berusaha menentukan dampak suatu inisiatif konkret terhadap lingkungan, perlu diberikan peran penting kepada para peneliti dan agar interaksi di antara mereka difasilitasi dalam kebebasan akademik yang besar. Penelitian yang kontinyu niscaya menghasilkan pemahaman bagaimana makhluk-makhluk yang berbeda saling kait dan membentuk unit-unit lebih besar yang sekarang ini kita sebut “ekosistem”. Kita memperhitungkan sistem-sistem itu bukan hanya untuk menentukan cara penggunaannya yang terbaik, tetapi karena nilai intrinsik mereka yang independen dari penggunaan itu” [Paus Fransiskus. 2015. Art. 140].
[BERSAMBUNG]