Oleh Bambang Kussriyanto
Milenium Baru
2000-2004
Permulaan abad baru, abad 21, dibayangi oleh kecemasan para petani dan nelayan mengenai El Nino dan La Nina. Di pelbagai tempat tahun-tahun yang dibayangi El Nino diwarnai oleh defisit curah hujan yang akan menyebabkan kekeringan (seperti yang nanti ternyata di alami India pada 2000, 2002, 2004, 2009 dan 2014). Selain itu di kawasan Samudera Pasifik sebelah barat (Filipina, misalnya) El Nino membangkitkan badai topan lebih sering atau lebih kuat dari biasanya (dalam keadaan normal biasanya ada sekitar 20 topan yang aktif dalam setahun).
Namun di Malmoe Swedia pada tahun 2000, terdengar suara optimis para menteri lingkungan hidup yang dituangkan dalam suatu deklarasi: “At the dawn of this new century, we have at our disposal the human and material resources to achieve sustainable development, not as an abstract concept but as a concrete reality. The unprecedented developments in production and information technologies, the emergence of a younger generation with a clear sense of optimism, solidarity and values, women increasingly aware and with an enhanced and active role in society – all point to the emergence of a new consciousness. We can decrease poverty by half by 2015 without degrading the environment, we can ensure environmental security through early warning, we can better integrate environmental consideration in economic policy, we can better coordinate legal instruments and we can realize a vision of a world without slums. We commit ourselves to realizing this common vision”. [Pada awal abad baru, kami punya bekal sumberdaya material dan manusia untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, bukan sebagai suatu konsep abstrak, melainkan kenyataan konkret. Perkembangan yang belum pernah ada dalam sejarah dalam bidang teknologi produksi dan informasi, munculnya generasi muda dengan optimisme yang jernih, solidaritas dan nilai-nilai, kaum perempuan yang bertambah cerdas dan makin berperan aktif dan maju dalam masyarakat – semuanya merujuk pada suatu kesadaran baru. Kita mampu mengurangi separuh jumlah kemiskinan pada tahun 2015 tanpa merusak lingkungan, kita dapat menjamin keamanan lingkungan dengan peringatan dini, kita dapat dengan lebih baik memadukan pertimbangan lingkungan dalam kebijakan ekonomi, kita mempu memadukan instrumen hukum dan kita dapat mewujudkan suatu visi tentang dunia tanpa kekumuhan”], dan mereka mendesak PBB untuk membarui Agenda 21 Rio 1992 dalam suatu KTT.
Untuk keragaman hayati COP-CBD ke-5 (2000) diselenggarakan di Nairobi [The Secretariat of the Convention on Biological Diversity, 2005, 551-685] pada bulan Mei. Beberapa bulan sebelumnya, diselenggarakan lanjutan COP Luar-biasa yang berhasil mengesahkan Cartagena Protocol 1998 [Ibid, 547-550]. Protokol Cartagena berkenaan dengan bio-safety karena pergerakan lintas batas genetically modified organisms (GMO) dalam suatu lingkungan kalau-kalau menimbulkan dampak yang merugikan, terutama atas keanekaragaman hayati, serta dengan memertimbangkan kesehatan manusia. Pikiran awalnya sudah tercetus dalam COP-CBD ke-2 di Jakarta yang menetapkan Kelompok Kerja Ad-Hoc terbuka untuk itu (dan kelompok itu sudah bersidang 6 kali hingga 1999). Beberapa segi persoalannya sudah dibahas dalam dua COP yang lalu (COP 3, COP 4). Oleh kerja keras Kelompok Kerja AdHoc itu suatu protokol bio-safety berhasil disusun dan diadopsi dalam COP Luarbiasa pertama 1999 di Cartagena. Karena itu disebut Protokol Cartagena. Hanya saja setelah melalui pembicaraan yang rumit pada tahun 1999 Protokol Cartagena belum dapat disepakati. Bulan Februari 2000 barulah Protokol Cartagena memeroleh kesepakatan, walau berlakunya sebagai hukum internasional masih menunggu ratifikasi dari negara-negara peserta Konvensi.
Sidang COP-CBD ke 5 membahas dan mengambil 30 keputusan dalam sejumlah topik, a.l.: konservasi keragaman hayati pada lahan kurang lembap dan kering; pendekatan ekosistem; akses pada sumber genetik; spesies asing; keragaman hayati dan turisme; Global Taxonomy Initiative (GTI); identifikasi, monitoring dan penilaian, dan indikatornya; penilaian dampak, tanggunggugat dan silih. Suatu pertemuan tingkat tinggi termasuk tigkat menteri tentang Protokol Cartagena diselenggarakan dalam minggu kedua. Secara keseluruhan, COP-CBD ke 5 dinilai sangat sukses.
Pada minggu pertama Juli 2000 dua topan menerjang Filipina dan membuat setidaknya 400.000 orang terpaksa mengungsi. Hujan deras dan terus menerus menyebabkan tanah longsor dan banjir. Pada akhir bulan peristiwa tanah longsor di Recife dan sekitarnya di Brazil timur laut pada 30 Juli 2000 memengaruhi hidup 143.000 orang secara langsung. Hujan badai berhari-hari membuat ikatan tanah longgar dan berubah jadi lumpur, sehingga licin. Ini membuat kawasan pemukiman kumuh penuh rumah-rumah kayu sederhana di perbukitan kota Recife meluncur turun bersama tanah. Situasi yang sama dengan Recife terjadi di 35 kota di dua provinsi, Pernambuco dan Alagoas, sehingga Brazil menyatakan situasi darurat nasional.
Sehubungan dengan perubahan iklim FCCC-COP ke-6 diselenggarakan dalam dua bagian; bagian pertama di Denhaag (November 2000) dan bagian kedua di Bonn Juli 2001 [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006,209]. Situasi di Denhaag dinilai kacau. Perundingan yang dimaksudkan untuk menyusun detil komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menurut Protokol Kyoto 1997 menemui jalan buntu, karena belum adanya metode hitungan biaya pengurangan emisi, nilai endapan karbon pada satu pohon dll. Sama dengan sebelumnya dalam COP 1998 dan 1999, Canada dan AS, Jepang dan Australia berusaha memanfaatkan kelonggaran mekanisme Protokol Kyoto. Sedang Uni Eropa dan banyak negara pulau kecil mengusahakan pemberian kredit penghargaan hanya pada tindakan yang sungguh-sungguh mengurangi emisi. Negara-negara berkembang yang antusias dan positif menjadi penyelamat dengan usul mengulang sidang COP 6 (dianggap bagian kedua) tahun berikutnya, sambil agar rumus-rumus hitungan yang lebih pasti disiapkan dan dapat diterima. Dalam bagian kedua COP 6 di Bonn, dengan persiapan yang lebih matang, sidang kesepakatan berjalan lebih matang dan Protokol Kyoto siap operasional, untuk masa 2001-2015.
Bumi di awal tahun tahun 2001 dikejutkan dengan kejadian yang menyesakkan. Lebih dari sejuta orang di El Salvador terkena dampak oleh suatu gempa yang terjadi pada tanggal 13 Januari. Gempa dengan kekuatan 7.6 skala Richter itu menewaskan 726 orang, menghancurkan rumah-rumah dan membuat 500.000 kehilangan tempat tinggal.
Memerhatikan situasi bumi dan upaya-upaya memerbaiki bumi yang sedang berlangsung, Paus Santo Yohanes Paulus II dalam kesempatan audiensi umum 17 Januari 2001 menyerukan pertobatan ekologis global. “Jika kita memerhatikan wilayah-wilayah di atas bumi kita, sayang sekali, kita langsung melihat betapa manusia mengecewakan Tuhan. Manusia, terutama dari zaman kita, tanpa ayal merusak hutan dan lembah, mencemari air, memporak-porandakan habitat bumi, membuat udara sesak dihirup, mengganggu sistem geo-hidrologi dan atmosfer, mengubah lahan-lahan hijau menjadi tanah gersang dan melaksanakan bentuk-bentuk industrialisasi yang tak terkendali, merusak… bumi, rumah kita bersama.
Oleh sebab itu kami mendorong dan menggalakkan ‘pertobatan ekologis’ yang dalam beberapa dasawarsa terakhir membuat manusia makin peka terhadap bencana-bencana yang akan datang. …. Bukan hanya ekologi ‘fisik’ yang diperjuangkan untuk melindungi habitat berbagai mahluk hidup, tetapi juga ekologi ‘manusia’ yang mengangkat martabat hidup mahluk-mahluk itu, dengan melindungi kebaikan-kebaikan dasariah dari hidup dalam semua perwujudannya, dan dengan menyiapkan bagi generasi mendatang suatu lingkungan yang lebih selaras dengan rencana Allah”, demikian amanat beliau [bdk. Paus Fransiskus, 2015, art. 5].
Sayang sekali, sepuluh hari kemudian suatu gempa malahan menambah keprihatian semakin dalam. Gempa dengan kekuatan 7,9 skala Richter di Kutch, Gujarat , India, pada 26 Januari 2001, ketika India merayakan hari kemerdekaan yang ke-52, memakan korban jiwa 20.000 orang. Orang-orang yang berkumpul di tepi jalan tertimpa bangunan-bangunan yang runtuh digoncang gempa. Gempa pada kedalaman 24 km itu diberitakan meluluhlantakan 50 gedung bertingkat di kota Ahmadabad dan menimpa orang-orang di bawahnya (Damian Carrington, 2001).
Serangan teroris pada 11 September 2001 atas infrastruktur Amerika Serikat menyebabkan gangguan kegiatan dan ketidakpastian yang justru memukul harga minyak lagi (AS$22,81 per barel, dibanding tahun 2000 AS$27,39 per barel). Namun upaya-upaya bank sentral di banyak negara termasuk Federal Reserve di AS mampu dengan cepat mendorong pemulihan kegiatan perekonomian sehingga harga minyak pun ikut tertolong naik.
Akhirnya semua negara kecuali AS pada bulan Oktober 2001 menyepakati prinsip-prinsip penerapan Protokol Kyoto pada sidang FCCC-COP ke-7 (2001) di Marrakesh, Maroko. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006,209-210]. Tindak nyata bagi Protokol Kyoto untuk pengurangan emisi gas rumah kaca oleh negara-negara maju (dan berkembang) yang sudah dirintis jalannya dalam BAPA (Buenos Aires Plan of Action), setelah melalui perundingan yang ketat akhirnya dirinci makin jelas, dan diterima sidang di Marrakesh.
Di bidang keragaman hayati, COP-CBD ke-6 (2002) diselenggarakan di Denhaag pada bulan April. Membahas dan mengambil 36 keputusan berkenaan dengan keragaman hayati hutan; spesies asing yang mengancam ekosistem, habitat dan spesies; identifikasi, pemantauan, indikator dan penilaian; prakarsa Global Taxonomy (GTI); Strategi Global Konservasi Tanaman (GSPC); ancangan ekosistem; pemanfaatan yang sustainable; insentif; liability and redress; kerjasama keilmuan dan teknologi serta Clearing-House Mechanism (CHM); pendidikan dan kesadaran masyarakat ; kontribusi untuk tinjauan 10 tahun Agenda 21; dan Artikel 8(j) tentang kearifan lokal. [The Secretariat of the Convention on Biological Diversity, 2005, 687-973].
KTT Johannesburg Afrika Selatan diselenggarakan dalam rangka memeringati 10 tahun KTT Bumi Rio de Janeiro 1992 dan memerbaiki Agenda 21 + MDG lintas sektoral. KTT berhasil menyusun Johannesburg Plan of Implementation sebagai rencana tindakan selanjutnya. Walau terkesan diboikot oleh Presiden AS, George W. Bush, yang tidak bersedia datang, KTT mengarahkan sidang kepada komitmen untuk memulihkan sumberdaya perikanan dunia. Keikutsertaan Indonesia lebih bermakna dan lebih siap, dengan bahan-bahan Agenda 21 nasional yang telah direvisi berkenaan dengan Millenium Development Goal (MDG) tingkat nasional. Bappenas Indonesia menyusun national action plan for biodiversity management for 2003-2020. Menggantikan BAPI (Biodiversity Action Plan for Indonesia) 1993, disesuaikan dengan perkembangan baru.
Bersamaan dengan itu muncul keprihatinan karena tanah longsor di Nepal 18 Juli 2002 membuat 265.865 orang meninggalkan tempat tinggalnya. Lembah Kathmandu yang padat penduduk di Nepal dikelilingi oleh rangkaian pegunungan seperti Shivapuri (2732 m) di utara, Phulchauki (2762 m) di selatan dan Chandragiri di sebelah tenggara, rata-rata dengan kemiringan 60 derajat. Hujan dengan curah tinggi, deras dan turun berhari-hari di musim penghujan menyebabkan puluhan kejadian tanah longsor. Pada 2002, dari pertengahan Juli hingga akhir September, 52 distrik mengalami tanah longsor dan banjir, 444 orang meninggal dan sekitar 44 lainnya hilang, sedang yang luka-luka lebih dari 100, dan berdampak pada lebih dari 55.000 keluarga (Dahal and Kafle, 2003).
Sekitar 4300 peserta dari 170 negara mengikuti perundingan internasional mengenai perubahan iklim FCCC-COP ke-8 (2003) diselenggarakan di Vigyan Bhawan Conference Centre, Delhi, antara Oktober-November. Sudah tiga tahun mereka menguraikan detil operasional Protokol Kyoto, dengan menghasilkan Persetujuan Bonn dan Marrakesh. Kali ini mereka membuka babak baru yang berfokus pada implementasi Marrakesh Accords. Kesepakatan diperoleh berkenaan dengan pedoman komunikasi negara-negara non-Annex I; “good practices” dalam kebijakan dan tindakan-tindakan; riset dan pengamatan sistematik; kerjasama dengan organisasi internasional yang relevan, dan masalah metodologi. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006, 210-211].
Kejadian tanah longsor juga masih menjadi keprihatinan bumi pada tahun 2003. Misalnya, pada 31 Maret 2003 tercatat 299.548 orang dari 45.800 keluarga terdampak oleh tanah longsor setelah hujan deras tak berhenti selama dua hari berturut-turut di Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tercatat 1.300 rumah hancur, 4.800 rusak, di antaranya 2.100 rusak berat [UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs, 2003. Indonesia]. Selanjutnya pada bulan Mei 2003, tanah longsor akibat hujan deras dan banjir terjadi di 3 provinsi di RRC, Fujian, Guangdong dan Hunan menyebabkan 200.000 orang harus mengungsi meninggalkan rumah mereka. Di tempat lain gelombang panas menerjang. Tercatat 1.210 orang meninggal karena suhu yang meningkat 10 derajat melampaui ambang normal, antara 45-50 sentigrad di Andhra Pradesh dan Tamil Nadu, India Selatan, pada bulan Mei 2003. Gelombang panas sudah menyerang sejak pertengahan April.
Dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2003, Indonesia memulai aktivitas Prokasih yang Diperbarui (Program Kali Bersih). Prokasih merupakan program nasional pengendalian pencemaran air yang mulai dilaksanakan pada tahun 1989. Pelaksanaan program ini diperbaharui pada tahun 2003, dilaksanakan di tujuh provindi melalui penandatanganan Surat Pernyataan Program Kali Bersih (Superkasih). Superkasih adalah pernyataan yang dibuat oleh industri, disaksikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat, yang isinya merupakan komitmen pengusaha untuk melakukan upaya penaatan pengendalian pencemaran air dalam batas waktu tertentu. Pada tenggat waktu yang disepakati, perusahaan menjalani PROPER atau Pollution Control Evaluation and Rating, sebagai insentif reputasi dalam memanajemeni ekosistem, dengan menganugerahkan predikat “baik” dan “buruk”.
Bumi sungguh-sungguh berduka karena antara 35.000-70000 (sebagian tidak dicatat secara resmi di beberapa negara) orang meninggal gara-gara gelombang panas di seluruh Eropa Barat tahun 2003. Pada bulan Agustus 2003, gelombang panas dengan suhu ekstrem antara 35-41 sentigrad di Perancis menyebabkan lebih dari 14,800 orang meninggal. Korban juga berjatuhan (sekitar 20.000) di Belgia, Republik Czech, Jerman,Italia, Portugal, Spanyol, Swiss, Balanda dan Inggris, dalam gelombang panas yang bergerak sejak Juni hingga Agustus itu. Lebih dari 600.000 hektar hutan terbakar. [UNEP, 2003]
Lebih dari 5000 utusan dari 170 negara di seluruh dunia menghadiri perundingan tentang perubahan iklim FCCC-COP ke-9 (1-12 Desember 2003) di Milan. Sidang membahas dan mengambil keputusan mengenai rumusan dan cara memasukkan kegiatan pembuatan hutan baru dan pemulihan hutan lama ke dalam Clean Development Mechanism; pedoman “good practice” untuk tata-guna lahan. Perubahan tata-guna lahan dan kehutanan (LULUCF); Dana Khusus Perubahan Iklim (Special Climate Change Fund, SCCF); dan Dana Negara Kurang Berkembang (Least Developed Countries (LDC) Fund). [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006, 211-212].
Bumi Filipina prihatin di akhir tahun 2003 karena 217.988 warga terkena dampak banjir dan tanah longsor. Hujan deras terus menerus 15-22 Desember 2003 mengguyur kawasan Mindanao dan Visayas menyebabkan banjir bandang di Agusan del Sur, Agusan del Norte, Surigao del Sur, Surigao del Norte, Misamis Oriental, South Cotabato, Bohol, Butuan City, dan Surigao City. 18 Desember 2003 dua tanah longsor terjadi di Ti’boli (Cotabato selatan) dan Monkayo (Compostela Valley) dan kecelakaan laut melibatkan dua kapal M/V Our Lady of Paradise yang membawa 265 penumpang dan Cebu Princess di Teluk Nasipit, Agusan del Norte. Pada 19 Desember, 2003, empat tanah longsor terjadi, tiga di Leyte Selatan dan satu di Compostela Valley. Korban karena tanah longsor : 154 meninggal, 37 luka-luka, sedang karena banjir 44 meninggal dan 8 luka-luka. [Government of the Philippines, 2004]
Gambaran bumi pada 2004 diwarnai keprihatinan pula. Antara Januari hingga Agustus 2004, kira-kira 46 juta orang terkena dampak banjir di RRC. Banjir bulan Juni di provinsi Guangdong, Hunan and Guizhou, China, pada tahun 2004 meminta korban lebih dari 1.000 orang meninggal dan memaksa lebih dari dua juta penduduk meninggalkan rumahnya, mengungsi. Tragedi yang mengenaskan dalam peristiwa itu adalah hanyutnya sebuah bis sekolah yang mengangkut 62 anak-anak sekolah dasar dan dua penduduk desa, terbawa arus banjir di provinsi Heilongjiang .
Mengenai keragaman hayati di bumi, COP-CBD ke-7 (9-20 Februari 2004) diselenggarakan di Kuala Lumpur. Lebih dari 2.300 peserta termasuk 80 menteri hadir mewakili 161 negara, badan-badan PBB, orgnanisasi non-pemerintah, masyarakat adat, akademisi dan industri. Mereka membahas dan mengambil keputusan antara lain berkenaan dengan hubungan antara keragaman hayati dan pariwisata; pemantauan dan indikator yang perlu diperhatikan; spesies asing yang ganas; keragaman hayati gunung; ekosistem perairan darat; keragaman hayati laut dan pesisir; kawasan terlarang; dan lain-lain [The Secretariat of the Convention on Biological Diversity, 2005, 975-1332]. Negara peserta sepakat untuk menetapkan target-target kuantitatif untuk memantau kemajuan program mengurangi hilangnya keragaman hayati di negara masing-masing.
Indonesia pada tahun 2004 mengakhiri Program Pembangunan Nasional (Propenas) 1999-2004 dan dengan suatu pemerintah baru hasil pemilihan umum memulai pelaksanaan suatu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Setelah krisis multi-dimensi 1997, metode pemerintahan berpola “demokrasi terpimpin” ditinggalkan, dan bangsa Indonesia berusaha kembali melaksanakan demokrasi yang sebenarnya dengan kebebasan berserikat dan kebebasan berpendapat serta kebebasan melakukan partisipasi politik. Situasi transisi antara 1998-2004 menunjukkan adanya banyak hal carut-marut yang harus diperbaiki, dan semuanya menjadi prioritas. Lebih dari 20 prioritas dituangkan ke dalam naskah RPJMN 2004-2009 yang disusun bagaikan suatu “corporate plan” dan dipercayakan kepada sektor-sektor teknis, diikat dalam tiga misi, dan sesudah itu jalannya negara mengalir mengikut situasi bagaikan “auto-pilot”, tanpa intervensi-intervensi yang signifikan. Menjaga persatuan bangsa dengan pendekatan kebudayaan merupakan prioritas utama, disusul pengendalian keamanan, ketertiban dan kriminalitas, kemudian penanganan gerakan separatis, serta penanganan terorisme. Yang selebihnya seolah perkara “rutin”. Dalam wacana, Indonesia terus mengejar MDG (millenium development goals) yang ditetapkannya sendiri. Pada akar rumput, keprihatinan menggejala karena kerusakan tanah pertanian akibat penggunaan pupuk kimia yang mencapai 1,5 juta kg dan pestisida sebanyak 109 ton kg, dan residunya terbawa air mencemari sungai. Timbul prakarsa menerapkan pola pertanian organik yang sehat.
Harga minyak bumi dunia bikin gonjang-ganjing lagi pada tahun 2004, naik signifikan dari AS$27,69 per barel menjadi AS$37,66 per barel. Isyu kenaikan harga bahan bakar akibat kenaikan bahan mentah setiap kali memicu keresahan sosial, terutama untuk masyarakat yang selama ini dimanjakan dengan subsidi harga. Akhir 2004 Indonesia tak lagi mengekspor minyak bumi.
Produksi dan konsumsi Minyak Bumi Dunia dan Indonesia, 2000-2004, ribu barel/hari
Produksi | 2000 | 2001 | 2002 | 2003 | 2004 |
OPEC | 31393 | 30614 | 28882 | 30806 | 32985 |
Non OPEC | 43548 | 44122 | 45500 | 47285 | 47213 |
Total | 74941 | 74736 | 74382 | 77091 | 80198 |
Konsumsi | |||||
OECD | 47646 | 47704 | 47687 | 48289 | 49082 |
Non-OECD | 28133 | 28675 | 29573 | 30366 | 32362 |
Total | 75779 | 76379 | 77280 | 78655 | 81444 |
Produksi Indonesia | 1456 | 1389 | 1288 | 1183 | 1152 |
Konsumsi Indonesia | 1049 | 1088 | 1115 | 1132 | 1150 |
Sumber: BP Statistical Review of Energy, 2005 (angka Non-OPEC dan non-OECD diolah penulis)
Indonesia meratifikasi Protokol Cartagena tentang LMO dan biosafety dengan UU No 21/2004 pada bulan Oktober. Indonesia telah mengesahkan Konvensi Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity) dengan UU No. 5/1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) yang mengamanatkan ditetapkannya suatu Protokol tentang Keamanan Hayati, dan selanjutnya memandang perlu mengesahkan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati) dengan Undang-undang.
Upaya menghadapi perubahan iklim dilanjutkan dalam sidang FCCC-COP ke-10 (6-18 Desember 2004) di Buenos Aires. Lebih dari 6100 peserta dari 169 negara, hadir. Pembicaraan mendapat kemajuan dan keputusan pun diambil dengan pelbagai hal: transfer teknologi, mekanisme keuangan, pembinaan kapasitas, dampak yang merugikan dan adaptasi, dan artikel 6 UNFCCC mengenai pendidikan, pelatihan dan kesadaran umum. Tahun 2004 merupakan ulang tahun ke-10 UNFCCC dan para peserta dengan rasa puas menengok ke belakang merenungkan apa yang telah mereka lakukan dan telah mereka hasilkan untuk memerhatikan situasi bumi dan manusia. Semua menyambut gembira keputusan Federasi Rusia untuk meratifikasi Protokol Kyoto dan jaminan bahwa upaya mitigasi akan berlangsung sepuluh tahun ke depan begitu Protokol Kyoto menjadi operasional pada 2005. Indonesia yang tidak termasuk negara dalam Annex I pun meratifikasi Protokol Kyoto dengan UU No.17/2004. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006, 212]
Akhir tahun 2004 ditandai dengan duka yang sangat mendalam dengan terjadinya gempa Sumatra yang kemudian diikuti oleh tsunami, yang di Indonesia saja menelan korban jiwa lebih dari 280,000 orang dan di luar Indonesia 240.000 orang. Jutaan orang terdampak oleh tsunami. Ratusan ribu rumah hancur. Bencana ini menggerakkan solidaritas dunia sekaligus memunculkan pertanyaan, ada apa dengan bumi kita sekarang?
Pada tahun yang sama Konferensi WaliGereja Indonesia (KWI) menerbitkan untuk umat katolik Indonesia Nota Pastoral 2004 yang berjudul Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa. Keadilan Sosial bagi Semua: Pendekatan Sosio-Budaya. Dikatakan di dalamnya: “Masyarakat Indonesia berada dalam masalah yang serius. Masalah serius yang kita hadapi bersama adalah persoalan rusaknya keadaban publik (public civility)…. merebaklah wabah ketidak-adilan di bidang politik, ekonomi, dan budaya” [art.2]. “Hati nurani tidak dipergunakan, perilaku tidak dipertanggung-jawabkan kepada Allah dan sesama. Perilaku lebih dikendalikan oleh perkara-perkara yang menarik indera dan menguntungkan sejauh perhitungan materi, uang dan kedudukan di tengah masyarakat. Dalam kehidupan bersama, terutama kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia menjadi egoistik, konsumeristik dan materialistik… Semua itu membuat orang menjadi rakus dan kerakusan itu merusak lingkungan hidup dan dengan demikian orang tidak memikirkan masa depan” [art.3]. “Kerusakan lingkungan sudah sampai tahap membahayakan hidup manusia. Salah satu faktor penting yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah pembabatan hutan. Sejak tahun 1985, terjadi pembabatan hutan sebesar 1.6 juta hektar per tahun dan pada tahun 1997 meningkat tajam menjadi 2.83 juta hektar per tahun. Beberapa waktu yang lalu, Televisi Republik Indonesia setiap hari menayangkan iklan yang menyatakan bahwa setiap hari lebih dari 83 milyar rupiah dirampok dari hutan Indonesia. Kerusakan itu sudah mengakibatkan kerusakan lingkungan baru. Bukan hanya pohon-pohon yang hancur, tetapi iklim pun terpengaruh oleh kerusakan itu. Selain pembabatan hutan, masih banyak faktor lain yang menyebabkan kehancuran lingkungan, misalnya pembuangan limbah-limbah beracun, eksploitasi sumber-sumber daya alam yang tanpa kendali” [art. 6.3]. KWI menyerukan “pelibatan diri dalam gerakan untuk melawan perusakan keadaban publik dan berperan serta dalam membangunnya kembali menjadi habitus baru bangsa” [art 22], dengan membangun “budaya alternatif”. “Maksud budaya alternatif adalah suatu pola pandang dan perilaku yang menjadi tandingan terhadap pola pandang dan perilaku yang berlaku umum dalam masyarakat. Dengan membangun dan mengembangkan budaya alternatif, akar-akar yang menyebabkan korupsi, kerusakan lingkungan, kekerasan dan penyelewengan kekuasaan diharapkan dapat diatasi. Sejalan dengannya, secara bertahap keadaban publik terbangun dan kesejahteraan umum terwujud” [art. 15].
2005-2009
Pada Februari 2005 upaya mitigasi perubahan iklim yang telah dirinci dan diperjuangkan selama 11 tahun mempunyai landasan hukum, karena Protokol Kyoto sah menjadi hukum internasional sesudah negara-negara yang termasuk dalam Annex 1 yang melakukan ratifikasi lebih dari 55%.
Di Indonesia, di antara perusahaan-perusahaan yang mengikuti Program Kali Bersih (Prokasih) pada tahun 2005, yaitu manajemen eko-sistem perusahaan, setelah dilakukan peninjauan PROPER, 25 perusahaan dinyatakan sepenuhnya mengikuti ketentuan kontrak dan mendapat penghargaan.
Bumi Asia Selatan mengalami rangkaian derita lagi karena banjir Mumbai, India, setelah curah hujan yang begitu tinggi hingga 994 mm pada 26-27 Juli 2005, menyebabkan sungai Mithi meluap dan meminta korban 1000 jiwa dan kerugian hingga AS$750 juta. Korban bukan semata-mata karena terseret arus atau kejatuhan rumah yang ambruk, tetapi juga karena penyakit yang berkembang sesudah banjir surut, leptospirosis (demam tinggi, linu tulang), malaria, dengue and gastroenteritis seperti disentri yang seluruhnya meliputi 150.179 kasus [Kshirsagar N A, Shinde R R, Mehta S. 2006].
Ganti Amerika Serikat pada bulan Agustus diterjang badai tropis Katrina di beberapa kawasan (Ontario, pantai timur sebelah utara, dan Georgia, terutama New Orleans), menimbulkan korban jiwa 1.833 orang dan menimbulkan kerugian besar.
Sesudah itu gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter Muzaffarabad (Azad Kashmir), Pakistan, pada 28 Oktober 2005 diikuti tanah longsor yang masif meminta korban jiwa 88.000 orang (19.000 di antaranya anak-anak) meninggal. Korban luka-luka mencapai 138.000. Sekitar 780.000 bangunan hancur atau rusak. Sebanyak 580.000 keluarga terdampak, 3,5 juta orang kehilangan rumah. [Durrani, A.J., Elnashai, A.S., Hashash, Y.M.A., and Masud, A., 2005].
Pada tahun 2005 harga minyak bumi membuat lompatan lagi dari AS$37.66 per barel menjadi permintaan (konsumsi) yang selalu melampaui tingkat produksi mendorong usaha untuk menambah suplai dan ini memerlukan investasi. Sementara produksi OPEC cenderung menurun, sumber-sumber non-OPEC walaupun meningkat namun gagal memenuhi permintaan (lihat tabel di bawah nanti). Sumber-sumber minyak bumi terutama yang berlokasi di Teluk Mexico sedang terganggu operasinya oleh amukan topan Katrina and Rita.
Pembicaraan mengenai perubahan iklim dunia dilanjutkan dalam sidang FCCC-COP ke-11 yang diselenggarakan di Montreal akhir November awal Desember 2005. Dihadiri 9500 peserta di antaranya 2800 utusan pemerintah dari seluruh dunia dan 817 wakil media. Dibicarakan operasional pelaksanaan Protokol Kyoto tentang pengurangan emisi hingga 2015, termasuk yang disebut “Paket Marrakesh” dan fleksibilitas mekanisme, untuk membantu pihak-pihak mencapai target-target mereka secara cost-effective. Disepakati pula untuk merundingkan Protokol Kyoto tahap kedua untuk masa pasca 2015, walau tanpa tenggat waktu untuk melakukan perubahan-perubahan. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006, 212-213].
Seluruh Bumi layaklah bergembira menyambut tahun baru 2006. Namun fakta selanjutnya membuat bumi berduka. Terjadi tanah longsor di Afghanistan pada 13 Januari 2006 setelah hujan lebat dan salju di provinsi Sar-i-Pul utara, yang diberitakan berdampak pada kehidupan 300.000 orang.
Pada 17 Februari 2006 desa Guinsaugon, St Bernard, Leyte Selatan, Filipina, terkubur lumpur sebanyak 15 juta m³ karena tanah longsor yang dipicu hujan lebat selama sepuluh hari. Korban tewas 1.126 jiwa menurut pengumuman pemerintah, namun para petugas SAR memperkirakan antara 1.500-2.500 orang terkubur dalam lumpur [BBC News, 2006]. Bukit yang curam setinggi 450 meter dan berhutan lebat meluruk turun karena batuan dasarnya yang rapuh berubah jadi lumpur setelah diguyur hujan berhari-hari tanpa henti, menimpa desa dan 250 anak yang sedang sekolah [S. G. Evans, R. H. Guthrie, N. J. Roberts, N. F. Bishop. 2006].
Sehubungan dengan kekayaan bumi keanekaragaman hayati, COP-CBD ke-8 dalam bulan Maret 2006 diselenggarakan di Curitiba, Brazil, diikuti sekitar 3.900 peserta. Bahasan dan 36 keputusan yang diambil antara lain berkenaan dengan keragaman hayati pulau, keragaman hayati daerah setengah kering dan kering; Global Taxonomy Initiative (GTI); akses dan benefit-sharing (ABS); Artikel 8(j) dan yang terkait (traditional knowledge); serta komunikasi, edukasi dan public awareness (CEPA). Progres menuju implementasi Konvensi dan Strategic Plan; implikasi temuan Millennium Ecosystem Assessment (MA); dan kerjasama dengan bidang swasta. Juga hubungan keragaman hayati dengan perubahan iklim. [UNEP/CBD, 2006].
Gempa bumi berkekuatan 6,5 skala Richter, terjadi di pagi hari tanggal 27 Mei pada kedalaman 10 km di sekitar 40 km selatan kota Yogyakarta, Indonesia. Dampak gempa cukup luas hingga menyebabkan 60.000 rumah hancur atau rusak, dan sekitar 6.200 orang meninggal. Gempa bumi tampaknya memicu fenomena geologi lainnya di satu kawasan, meningkatkan kegiatan magmatik Gunung Merapi yang pada akhir bulan yang sama meletus, mengeluarkan asap panas dan memuntahkan lava pada 6 juni, memaksa 11.000 penduduk mengungsi.
Rerata suhu bulan Juli 2006 tercatat tinggi. Suhu maksimal sudah menunjukkan anomali ketimbang suhu minimal menurut data suhu rata-rata. Dan gelombang panas pun terjadi di Eropa, namun berbeda dari situasi 2003 yang merembet dari selatan, pada 2006 mulainya adalah dari sebelah utara. Yang terpengaruh adalah Belanda, Belgia, Jerman, Polandia, Prancis dan Swiss. Namun Eropa tampaknya sudah belajar dari pengalaman gelombang panas 2003, sehingga sudah siap dan dapat menekan dampak, sehingga hanya 3,418 orang saja yang tercatat meninggal dunia karena gelombang panas Eropa 2006.
Kegiatan dalam usaha manajemen air Prokasih di Indonesia setelah suatu periode penilaian menunjukkan kemajuan. Antara tahun 2003 hingga 2006, tercatat 249 perusahaan yang terdaftar ikut menandatangani kotrak manajemen ekosistem perusahaan, tersebar 7 provinsi. Selain perusahaan manufaktur, di antara mereka terdapat 56 perusahaan dalam lingkup usaha agro-industri, yang berasal dari 4 provinsi. Dalam pemantauan tahun 2006 diperlihatkan bahwa 49 perusahaan atau 65% dari peserta Prokasih mencapai kinerja yang baik dalam mengelola mutu air di sekitar perusahaannya.
Perundingan internasional di bawah payung PBB mengenai perubahan musim FCCC-COP ke-12 diselenggarakan pada November 2006 di Nairobi. “UN Climate Change Conference – Nairobi 2006” menjadi payung konferensi para pihak yang diikuti sekitar 5,900 peserta termasuk 2,300 pejabat pemerintahan dari negara-negara di dunia, serta 516 utusan media. Pembicaraan dan keputusan yang diambil terkait fleksibel mekanisme dalam protokol, terutama menyangkut Clean Development Mechanism dan Implementasi Gabungan. Juga dibicarakan soal kesesuaian dengan Protokol, usul tentang amendemen Protokol, dan pembinaan kapasitas. Amandemen pertama atas Protokol membolehkan Belarus melanjutkan komitmen pengurangan emisi di bawah Annex B Protokol. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006]
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam Nota Pastoral 2006 berjudul HABITUS BARU: EKONOMI YANG BERKEADILAN – Keadilan Bagi Semua: Pendekatan Sosio-Ekonomi, menyuarakan keprihatinan tentang situasi bumi Indonesia. “Kita sebagai bangsa menghuni wilayah yang sangat luas, dengan keadaan geografis yang strategis dan kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Tetapi sangat ironis, negeri kita yang kaya-raya akan sumberdaya alam ini masih memiliki banyak penduduk yang hidup dalam kemiskinan. Ironi itu tidak hanya menunjukkan bahwa kesejahteraan bersama masih jauh dari kenyataan, tetapi juga bahwa ‘ekonomi’ sebagai seni-mengelola kesejahteraan bersama masih sangat jauh dari yang diharapkan” [art. 5]. Diingatkan: “Bumi Indonesia adalah sebuah “benua maritim”, yang menyediakan dan menawarkan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan serta dikelola secara bijaksana sebagai sumber nafkah, protein, dan energi. Selain sumberdaya kelautan, daratan Indonesia juga menyediakan kekayaan alam lain yang melimpah. Penduduk yang berjumlah lebih dari 220 juta orang, dengan latar-belakang budaya yang beragam, dapat membentuk daya besar untuk mengembangkan negeri ini menjadi taman yang menghadirkan kesejahteraan bersama” [art 7]. Meskipun kita hidup di tengah kelimpahan sumberdaya alam, sampai hari ini kita menyaksikan kondisi kehidupan ekonomi begitu banyak warganegara yang masih sangat memprihatinkan. Kemiskinan adalah kenyataan hidup begitu banyak warga. Sampai bulan Februari 2005, misalnya, sebanyak 35,10 juta sesama warganegara (15,97 persen dari jumlah penduduk Indonesia) menderita kemiskinan. Jumlah itu meningkat menjadi 39,05 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006 [art.8]. “Sumberdaya produktif rakyat kebanyakan yang berupa lahan basah, lahan kering dan hutan juga mengalami penciutan dari tahun ke tahun. Sebagian sumberdaya ekonomi rakyat itu begitu mudah berubah menjadi pusat-pusat perbelanjaan besar dan sentra-sentra komersial di tangan perusahaan-perusahaan berskala besar yang lebih memupuk budaya konsumeris. Keadaan rakyat miskin dan lemah yang sudah rentan semakin diperparah oleh musibah demi musibah berupa bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan, yang kebanyakan disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Akibatnya sangat mengerikan, karena hal itu merusak lingkungan hidup dan sumber nafkah rakyat kebanyakan” [art. 9]. KWI menganjurkan perubahan dari sikap ekonomi yang mementingkan diri sendiri kepada sikap ekonomi yang menata kepentingan bersama dan mengajak “kita kembali ke asas ‘kesejahteraan bersama’ (bonum publicum) sebagai penuntun utama cara berpikir dan cara bertindak ekonomi. Dalam tatanegara, pemerintah adalah badan publik yang harus menjaga serta memastikan bahwa ‘kesejahteraan bersama’ dikejar secara sengaja melalui berbagai kebijakan publik. Namun, supaya kewajiban pemerintah itu tidak memunculkan kecenderungan otoritarianisme, secara serentak para pemilik modal, pelaku kegiatan ekonomi lain dan komunitas-komunitas warga juga harus mengejarnya” [art.16]. [KWI, 2006].
Di Filipina pada akhir tahun 2006 topan Durian atau topan Reming menimbulkan huru-hara. Dengan kecepatan antara 190-225 km/jam, Durian jatuh menerjang 11 provinsi di Filipina disertai hujan deras, menyebabkan banjir dan tanah longsor. Durian menebar dampak atas 3,5 juta orang, menghancurkan 181.676 rumah, membuat 95.000 orang mengungsi, 2174 orang luka, 764 orang dinyatakan hilang, dan 715 orang meninggal. Topan Durian juga menerjang Vietnam lima hari kemudian, di provinsi Vung Tau dan Delta Sungai Mekong. Di Vietnam Durian menyebabkan 48 orang meninggal, 184 cedera, dan 10 orang hilang; 120.000 rumah roboh atau rusak, dan 700 perahu tenggelam.
Berbicara di hadapan para duta besar dan anggota korps diplomatik di Vatikan di awal tahun 2007, Paus Benediktus XVI mengusulkan untuk “menghilangkan penyebab struktural dari disfungsi ekonomi dunia dan memperbaiki model pertumbuhan yang telah terbukti tidak mampu menjamin penghormatan terhadap lingkungan alam dan lingkungan manusia, baik sekarang maupun di masa depan”. [Paus Benediktus XVI, 2007. Juga Paus Fransiskus, 2015. Art.6). Menurut Paus Benediktus XVI, “Memburuknya skandal kelaparan tidak dapat diterima di dalam dunia yang punya sumberdaya, pengetahuan, dan semua sarana untuk mengakhirinya…. Saya mengajak para pemimpin negara kaya untuk mengambil tindakan yang diperlukan demi membantu negara-negara miskin, yang sering mempunyai kekayaan alam, agar dapat menikmati hasil alam yang sepenuhnya menjadi hak mereka. Dari sini, hendaklah penundaan pelaksanaan komitmen-komitmen internasional dalam beberapa tahun terakhir tidak menambah keprihatinan… Bersama-sama, masing-masing di tempatnya sendiri dengan karunia yang ada padanya, marilah kita bekerja membangun suatu humanisme integral, satu-satunya yang dapat kepada rakyat dan lingkungan alam setiap negara”. [Paus Benediktus XVI, 2007].
Antara bulan Mei hingga Agustus 2007, banjir melanda provinsi-provinsi Guangdong, Guangxi, Guizhou, Hunan, Fujian dan Jiangxi, meminta korban lebih dari 700 orang meninggal, 69.000 rumah hancur, 94.000 lainnya rusak, 788.000 penduduk diungsikan. Diperkirakan 23,6 juta penduduk di enam provinsi terkena dampak banjir, badai petir dan tanah longsor. Sekitar 1360 km2 lahan pertanian rusak. Setelah banjir, dua milyar tikus-tikus besar yang terusir meninggalkan habitatnya di pinggiran danau-danau berkeliaran di lahan-lahan pertanian dan merusak tanaman hingga 1.6 juta hektar [Earth Observatory, NASA, 2007].
Gelombang panas bulan Juli melanda Eropa timur, Romania, Bulgaria, Yunani, Kroasia dan Hungaria. Lebih dari 1000 orang meninggal sebagai korban. Tahun 2007 Eropa dikatakan mengalami suhu harian rata-rata yang paling panas dalam masa sejak 2001.
Gempa bumi di Peru, menyebabkan sekurang-kurangnya 540 orang meninggal pada bulan Agustus, lebih dari 1.000 orang luka-luka dan lebih dari 176.000 orang kehilangan rumah. Sebanyak 35.000 rumah roboh karena gempa berkekuatan 7,7 skala Richter. Kota Pisco, suatu kota pelabuhan 85 % hancur.
Lebih dari 3.200 orang meninggal dan 25 juta orang terkena dampak banjir yang sangat parah antara Juni dan September 2007 di Nepal, India and Bangladesh. Dampak pasca banjir berupa kelaparan dan wabah penyakit. Pada bulan November, sekitar 3,300 orang lainnya tewas karena topan di Bangladesh.
Krisis harga minyak bumi 2007 menimbulkan goncangan baru karena permintaan yang meningkat berhadapan dengan stagnasi produksi. Harga melejit tinggi, dari AS$58.30 per barel (2006) menjadi AS$72.00, dan seperti roller coaster turun naik dengan tajam di waktu-waktu selanjutnya. Mengapa terjadi stagnasi produksi? Di waktu yang lalu diberitakan hambatan karena berbagai topan di Teluk Mexico. Namun di kalangan para manajer lapangan minyak belakangan merebak berita bahwa tekanan dari dalam bumi di ladang-ladang minyak begitu surut hingga tidak cukup kuat untuk memompa minyak naik ke permukaan. Hal itu menuntut mereka segera meninggalkan lapangan itu pindah ke lapangan baru yang tekanannya kondusif.
Sebanyak 10.800 orang dari seluruh penjuru bumi datang menghadiri perundingan dunia mengenai perubahan iklim FCCC-COP ke-13 pada bulan Desember 2007 yang diselenggarakan di Bali. Dengan payung yang lebih besar sebagai The “United Nations Climate Change Conference in Bali” pertemuan sekaligus melaksanakan konferensi para pihak (COP-13) dan pertemuan para pihak (MOP-3). COP/MOP Bali sekaligus mewadahi pertemuan badan-badan penunjang yaitu Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA)dan Subsidiary Body for Implementation (SBI), yang biasanya melakukan pertemuan terpisah. Begitu juga Ad Hoc Working Group untuk Annex I Protokol Kyoto pun melakukan sidang di Bali. Keberadaan kelompok-kelompok lain di satu tempat memudahkan kontak, diskusi informal dan perundingan-perundingan untuk maju lebih jauh. Pembicaraan dan keputusan berkait dengan finalisasi Dana Adaptasi menurut Protokol, keputusan tentang pengurangan emisi di negara sedang berkembang, transfer teknologi, pembinaan kapasitas, mekanisme yang fleksibel dalam Protokol Kyoto, dampak negatif upaya mengatasi perubahan iklim, dan berbagai soal metodologi. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2008].
Namun fokus utama Bali adalah suatu kerja sama jangka panjang untuk rencana strategis yang lebih agresif, dan hal-hal yang akan dilakukan setelah komitmen periode pertama habis (2012). Rancangan itu disebut Bali Road Map yang mengarahkan pihak-pihak agar dengan bantuan Ad-Hoc Working Group diselesaikan dan disahkan dalam waktu dua tahun kemudian (2009) dalam FCCC-COP ke-15 di Copenhagen. Sidang juga membuat garis besar rancangan tinjauan kedua atas ketentuan Protokol Artikel 9 yang diusulkan Rusia, dan membicarakan “Russian proposal” itu secara suka rela.
Topan tropis yang disebut Nargis berkembang dari kawasan bertekanan rendah di Teluk Bengala pada akhir April 2008. Pada 1 Mei, Nargis dengan cepat meningkat intensitasnya dan bergerak ke timur dengan kecepatan puncak 217 km/jam setara topan Kategory 4. Nargis bertiup turun menerjang Myanmar tenggara 2 Mei, dekat kota Wagon di provinsi Ayeyarwady. Topan menuju pedalaman daratan mengikuti lembah Delta Sungai Irrawaddy, namun ketika mencapai Yangon, kecepatan angin sudah turun menjadi 129 km/jam, masih tetap berpotensi merusak sebagai topan kategori I. Setidaknya 2.4 juta orang terdampak oleh topan Nargis. Kerusakan bangunan cukup luas di seluruh Myanmar, menyebabkan sejuta orang kehilangan rumah. Nargis membawa hujan deras dan membangkitkan gelombang setinggi 3.6 m di pantai yang menyebabkan banjir masuk ke daratan hingga sejauh 40-50 km dan merusak bangunan-bangunan di dataran rendah delta. Lahan pertanian, usaha peternakan dan perikanan hancur semua. Korban jiwa 138.366 orang. [NASA: Hurricane Season 2008]
Pada 12 Mei 2008 tengah hari, terjadi gempa bumi berkekuatan 7,9 skala Richter pada kedalaman 19km terjadi di Sichuan, RRC. Gempa melipat dan merekahkan tanah sepanjang 240 km, meruntuhkan bangunan-bangunan dan menimbulkan korban jiwa 87.587 orang, termasuk puluhan ribu anak-anak yang tertimpa runtuhan gedung ketika sedang belajar di sekolah. Hampir 5 juta orang kehilangan tempat tinggal. [BBC Sci/Environment, 2013]
Sehubungan dengan kekayaan anekaragam hayati di bumi, sidang COP-CBD ke-9 diselenggarakan pada akhir Mei 2008 di Bonn. Bahasan dan keputusan menyangkut produksi biofuel, terutama yang berbasis peternakan, menggunakan praktek dan teknologi cost-effective; penyelenggaraan jaringan nasional, regional, global, termasuk Global Partnership untuk konservasi botani dan tanaman; peneguhan implementasi program kerja biodiversitas hutan ; temuan Millennium Ecosystem Assessment (MEA) dan artikulasi peran ekosistem bagi kesejahteraan manusia ; mencatat dan mendokumentasikan kearifan, praktek dan inovasi tradisional dan analysis atas potensi ancaman atasnya dengan partisipasi efektif komunitas lokal; pengikut sertaan masyarakat bisnis dalam soal keragaman hayati dengan model pertemuan informal ketiga di Belanda “business and the 2010 biodiversity challenge”; peran kota-kota dan pemerintahan lokal untuk menunjang implementasi strategi dan rencana tindakan nasional. Untuk pertama kalinya dibicarakan keragaman hayati urban, atau kota-kota, dengan menghadirkan sekitar 150 utusan kota-kota besar dunia. Gerakan “Green Wave” menggerakkan sekolah-sekolah untuk menunjang pemeliharaan keanekaragam hayati dengan moto “One school, one tree, one gift for Nature”. Satu sekolah menanam dan memelihara satu pohon kayu setiap tahun. [UNEP/CBD, 2008].
Topan Fengshen atau topan Frank pada 23 Juni 2008 menerjang Filipina dan menyebabkan lebih dari 1.300 orang meninggal, terutama karena tenggelamnya kapal feri Princess Of The Stars . Seluruhnya di sepuluh wilayah 99.687 keluarga terdampak, 155.564 rumah rusak, 53.706 di antaranya hancur total, sedang yang 109.837 masih bisa diperbaiki.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyelenggarakan pertemuan tingkat tinggi bertema Keamanan Pangan Dunia, Tantangan Perubahan Iklim dan Bioenergi, pada bulan Juni 2008, di Roma. Pertemuan dihadiri delegasi dari 181 negara di dunia. Paus Benediktus XVI menyampaikan kata sambutan yang dibawakan Kardinal Tarcisio Bertone, Sekretaris Negara Vatikan: “Tantangan besar zaman ini bukan hanya globalisasi kepentingan ekonomi dan perdagangan, tetapi juga harapan akan solidaritas, dengan menghormati bentuk dan nilai kontribusi setiap komponen masyarakat…. melawan bahaya kelaparan, dengan memadukan dan mengkoordinasikan semua upaya….. Kemiskinan dan malnutrisi bukan hanya disebabkan oleh situasi lingkungan yang memburuk atau oleh bencana alam saja. … Keamanan pangan juga terancam oleh kenaikan harga produk pertanian, yang menuntut strategi baru yang dapat melawan kemiskinan dan memajukan perkembangan perdesaan…..melalui proses reformasi struktural yang sekaligus mengatasi tantangan keamanan pangan dan perubahan iklim… dengan meningkatkan produksi pangan para petani kecil yang giat dan menjamin akses mereka ke pasar…. Peningkatan hasil produksi pangan hanya akan berarti jika disertai dengan distribusi yang efektif… yang dengan asas subsidiaritas melibatkan dan menjamin peran dan nilai-nilai keluarga-keluarga petani perdesaan… Ini akan sangat terbantu oleh keputusan-keputusan politk, … walau negara-negara berbeda-beda, namun disatukan untuk satu tujuan yang luhur dengan komitmen-komitmen dalam komunitas internasional”. Pertemuan membahas (1) Tingginya harga pangan: sebab, akibat dan kemungkinan solusinya; (2) Perubahan Iklim dan Keamanan Pangan; (3) Hama dan penyakit lintas-batas; (4) Bioenergi dan Keamanan Pangan.
Dalam deklarasi pada akhir pertemuan, delegasi-delegasi menyatakan tetap teguh berpegang pada kesepakatan mengusahakan keamanan pangan menurut KTT Pangan 1996 dan Rencana Tindakan KTT Pangan 2001, dan bersama-sama hendak mengurangi kemiskinan dunia hingga separuhnya pada 2015 sesuai Millenium Development Goals (MDG), dan berjanji tidak akan menggunakan pangan sebagai instrumen politik atau tekanan ekonomi dalam tata dunia. Negara-negara akan membuat kebijakan yang selaras untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan pengembangan bioenergy, yang dapat membantu ketahanan pangan dan meringankan beban negara-negara berkembang dan yang sedang dalam transisi. Kerjasama internasional akan digiatkan untuk memajukan masyarakat perdesaan demi peningkatan produksi pangan melalui investasi dalam pertanian, agro-bisnis, dan pengembangan perdesaan, dan untuk mengatasi kenaikan harga pangan. [FAO, HLC. 2008]. ‖
Harga minyak bumi melejit sangat tinggi hingga mencapai rekor AS$ 147 per barel pada bulan Juli 2008 terutama karena meningkatnya permintaan di negara-negara sedang berkembang untuk kontrak tahun mendatang. Namun sebulan kemudian harga itu merosot dengan tajam pula karena permintaan dari negara-negara maju (OECD) dalam perdagangan ditahan, tidak diajukan, bahkan berkurang. Akibatnya terjadi resesi lagi, dan berbuntut krisis keuangan yang berdampak sangat parah pada perekonomian global..
Produksi dan konsumsi Minyak Bumi Dunia dan Indonesia, 2005-2009, ribu barel/hari
Produksi | 2005 | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 |
OPEC | 35170 | 35489 | 35161 | 36279 | 33978 |
Non OPEC | 46793 | 46928 | 47059 | 46568 | 47171 |
Total | 81963 | 82417 | 82220 | 82847 | 81149 |
Konsumsi | |||||
OECD | 50049 | 49856 | 49656 | 48042 | 46049 |
Non-OECD | 34362 | 35472 | 37085 | 38073 | 39017 |
Total | 84411 | 85328 | 86741 | 86115 | 85066 |
Produksi Indonesia | 1096 | 1018 | 972 | 1006 | 994 |
Konsumsi Indonesia | 1285 | 1247 | 1299 | 1294 | 1334 |
Catatan: Selisih antara total produksi dan konsumsi dunia ditutup dengan cadangan minyak dunia, dan bahan substitusi minyak. Sedang untuk Indonesia, ditutup dengan impor.
Sumber: BP Statistical Review of Energy, 2015. Angka Non-OPEC dan Non-OECD dihitung penulis.
Dalam tahun 2008, dengan kepedulian seorang ayah, Paus Benediktus mendesak kita untuk menyadari tata-penciptaan yang dirugikan “ketika kita sendirilah yang berhak mengambil keputusan, menganggap semuanya hanya milik kita dan kita menggunakannya untuk diri kita sendiri saja. Penyalahgunaan penciptaan dimulai ketika kita tidak lagi mengakui adanya yang lebih tinggi dari diri kita, dan ketika kita tidak melihat yang lain selain diri kita sendiri” [Address to the Clergy of the Diocese of Bolzano-Bressanone (6 Agustus 2008); lihat juga, Paus Fransiskus, 2015, art. 6].
Perhatian pada iklim bumi kembali dituangkan dalam sidang FCCC-COP ke-14 yang antara 1-12 Desember 2008 diselenggarakan di Poznan. Setahun sesudah konferensi Bali yang historis untuk perubahan musim, perundingan saat ini adalah setengah jalan menuju Bali Road Map, yang diluncurkan sebagai proses dua-tahun untuk lebih menguatkan kerjasama internasional dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Kali ini hadir 9250 peserta, yang separuhnya adalah para pejabat pemerintah dari seluruh dunia. Bahasan dan keputusan berkenaan dengan Dana Adaptasi menurut Protokol Kyoto, transfer teknologi, Clean Development Mechanism (CDM), pemninaan kapasitas, komunikasi nasional, dan berbagai soal metodologi. Focus utama perundingan Poznań adalah kerjasama jangka panjang dan komitmen untuk periode pasca-2012 period, setelah Protokol Kyoto tahap pertama usai. Ketika di Bali Desember 2007, sudah disepakati “Bali Action Plan” dan “Roadmap” yang menetapkan COP 15 Desember 2009 sebagai tenggat waktu untuk menyepakati kerangka tindakan pasca 2012. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2010]. Maka Poznań merupakan setengah jalan menuju tenggat waktu Desember 2009 itu. Walau di Poznań perundingan menghasilkan kemajuan, namun tidak ada terobosan yang berarti. Perundingan sesungguhnya dibayangi oleh situasi krisis keuangan yang makin memburuk, sehingga sebagian peserta menganggap COP 14 ini sebagai korban krisis. Namun berita kemenangan Barack Obama dalam Pemilu Presiden A.S. mendatangkan optimisme, sementara delegasi Amerika Serikat yang masih mewakili pemerintahan Presiden Bush terlihat lesu. Para perunding umumnya begitu tertekan oleh tenggat waktu akhir 2009 yang telah ditentukan.
Di Indonesia padatahun 2009 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diganti dengan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan memerhatikan perkembangan setelah 12 tahun. Penguatan rule of the game diharapkan bisa mengatur seluruh persoalan lingkungan. Sebab selama ini krisis lingkungan terus meningkat dan banyak sengketa lingkungan hidup yang tak terselesaikan, karena belum ada pasal-pasal aturan hukumnya. Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) melalui laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) 2006 mencatat terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup oleh peningkatan polutan yang signifikan pada air dan udara. Termasuk peningkatan pencemaran limbah domestik dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Kerusakan lahan hutan di Indonesia telah mencapai 59,2 juta hektar dengan laju deforestasi sekitar 1,19 juta hektar per tahun sehingga dampaknya sangat signifikan terhadap keanekaragaman hayati dalam ekosistem hutan. Kerusakan lahan dan hutan secara umum disebabkan karena berbagai hal seperti kebakaran hutan dan lahan, illegal logging, perambahan lahan, konversi (alih fungsi) lahan dan kegiatan pertambangan. Semua ini diharapkan dapat diselesaikan dengan UU lingkungan hidup yang baru, yang menambahkan dan menekankan kata dan esensi “perlindungan” dalam judulnya.
Paus Benediktus XVI menerbitkan Ensiklik Caritas in Veritate (Kasih dalam Kebenaran) pada bulan Juni 2009, yang antara lain menyatakan pengamatan beliau, bahwa dunia tidak dapat dianalisis dengan mengisolasi hanya satu aspeknya, karena “buku alam adalah salah satu dan tak terpisahkan”, dan termasuk lingkungan, hidup, seksualitas, keluarga, hubungan sosial, dan sebagainya. Oleh karena itu “kerusakan alam sangat terkait dengan budaya yang membentuk koeksistensi manusia” [Paus Benediktus XVI, 2009. Art 51; juga Paus Fransiskus 2015. Art. 6). Paus Benediktus XVI mengingatkan pentingnya agar “ekologi manusia” dihormati, agar “ekologi alam” juga mendapatkan manfaatnya. Bagaimana manusia diperlakukan akan berdampak kepada cara alam digunakan. Setiap pelanggaran solidaritas dan persahabatan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, sama dengan kerusakan lingkungan akan memengaruhi hubungan-hubungan dalam masyarakat. Perdamaian dalam satu bangsa dan di antara bangsa-bangsa akan menjamin perlindungan yang lebih besar atas alam. Kerjasama damai mengenai cara bagaimana sumber alam digunakan, di satu pihak melindungi alam, dan serentak dengan itu juga menjamin kesejahteraan di antara manusia.
Taifun Morakot pada bulan Agustus 2009 menyebabkan kerusakan besar di bagian selatan Taiwan setelah membawa hujan lebat dengan curah yang luar biasa 2.900 mm dalam 3 hari! Curah hujan tertinggi dalam sehari tanggal 8 Agustus mencapai rekor 1.403 mm. Terjadilah banjir bandang dan banjir lumpur karena tanah longsor. Lebih dari 25.000 orang diungsikan, namun masih juga terdapat 700 korban jiwa.
Indonesia menerapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014. Bagaimanapun harus diakui bahwa dengan selamat Indonesia telah berhasil keluar dari krisis bertubi-tubi sejak 1998, walau masih banyak kelemahan dan kekurangan, dengan melaksanakan Program Pembangunan Nasional (Propenas) 1999-2004 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. “Sepuluh tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia mengalami goncangan, pertumbuhan mengalami kontraksi di atas 13%, nilai tukar rupiah runtuh, inflasi mencapai 70%, utang pemerintah melambung di atas 100% dari PDB, kemiskinan dan pengangguran melonjak tinggi. Seluruh kegiatan ekonomi praktis merosot dan terhenti. Kerusuhan sosial dan konflik berdarah merebak. Tatanan politik berubah secara fundamental dengan pelaksanaan demokrasi, desentralisasi, dan amandemen konstitusi. Tatatan hidup masyarakat berubah secara drastis. Sebagian lembaga publik, menjadi tidak berfungsi. Bangsa Indonesia mengalami euforia reformasi dan kebebasan. Proses transisi yang tiba-tiba itu begitu sulit dikelola karena heterogenitas dan kompleksitas persoalan yang harus dihadapi” [Bappenas, 2010, I-3]. Dan kemudian, “dalam lima tahun terakhir [2004-2009], di tengah kondisi negara yang belum sepenuhnya pulih dan tantangan global yang makin sulit, seperti gejolak harga minyak, meroketnya harga pangan dan terjadinya krisis keuangan global yang menyebabkan resesi ekonomi dunia, Indonesia secara bertahap tetapi pasti, menata dan membangun kembali di segala bidang. Perekonomian pulih, mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai oleh pemerataan dan bahkan memulihkan lingkungan alam yang rusak” [Bappenas, 2010, I-4]. Demikian suatu laporan yang terkesan memuji diri sendiri, namun oke-lah. Dalam periode 2000-2004, pada masa pemulihan ekonomi, perekonomian kembali tumbuh positif 4,5% per tahun. Sementara dalam periode 2005-2008, perekonomian tumbuh rata-rata 6% per tahun. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia telah mencapai AS$ 2.271 pada akhir 2008, naik hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita tahun 2004, sebesar AS$ 1.186. Tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan telah menurun jadi 14,1% (atau 32,5 juta orang) pada Maret 2009, dibandingkan dengan 16,7 % (atau 36,1 juta orang) pada tahun 2004. Produksi semua komoditas pangan meningkat tajam, khususnya dalam dua tahun terakhir (2007-2008). Produksi beras tahun 2008 sebesar 59,9 juta ton adalah tertinggi dibandingkan dengan jumlah produksi selama ini. [Bappenas, 2010, I-9.10.14].
Ke depan ditetapkan lima agenda utama pembangunan nasional tahun 2010-2014, yaitu: Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat; Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan; Penegakan Pilar Demokrasi; Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi. Ada kebijakan bahwa “pertumbuhan ekonomi tidak boleh merusak lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak berkelanjutan”. Juga disadari “perubahan iklim yang mempunyai keterkaitankuat dengan kerusakan lingkungan hidup dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Ancaman perubahan iklim ini bukan hanya meningkatkan kemungkinan terjadinya goncangan yang tidak terduga seperti bencana alam, tetapi juga dapat mengancam produktivitas dari sumber daya alam. Jika hal ini terjadi, krisis pangan pun dapat kembali terjadi setiap saat”. [Bappenas, 2010, I-19.20]
Perundingan masyarakat dunia mengenai perubahan iklim berlanjut dalam FCCC-COP ke-15 yang pada 7-19 Desember 2009 diselenggarakan di Copenhagen. Konferensi dihadiri peserta yang membludak, tak pernah terjadi sebelumnya, menunjukkan perhatian publik dan media, sebab telah menarik lebih dari 40.000 orang. Konferensi Copenhagen diharapkan menjadi puncak dari perundingan-perundingan setelah dua tahun dari kesepakatan Bali, hingga komunitas internasional mencapai komitmen yang mengikat secara hukum untuk membatasi emisi gas rumah kaca yang akan diberlakukan sejak 2012 nanti. Sidang ini yang semula seret dan tegang, negosiasi yang ketat, pada akhirnya merupakan KTT Iklim PBB yang sukses menentukan kesepakatan global untuk rencana yang adil, agresif dan mengikat dalam menekan emisi karbon demi menghadapi perubahan musim. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2010]. Walau pada umumnya para peserta menyatakan perundingan jauh dari kesepakatan nyata, namun para pemimpin negara berjabat tangan dan dikatakan berhasil “seal the deal”, dan itu sudah merapikan jalan menuju perundingan selanjutnya. Dasar bagi tahun-tahun selanjutnya untuk membuat terobosan yang makin lancar.
Kontraksi permintaan global menyebabkan harga-harga tumbang dalam resesi besar 2008-09. Namun usaha bank sentral dan pemerintah banyak negara di dunia dalam melakukan intervensi bersama-sama berangsur-angsur memulihkan pertumbuhan di negara-negara sedang berkembang dan membuat kegiatan ekonomi global lebih stabil.
Dasawarsa Terakhir
Suatu gempa bumi berkekuatan 7.00 skala Richter mengguncang Haiti pada 12 Januari 2010
Lebih dari 220.000 orang meninggal, tak terhitung yang luka-luka dan kehilangan tempat tinggal. Sekitar 60% gedung pemerintah hancur dan 180.000 rumah rusak berat atau roboh.
Laut di Teluk Mexico tertutup tumpahan 4,9 juta barel minyak pada 20 April 2010 ketika sebuah anjungan minyak lepas pantai “Deepwater Horizon” milik BP Oil. Kebocoran baru dapat ditutup sepenuhnya pada bulan September dan dikeluarkan biaya AS$40 milyar untuk membersihkan tumpahan minyak di laut itu. Suatu rekor tumpahan minyak di laut yang terbesar dalam sejarah.
Banjir bandang melanda Pakistan karena hujan deras pada 28 Juli 2010 menyebabkan 1,600 orang tewas dan empat juta orang kehilangan tempat tinggal. Sesudahnya, infeksi mewabah dan menyebabkan tambahan korban meninggal.
Bumi Rusia menggeliat kepanasan. Suhu meningkat tinggi sampai 37.77 C di Rusia barat dalam sebulan, antara bulan Juli hingga Agustus 2010. Di Moscow, yang rata-rata suhu hariannya dalam bulan Juli 18.33 – 19.44 C, meningkat jadi 30.55 C. Sekitar 22 juta hektar tanaman kering oleh suhu ekstrem, dan mengurangi produksi pangan hingga 20%. Ratusan kebakaran terjadi. Diperkirakan 56.000 orang meninggal karena gelombang panas 2010 di Rusia. Di kota Moscow saja angka kematian karena sengatan panas 700 jiwa per hari.
Di Jepang, musim panas 2010 adalah yang terpanas sejak 1898. Setidaknya 128 kota melaporkan peningkatan suhu hingga 35°C. Tokio 37.2° C, dan yang terpanas di seluruh Jepang mencatat suhu 39.1° C. Diberitakan 1,718 orang meninggal karena hipertermia dalam bencana gelombang panas Jepang Juli-September 2010 itu.
Bumi China mengalami banjir terburuk pada tahun 2010. Hujan deras, banjir dan tanah longsor menewaskan lebih dari 4.300 orang, berdampak pada kehidupan 230 juta orang, menyiebabkan 15 juta orang mengungsi , sebab rumah-rumah mereka hancur. Sungai-sungai besar meluap dengan arus yang deras menghanyutkan.Tiga perempat dari China terdampak oleh luapan 25 sungai.
Tahun Keanekaragaman Hayati Sedunia (oleh PBB) 2010 pada bulan Oktober memuncak di Nagoya ketika 18.000 orang dari 193 negara di seluruh dunia datang menghadiri KTT mengenai hilangnya banyak spesies tanaman dan binatang di hutan-hutan. Bersamaan waktunya, dilangsungkan pula perundingan COP-CBD ke-10 berlangsung . Dengan lebih dari 7,000 peserta COP-CBD 10 membahas dan mengambil 47 keputusan mengenai rencana strategi baru, target dan program kerja multi tahun untuk Konvensi; keragaman hayati laut dan pesisir, perubahan iklim, keragaman hayati hutan biofuels, dan Artikel 8(j) tentang kearifan tradisional. Pada akhirnya disahkan suatu “paket kenangan” yang membuat COP-CBD 10 Nagoya merupakan perundingan yang paling sukses dalam sejarah Konvensi Keanekaragam Hayati: yaitu, “Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from their Utilization”, yang setelah perundingan tujuh tahun baru dapat mengimplementasikan sasaran ketiga Konvensi; termasuk dalam keputusan COP-CBD 10 itu Strategic Plan untuk 2011-2020. Juga suatu keputusan untuk moratorium de facto atas geo-engineering, mengambil jarak dari soal synthetic biology, dan mendesak pemerintah agar berhati-hati melepas di lapangan produk-produk hidup-sintetis; meneguhkan peran keragaman hayati dalam pengurangan emisi karena deforestasi dan kerusakan hutan di negara berkembang, dan memulihkan setidaknya 15% daerah yang rusak.
Setidaknya 2010 adalah tahun yang baik untuk laut. Pemerintahan Obama menegaskan larangan mengebor minyak bumi di Teluk Mexico bagian timur dan di pantai Atlantik. Pemerintah Chile menyelenggarakan kawasan suaka margasatwa laut untuk penguin Humboldt, paus bitu dan singa laut yang sudah langka dan melarang didirikannya suatu pusat tenaga listrik batubara di dekatnya. AS juga melarang pukat harimau di suatu kawasan seluas 23.000 mil persegi lautan Atlantik di lepas pantai tenggara AS.
Perundingan dunia mengenai perubahan iklim, FCCC-COP ke-16 antara November – Desember 2010 diselenggarakan di di Cancun dan menghasilkan Cancun Adaptation Framework. Sebanyak 12,000 peserta hadir, sekitar 5200 adalah utusan pemerintah dari seluruh dunia. Focus Cancun adalah negosiasi dua jalur paralel untuk kerjasama jangka panjang dan peningkatan komitmen menurut Protokol Kyoto. Tenggat waktu yang mulanya dipatok pada konferensi Copenhagen 2009, karena banyaknya persoalan yang belum beres, diundur hingga konferensi Cancun. Maka perundingan Cancun diharapkan minimal menyelesaikan pasal-pasal yang menggantung agar menjadi mengikat secara hukum. Namun ternyata Cancun membuat kemajuan besar dalam beberapa hal: mitigasi, adaptasi, pendanaan, teknologi, pengurangan emis dari deforestasi dan kerusakan hutan di negara berkembang, termasuk konservasi, manajemen hutan yang berkelanjutan dan peningkatan stok karbon hutan (REDD+) serta tentang upaya monitoring, pelaporan dan verifikasi (MRV) and international consultation and analysis (ICA). “Cancun Agreements” meliputi ketentuan-ketentuan tentang adaptasi, REDD+, teknologi, mitigasi dan pendanaan, dan jalur ganda yang diharapkan sejak konferensi Bali: kerjasama jangka panjang dan peningkatan komitmen pengurangan emisi. Dunia kini berada pada jalur usaha yang tepat agar pemanasan bumi hingga tahun 2100 bertambah hanya pada kisaran 3-4 sentigrad di atas angka tahun 1990, dan dengan demikian dapat menekan risiko pada ketahanan pangan, persediaan air bersih, serta frekuensi dan intensitas badai. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2011].
Ombak setinggi 13 meter pada sore hari 11 Maret 2011 melompati tembok perlindungan pantai yang dibangun setinggi 6 meter; suatu tsunami dibangkitkan oleh gempa bumi berkekuatan 9.0 skala Richter. Air membanjiri enam reaktor nuklir pembangkit listrik Daiichi di Fukushima, Jepang, sehingga 13 generator mati. Tanpa listrik, pompa tidak dapat mengalirkan air untuk mendinginkan reaktor yang segera menjadi terlalu panas. Ledakan pun terjadi merubuhkan tembok dan atap. Sementara tsunami sendiri menelan korban 16.000 jiwa, masyarakat Jepang dan dunia cemas akan kebocoran gelombang radiasi nuklir reaktor Daiichi Fukushima akan menjadi “sejenis peristiwa Chernobyl” yang meminta korban lebih banyak lagi. Suatu zona isolasi ditetapkan dalam radius 20km dari reaktor nuklir itu. Namun kemudian, syukurlah, peristiwa ledakan reaktor nuklir Fukushima kemudian dinyatakan sebagai “kecelakaan level 7” yang rendah bahayanya oleh Badan Keselamatan Industrial dan Nuklir Jepang. Namun kejadian itu memicu protes besar yang menyebabkan Jepang menutup beberapa instalasi pembangkit listrik nuklir lagi. Hingga Oktober 2011 tinggal 11 PLTN uang beroperasi, pada hal sebelumnya ada 54 instralasi nuklir.
Pemerintah Indonesia memberlakukan moratorium, tidak akan meneribtkan izin usaha pengelolaan hutan selama dua tahun mendatang dengan Inpres No 10/2011. Dengan demikian pembabatan hutan dan kerusakan hutan dicegah untuk sementara.
Serangkaian bencana lain mewarnai bumi Asia Timur. “Hujan deras membangkitkan banjir dan menyebabkan tanah longsor di China selatan, meminta korban 105 orang meninggal dan 63 orang hilang. Menurut laporan resmi pada 12 Juni, hujan yang menimbulkan bencana tanggal 3 Juni hilang di Provinsi Hunan menewaskan 39 orang, sedang 21 lainnya. Di provinsi Guizhou 24 orang meninggal.” [Xinhua, 13 Juni 2011]. Berita Xinhua selanjutnya menyatakan bahwa hujan deras membuat daerah yang luas dan sebenarnya subur tergenang air; 171.000 hektar tanah pertanian kebanjiran dan tidak membuahka hasil. Hampir 1.000 perusahaan berhenti beroperasi dan 2,6 juta orang terganggu mata pencariannya. Kantor berita AP melaporkan: “Pemerintah China mengatakan, lebih dari dua juta orang kehilangan rumah atau terdampak oleh banjir di provinsi Zhejiang sebelah timur” [Louise Watt, Associated Press, 17-19 Juni 2011].
Kekeringan yang meluas terjadi dalam bulan Juni dan Juli di Kenya, Somalia, Ethiopia, Eritea and Jibouti di Afrika Timur. Somalia mengalami kekeringan yang paling parah, pangan dan air menjadi sangat langka. PBB secara resmi menyatakan Somalia selatan sebagai daerah kelaparan. Diperkirakan 30.000 anak-anak meninggal karena kelaparan.
Dalam kunjungan di Jerman, Paus Benediktus XVI diundang untuk berbicara di hadapan Parlemen Jerman (Bundestag), dan beliau mengingatkan tugas para politisi terhadap masyarakat dan lingkungan hidup. “Politisi haruslah memerjuangkan keadilan, dan dari situ mewujudkan prakondisi fundamental bagi kehidupan damai sejahtera. … ‘Tanpa keadilan apalah artinya negara, selain segerombolan besar perampok?’ demikian kata Santo Agustinus. [Sehubungan dengan itu] pentingnya ekologi tidak perlu diperdebatkan lagi. Kita harus mendengar bahasa alam dan kita harus memberi jawaban yang selaras….. Jangan lupa: Ada pula ekologi manusia. Manusia pun punya kodrat alam yang harus dihormati dan tidak bisa dimanipulasi semau-maunya. Manusia bukanlah semata-mata kebebasan yang ia ciptakan untuk dirinya sendiri. Manusia tidak menciptakan dirinya sendiri. Memang dia adalah daya cipta dan daya cita serta karsa, akan tetapi ia juga kodrat-alam, dan kemauannya akan sungguh teratur jika ia mengormati kodrat-alamnya, mendengarkannya, dan menerima diri apa adanya, sebagai yang tidak menciptakan diri sendiri”.
Terhadap paham antroposentrisme positivisme absolut, Paus Benediktus XVI mengingatkan: “Jika manusia menyatakan diri begitu ekslusif, pikiran positivist menilai segala sesuatu hanyalah dari kegunaannya, sama seperti sebuah bunker beton tanpa jendela, di mana kita menyediakan c ahaya dan udara sendiri; tak mau lagi menerimanya bahkan dari dunia luas ciptaan Tuhan. Namun kita tidak dapat menolak fakta, bahwa sekalipun di dunia buatan sendiri itu, kita masih mengambil bahan mentah dari dunia ciptaan Tuhan, yang kita olah menjadi produk kita. Maka kita perlu membuka jendela lagi, kita perlu melihat dunia luas, langit dan bumi, dan sekali lagi belajar bagaimana memanfaatkan dengan tepat semua itu….
Saya ingat salah satu perkembangan dalam sejarah politik belakangan,…… Yang hendak saya katakan adalah bahwa munculnya gerakan ekologis dalam politik Jerman sejak tahun 1970, kendati tidak berhasil sungguh-sungguh membuka semua jendela, namun sudah dan terus menjadi suara angin segar yang tak boleh dikesampingkan atau dilalaikan, semata-mata karena dirasa amat irasional…” [Paus Benediktus XVI, 2011]. Jerman belakangan menjadi sangat peka dalam masalah-masalah keadilan untuk lingkungan hidup manusia.
Topan tropis yang dahsyat, Washi, disebut Sendong di Filipina, menyebabkan kerusakan besar menjelang akhir tahun 2011. Sekitar 40.000 rumah rusak, di antaranya 11.463 roboh. Hampir 700.000 orang terdampak oleh topan Washi, yang menyebabkan 1.292 orang tewas, 1.049 orang hilang, dan 2.002 orang luka-luka.
Semakin banyak orang memerhatikan perubahan iklim dunia, terutama ketika lebih dari 1.200 jurnalis menghadiri perundingan FCCC-COP ke-17 yang pada 2011 diselenggarakan di Durban. Dihadiri 12.480 peserta termasuk lebih dari 5.400 pejabat pemerintah dari negara-negara seluruh dunia, perundingan sepakat untuk percepatan tindakan hingga sebelum 2020. Dihasilkan 19 keputusan COP yang meliputi komitmen periode kedua berdasar Protokol Kyoto, kerjasama jangka panjang dan suatu proses baru yang mengikat seluruh pihak dalam Konvensi, operasionalisasi Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund). [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2012].
Cuaca ekstrem berupa gelombang dingin yang akut menyerang Eropa selama enam minggu pada bulan Januari/Februari 2012. Suhu rata-rata antara 5-10 derajat Celsius di bawah nol. Bumi tertutup salju tebal bahkan di tempat yang dibiarkan saja menumpuk sampai lima meter di atas tanah. Korban meninggal sebanyak 587 orang, berasal dari Ukraina (112), Romania (86), Polandia (82) dan Russia (64). [EM-DAT, 2013). Gelombang dingin juga menyerang Peru pada Juni 2012, menyebabkan 252 korban meninggal.
Walau di awal tahun 2012 tidak ada bencana menyebabkan korban fatal yang amat besar, namun umumnya cukup besar dampaknya, terutama banjir dan gempa bumi. Banjir terjadi di China April/Mei, 2012 (132 korban tewas, 13,1 juta orang terkena dampak), dan pada Juni-Juli berdampak pada 17,4 juta orang. Karena itu memrihatinkan.
KTT Bumi Rio+20, Juni 2012, tentang Pembangunan Berkelanjutan (hubungannya dengan lingkungan hidup) merupakan pembaruan setelah perkembangan 20 tahun KTT Bumi Rio 1992. Menerbitkan buku dokumen “The Future We Want”. Para kepala negara dan kepala pemerintahan di dunia mengumumkan Deklarasi Rio 2012: a.l. (1) Pembaruan komitmen kepada “pembangunan berkelanjutan” dan jaminan memajukan masa depan yang berkelanjutan secara ekonomis, sosial dan lingkungan untuk generasi sekarang dan masa depan. (2) Pengentasan kemiskinan dan pembebasan dari kelaparan adalah tugas mendesak. (3) Mengarus-utamakan pembangunan berkelanjutan di semua tingkatan dan meliputi semua dimensi dan aspeknya. (4)Diakui perlunya pengubahan pola konsumsi dan produksi agar mendudkung keberlanjutan dan perlindungan sumberdaya alam; diusahakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata, memberi kesempatan pada semua warga, peningkatan basis standar mutu hidup, memajukan kemajuan sosial yang merata, seraya melakukan konservasi, pemugaran dan pembaruan ekosistem. (5) Membarui komitmen untuk percepatan pencapaian sasaran pembangunan yang telah disepakati secara internasional, termasuk Millennium Development Goals 2015. [……. Dan seterusnya hingga nomor] (16. Pembaruan komitmen untuk implementasi semua kesepakatan (1992-2012) sejak Deklarasi Rio, Agenda 21 (1992), Kesepakatan Nairobi (1997), Johannesburg Plan of Implementation 2002, Barbados Programme of Action, Mauritius Strategy for the Further Implementation untuk SSID (Sustainable Development of Small Island Developing States). Istanbul Programme of Action,Almaty Programme of Action, deklarasi politik perlunya pembangunan Afrika. United Nations Millennium Declaration, KTT 2005, Monterrey Consensus tentang pendanaan pembangunan internasional, Deklarasi Doha tentang pendanaan pembangunan, dll. [….Kemudian] (17) Mendorong para pihak melaksanakan hasil komitmen di bawah bendera PBB melalui Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), Konvensi Keanekaragam-hayati (CBD), dan Konvensi melawan desertifikasi, terutama di Afrika, sesuai prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Menurut foto satelit bulan September 2012, es di kutub utara terlalu banyak mencair. Tutupan es di Laut Arctic lebih rendah 49% ketimbang luas tutupan tahun 1979. Dan itu mencemaskan.
Perundingan keragaman hayati dunia (CBD-COP 11) diselenggarakan pada bulan Oktober 2012, di Hyderabad, India, dihadiri sekitar 6.,000 peserta. CBD COP 11 menghasilkan 33 keputusan, berkenaan akses pada sumber genetik dan pembagan manfaat menurut Protokol Nagoya; implementasi Strategic Plan 2011-2020 dan kemajuan menuju target program keragaman hayati Aichi; dan implementasi Strategi Mobilisasi Sumberdaya: terkait keuangan dan mekanismenya; kerjasama, outreach dan Dasawarsa Keragaman Hayati PBB; sedang pembahasan masih berlangsung tentang restorasi eko-sistem. CBD -COP 11 kali ini ditandai oleh peralihan dari penentuan kebijakan kepada implementasi. Prioritasnya tiga kata: “implementation, implementation, implementation.”
Badai super Sandy menerjang Jamaica dan kemudian pantai timur Amerika Serikat pada akhir Oktober 2012. Lebih dari 150 orang tewas karena Sandy. Kurangnya persiapan menghadapi topan yang biasa terjadi berulang ini dikatakan menyebabkan adanya banyak korban, terutama di kawasan pantai.
Pada awal Desember 2012 Konferensi WaliGereja Indonesia (KWI) menerbitkan Nota-Pastoral untuk umat katolik Indonesia tentang Eko-pastoral, memelihara alam ciptaan. Secara normatif menurut KWI, “Sumber daya alam yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi ini diperuntukkan bagi siapa saja tanpa memandang suku, agama dan status sosial. Sumber daya itu akan cukup apabila dikelola secara bertanggung jawab, baik untuk kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Oleh karena itu, alam harus diperlakukan dengan adil, dikelola dan digarap dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab”. KWI mengecam praktek di mana “lingkungan yang adalah anugerah Allah itu dieksploitasi oleh manusia secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungan kebaikan bersama, misalnya penebangan hutan, pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan yang kurang bertanggung jawab. Lingkungan menjadi rusak, terjadi bencana alam, lahir konflik sosial, akses pada sumber daya alam hilang dan terjadi marginalisasi masyarakat lokal/adat, perempuan dan anak-anak. Keadaan itu diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada kepentingan politik sesaat dan pola pikir jangka pendek yang mengabaikan keadilan lingkungan. Akibatnya antara lain pemanasan bumi, bertumpuknya sampah, pencemaran air tanah, laut, udara serta tanah, pengurasan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala besar”. Diserukan: (1) “Kepada saudara-saudari kami yang berada pada posisi pengambil kebijakan publik : kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hendaknya membawa peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang mengabaikan kepentingan masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap pelaksanaannya haruslah lebih diperketat”. (2) Kepada saudara-saudari kami yang bekerja di dunia bisnis : pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak hanya mengejar keuntungan ekonomis, tetapi juga keuntungan sosial yaitu tetap terpenuhinya hak hidup masyarakat setempat dan adanya jaminan bahwa sumber daya alam akan tetap cukup tersedia untuk generasi yang akan datang. Di samping itu, usaha-usaha produksi di kalangan masyarakat kecil dan terpinggirkan, terutama masyarakat adat, petani dan nelayan, serta mereka yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana lingkungan, perlu lebih didukung”. Dan kepada umat katolik dan semua orang yang berkehendak baik (3) “hendaknya mengembangkan habitus baru, khususnya hidup selaras dengan alam berdasarkan kesadaran dan perilaku yang peduli lingkungan sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam bentuk tindakan pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu dicari usaha bersama misalnya pengolahan sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon, gerakan percontohan di bidang ekologi, advokasi persuasif di bidang hukum terkait dengan hak hidup dan keberlanjutan alam serta lingkungan. Secara khusus lembaga-lembaga pendidikan diharapkan dapat mengambil peranan yang besar dalam gerakan penyadaran akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal” [KWI, 2012: art 3,4,8].
Kawasan Mindanao, Filipina, pada awal Desember Topan Bopha, yang menewaskan 1.020 orang, dan menyebabkan 850 orang hilang dan 27.000 penduduk mengungsi. Utusan Filipina dalam perundingan PBB untuk perubahan iklim ketika memberi sambutan dalam konferensi FCCC-COP 18 di Doha, Qatar, terbata-bata dan berurai air mata berkata mengabarkan bencana Topan Bopha di tanah airnya: “Saya menghimbau para pemimpin dari seluruh dunia agar membuka mata pada kenyataan pedih yang kami hadapi.. Jika bukan kita, lalu siapa? Jika tidak sekarang, lalu kapan?” FCCC-COP ke 18 di Doha dihadiri sekitar 9.000 peserta, di antaranya 4.356 adalah para pejabat pemerintah. Perundingan Doha berfokus pada kepastian atas implementasi persetujuan-persetujuan yang telah disepakati dalam konferensi-konferensi yang terdahulu. Keputusan yang disebut “Doha Climate Gateway” meliputi amandemen Protokol Kyoto untuk komitmen “jilid dua”. Juga kesepakatan mengenai pertimbangan akan kerugian dan kerusakan seperti mekanisme institusional untuk memberi silih atas kerugian dan kerusakan yang dialami negara berkembang yang rentan terhadap dampak merugikan dari perubahan iklim. Walau dirasakan kekecewaan umum atas kurangnya greget negara-negara yang termasuk dalam Annex I dalam hal mitigasi dan keuangan, namun konferensi berhasil melapangkan jalan menuju babak baru, yang fokus pada implementasi dan kemajuan perundingan sesuai ADP (Durban Platform for Enhanced Action). [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2013].
Beijing diliputi asap tebal pada bulan Januari 2013. Perayaan tahun baru di China tidak meriah kali ini. Penduduk dianjurkan tinggal di rumah saja, sebab polusi udara sudah melampaui ambang batas yang sehat. Kunjungan ke rumah sakit untuk masalah pernapasan dan kecelakaan lalu lintas meningkat tajam. Jarak pandang sangat pendek karena asap. Pemerintah didesak untuk mengurangi polusi udara Beijing.
Presiden AS Barack Obama mengangkat soal perubahan iklim menjadi prioritas utamanya dalam masa kepresidenannya yang kedua. Pada masa pemilihan umum, soal perubahan iklim mendongkrak perolehan suara, sebab bahkan penduduk yang paling konservatif, juga pemilih yang berbeda partai, memerhatikan soal itu. Barack Obama dalam pidato inaugurasi 21 Januari menyatakan komitmennya untuk menanggapi perubahan iklim “karena sadar bahwa kegagalan dalam hal ini berarti mengkhianati anak-anak kita dan generasi yang akan datang “. Ia mengaitkan perubahan iklim dengan topan Sandy dan berbagai kejadian cuaca ekstren di tahun 2012. Dalam satu pidato lain ia berkata: “Jika Congress tidak mau segera melindungi generasi yang akan datang, aku bersedia melakukannya” [12 Februari]. Ia berjanji akan menugaskan Badan Perlindungan Lingkungan agar ambil tindakan mengurangi emisi dari pembangkit-pembangkit listrik baru maupun lama [25 Juni]. Pembangkit listrik bertanggung jawab atas bagian emisi CO2 Amerika sebesar 40%, sumber yang terbesar dari polusi karbon. Arahannya menempatkan A.S. kembali di jalur komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca 17% dari angka tahun 2005 di tahun 2020 nanti.
Pemerintah Indonesia memperpanjang moratorium, tidak akan meneribtkan izin usaha pengelolaan hutan selama dua tahun mendatang dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No 6/2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutam Alam Primer dan Lahan Gambut menggantikan Inpres No 10/2011 yang telah habis masa lakunya. Pencegahan pembabatan hutan dan kerusakan hutan di Indonesia berlanjut.
Berkenaan dengan keengganan masyarakat AS berhubungan dengan antisipasi atas perubahan musim dan anggapan mereka bahwa teknologi mereka akan mampu memberi jalan keluar, Presiden Barack Obama menyatakan: “Persoalannya sekarang adalah apakah kita punya keberanian untuk bertindak sebelum semuanya terlambat. Dan apa jawaban kita akan mempunyai dampak kepada dunia yang akan kita tinggalkan, bukan hanya dampak atas diri kita, tetapi atas anak-anak kita dan atas cucu-cucu kita” [Pidato di Georgetown, Juni 2013]. Menurut penelitian, bahkan sekarang pun ekonomi Amerika sudah mulai merasakan dampak perubahan iklim. Dan dampak itu akan menjadi sangat besar setelah 25 tahun selanjutnya nanti dan memengaruhi prestasi masa depan keputusan investasi dan bisnis hari ini [Penelitian Risky business: the economic risks of climate change in the US.]
Mengenai perubahan iklim, perundingan FCCC-COP ke 19 (November 2013) diselenggarakan di Warsawa. Diikuti 8.300 peserta termasuk 4.020 pejabat pemerintah dari seluruh dunia. Fokusnya mengikuti Durban Platform for Enhanced Action adalah menjembatani celah kesediaan negara-negara untuk mengurangi emisi hingga tahun 2020 (oleh 90 negara), yang setelah dijumlah masih belum untuk menutup kekurangan. Namun ketika ditutup 27 jam sesudah jadwal yang seharusnya, perundingan memutuskan untuk mengundang pihak-pihak agar ambil prakarsa atau menambah persiapan dalam negeri untuk melaksanakan kontribusi nasional masing-masing, dan memercepat implementasi penuh Bali Action Plan dan ambisi pra-2020. Selain itu “program REDD+” disepakati di Warsawa, dalam rangkaian tujuh keputusan termasuk menyusun pedoman pengurangan emisi dari akibat pembabatan hutan di negara-negara sedang berkembang, termasuk soal keragaman hayati, dampak sosial, pengelolaan dan keuangan tindakan-tindakan. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2014].
Topan Haiyan atau Yolanda yang termasuk topan super kategori 5 menerjang kawasan Tacloban, Filipina, dengan kecepatan 265 km per jam November 2013 dan menjadi bencana besar. Persiapan pemerintah Filipina dalam menghadapi bencana topan tropis berbagai ragam (setidaknya ada 20 nama topan yang dikenal) yang biasa datang diakhir tahun tidak dapat menandingi keganasan topan Haiyan atau Yolanda (nama lokal). Sekurangnya 6.340 orang meninggal karena amukan topan Haiyan.
2014 adalah Tahun PBB untuk Pertanian Keluarga. Komitmen politik diperbarui untuk menghargai peran pertanian keluarga dalam rantai pangan. Mereka memproduksi 80% dari bahan pangan di bumi.
Kebocoran limbah kimia Freedom Industries mencemari Elk River di Virginia Barat, A.S. pada Januari 2014. Sekitar 300.000 penduduk sembilan wilayah dilarang menggunakan air dari pipa PAM.
IPPC menerbitkan laporan yang mengingatkan bahaya perubahan iklim terhadap umat manusia pada akhir Maret 2014.
September 2014 suatu kelompok kerja PBB berhasil menyusun Sustainable Development Goals (SDG) 2015-2030 untuk menggantikan Millenium Development Goals (MDG) 1992-2015 atau Agenda 21, yang kemudian diadopsi Sidang Umum PBB: Goal (1). Mengentaskan kemiskinan dalam segala bentuknya di mana pun. (2). Meniadakan kelaparan, mewujudkan ketahan pangan dan perbaikan nutrisi serta memajukan pertanian yang berkelanjutan. (3). Menjamin hidup sehat dan memajukan kesejahteraan segala usia. (4). Menjamin pendidikan yang terbuka dan merata mutunya dan memajukan pembelajaran sepanjang hayat untuk siapa saja. ( 5). Mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan gadis-gadis. (6). Menjamin tersedianya air bersih dan manajemen air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk siapa saja. (7). Menjamin akses untuk siapa saja pada energi yang terjangkau, terandalkan, berkelanjutan dan modern. (8). Mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang pantas dan berkelanjutan, penyerapan tenaga kerja penuh dan produktif, dan pekerjaan yang layak untuk semua orang. (9). Membangun infrastuktur yang kokoh, memajukan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, dan mendorong inovasi. (10). Mengurangi ketimpangan di dalam satu negara dan di antara negara-negara. (11). Menjadikan kota-kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, kuat dan berkelanjutan. (12). Menjamin pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. (13). Segera ambil tindakan penting untuk melawan perubahan iklim dan dampaknya di bawah komando UNFCCC . (14). Memelihara dan memanfaatkan sumberdaya lautan, laut dan pantai secara berkelanjutan, untuk pembangunan berkelanjutan. (15). Melindungi, memugar dan memerbaiki pemanfaatan ekosistem bumi, manajemen hutan yang berkelanjutan, melawan pembabatan hutan, menghentikan kerusakan tanah dan menghentikan susutnya keragaman hayati. (16). Memajukan masyarakat yang terbuka dan damai demi pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses pada keadilan untuk semua orang, dan membangun pelbagai institusi yang efektif, akuntabel dan terbuka di semua tingkatan. (17). Menguatkan sarana-sarana implementasi dan revitalisasi kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.
Di Indonesia pemerintahan berganti. Untuk sementara kebijakan dan program kerja lebih tertuju pada penguatan kinerja ekonomi yang ditopang oleh penguatan manusia Indonesia (pendidikan, kesehatan, kebudayaan), namun tidak boleh merusak lingkungan hidup. Belum tampak perhatian yang memadai untuk program lingkungan hidup dan perubahan iklim.
China dan Amerika Serikat, keduanya emiter gas rumah kaca terbesar di dunia. Pada bulan November, keduanya sepakat menyikapi perubahan iklim, di mana A.S. mengikatkan diri untuk melipatduakan usahanya mengurangi emisi gas rumah kaca dan China hendak berusaha sejauh mungkin meredam laju emisinya sampai 2030. Hal itu diungkapkan dalam KTT Perubahan Iklim yang diselenggarakan PBB bersama sekretaris jendral Ban Ki-moon di New York City. Diselenggarakan pawai rakyat demi iklim, yang diikuti lebih dari 400.000 orang.
Di tempat lain, perundingan perubahan iklim bumi FCCC-COP ke-20 (pada bulan Desember 2014) diselenggarakan di Lima, Peru. Lebih dari 11.000 peserta datang pada perhelatan itu, termasuk 6.300 pejabat pemerintah dari seluruh dunia. Paus Fransiskus menitipkan pesan khusus: “Bukanlah suatu kebetulan bahwa Konferensi ini diselengrarakan di pantai yang tak jauh dari Arus Humboldt, yang menghubungkan rakyat Amerika, Oseania dan Asia, melambangkan peran yang menentukan yang diambil bagi seluruh bumi. Konsekuensi perubahan iklim yang sudah dirasakan secara dramatis di banyak negara, terutama di negara-negara pulau di kawasan Pasifik, mengingatkan kita beratnya kelalaian dan pembiaran. Kita terdesak berkejaran dengan waktu untuk menemukan solusi global. Kita menemukan solusi itu hanya jika kita bertindak bersama dan dalam kesepakatan. Karena itu adalah perintah etis yang jelas, definitif dan mendesak untuk mengambil tindakan.”…… “Suatu upaya mengatasi pemanasan global yang efektif hanya mungkin melalui tindakan bersama yang bertanggung-jawab, yang mengatasi kepentingan dan perilaku khusus yang timbul karena tekanan politik dan ekonomi. Tanggapan bersama yang demikian juga mengatasi rasa kurang percaya dan memajukan budaya solidaritas, perjumpaan dan dialog; mampu menunjukkan tanggungjawab untuk melindungi bumi dan keluarga umat manusia.” [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2015].
Perundingan di Lima berfokus pada hasil rincian rencana tindakan berdasar ADP (Durban Platform for Enhanced Action) yang perlu diajukan untuk dijadikan kesepakatan dalam COP 21 di Paris tahun 2015, termasuk rincian informasi dan proses yang dijadikan syarat dalam rangka kontribusi nasional yang dikehendaki (intended nationally determined contributions, INDC) dalam rangka ambisi percepatan tindakan pra-2020, sepagi mungkin pada 2015 serta kemajuan dalam penyusunan draft negosiasi. COP 20 menghasilkan ‘Lima Call for Climate Action,’ yang meliputi semua topik di atas. Selain itu dihasilkan 24 keputusan, inter alia: membantu operasionalisasi mekanisme internasional Warsaw untuk kerugian dan kerusakan negara berkembang; menetapkan program kerja Lima tentang gender; dan Deklarasi Lima tentang Peningkatan Kesadaran Umum dan Pendidikan tentang Perubahan Iklim. [Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2015]
Harga minyak mentah dunia turun sejak bulan September 2014. Pada bulan Desember 2014 harga minyak turun menjadi AS$ 62,3 per barel. Penurunan harga minyak mentah dunia selain disebabkan oleh perubahan faktor fundamental, yaitu meningkatnya produksi minyak mentah dunia terutama di AS, sementara produksi OPEC menurun.
Produksi dan konsumsi Minyak Bumi Dunia dan Indonesia, 2010-2014, ribu barel/hari
Produksi | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 |
OPEC | 35073 | 35939 | 37472 | 36628 | 36593 |
Non OPEC | 48117 | 48041 | 48678 | 49951 | 52080 |
Total | 83190 | 83980 | 86150 | 86579 | 88673 |
Konsumsi | |||||
OECD | 46518 | 46001 | 45464 | 45533 | 45057 |
Non-OECD | 41349 | 42973 | 44382 | 45710 | 47029 |
Total | 87867 | 88974 | 89846 | 91243 | 92086 |
Produksi Indonesia | 1003 | 952 | 918 | 882 | 852 |
Konsumsi Indonesia | 1458 | 1567 | 1599 | 1615 | 1641 |
Catatan:
- Angka 2014 masih bersifat taksiran.
- Selisih antara total produksi dan konsumsi dunia ditutup dengan cadangan minyak dunia, dan bahan substitusi minyak. Sedang untuk Indonesia, ditutup dengan impor.
Sumber: BP Statistical Review of Energy, 2015. Angka Non-OPEC dan Non-OECD dihitung penulis.
Nepal terguncang gempa besar berkekuatan 7,8 skala Richter pada 25 April, yang membawa korban lebih dari 8.000 jiwa dan meratakan desa-desa dengan tanah. Pusat gempa tak jauh di sebelah timur ibukota Kathmandu. Tremor berkelanjutan beberapa kali. “Tanah terbuka di mana-mana, sehingga tak ada tempat untuk mendirikan tenda,” kata seorang petani yang tinggal di kawasan pusat gempa.
Pemerintah Indonesia masih memperpanjang lagi moratorium, tidak meneribtkan izin usaha pengelolaan hutan selama dua tahun mendatang hingga 2017 setelah Instruksi Presiden No 6/2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutam Alam Primer dan Lahan Gambut habis masa lakunya.
Mei 2015, India dan Pakistan diterjang gelombang panas. Di India korban sengatan panas mencapai 1.826 yang meninggal. Di Pakistan lebih dari 1.000 orang. Paling banyak di Karachi.
18 Juni 2015 Paus Fransiskus menerbitkan Ensiklik “Laudato Si: Care to Our Common Home” tentang Ekologi Integral. “Tantangan mendesak untuk melindungi bumi rumah kita bersama mengajak seluruh keluarga umat manusia mengusahakan pembangunan yang berkelanjutan dan integral. …Manusia masih mampu bekerja sama membangun rumah kita bersama. Terima kasih kepada mereka semua yang telah berusaha dengan seribu satu cara untuk menjamin perlindungan bumi rumah kita bersama. Terutama terima kasih kepada mereka yang tak kenal lelah berusaha mengatasi tragika dampak kerusakan lingkungan terhadap kaum miskin dunia…. [art. 13]. Saya dengan sungguh meminta agar diadakan dialog baru tentang cara membentuk masa depan bumi kita, dengan melibatkan semua orang, sebab tantangan lingkungan yang kita alami, dan akar penyebabnya oleh manusia, memrihatinkan dan mempengaruhi kita semua. …Seluruh dunia telah membuat kemajuan besar dan berbagai organisasi berkomitmen untuk ini…. Sayangnya, berbagai upaya untuk mencari solusi konkret terbukti belum efektif, karena adanya oposisi yang kuat, dan terutama karena kurangnya perhatian umum (art.14). [Paus Fransiskus, 2015].
Catatan saya berakhir pada 10 Juli 2015 ketika tulisan ini dibuat. Belum sempat merevisi untuk tahun-tahun selanjutnya. Semoga nanti masih diberi kesempatan untuk membarui catatan hingga 2023.
Rujukan:
Bappenas, 1974, Ikhtisar Pelaksanaan Repelita I, lampiran dari Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 15 Agustus 1974.
…………….., 1979, Ikhtisar Pelaksanaan Repelita II, lampiran dari Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia di depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 15 Agustus 1979.
…………….., 2010, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Buku I.
BBC News, 2006. Mud wipes out Philippines village. Friday, 17 February 2006.
BBC Sci/Environment, 2013. Sichuan 2008: A disaster on an immense scale. 9 May 2013.
Beschloss,Michael R., 1991, The Crisis Years: Kennedy and Krushchev, 1960-1963 (New York: Edward Burlingame).
Climate Change Secretariat (UNFCCC), 2006. United Nations Framework Convention on Climate Change: Handbook. Bonn, Germany: Climate Change Secretariat
……………….., 2008. Report of the Conference of the Parties on its thirteenth session, held in Bali from 3 to 15 December 2007. FCCC/CP/2007/6, 14 March 2008.
…………………, 2009, Report of the Conference of the Parties on its fourteenth session, held in Poznan from 1 to 12 December 2008. FCCC/CP/2008/7, 19 March 2009.
…………………, 2010. Report of the Conference of the Parties on its fifteenth session, held in Copenhagen from 7 to 19 December 2009. FCCC/CP/2009/11, 30 March 2010
…………………., 2011. Report of the Conference of the Parties on its sixteenth session, held in Cancun from 29 November to 10 December 2010. FCCC/CP/2010/7. 15 March 2011.
…………………., 2012. Report of the Conference of the Parties on its seventeenth session, held in Durban from 28 November to 11 December 2011. FCCC/CP/2011/9. 15 March 2012
…………………., 2013. Report of the Conference of the Parties on its eighteenth session, held in Doha from 26 November to 8 December 2012. FCCC/CP/2012/8. 28 February 2013.
…………………., 2014. Report of the Conference of the Parties on its nineteenth session, held in Warsaw from 11 to 23 November 2013. FCCC/CP/2013/10. 31 January 2014
…………………., 2015. Report of the Conference of the Parties on its twentieth session, held in Lima. from 1 to 14 December 2014. FCCC/CP/2014/10. 2 February 2015
Club of Rome, 1972, The Limits to Growth .
Dahal, R.K. dan Kafle, K.R., 2003, Landslide Triggering by torrential rainfall, understanding from the Matatirtha landslide,south western outskirts of the Kathmandu valley, dalam : Proceedings of one day International seminar on Disaster mitigation in Nepal, Nepal Engineering College and Ehime University, 18 November 2003, 44-56.
Damian Carrington, 2001, Indian earthquake. The New Scientist, 26 January 2001.
Departemen Penerangan RI, 1969, Rentjana Pembangunan Lima Tahun I 1969/1974. Buku I.
……………., 1979, Rencana Pembangunan Lima Tahun III 1979/1984. Buku I.
………………., 1984, Rencana Pembangunan Lima Tahun IV 1984/1989. Buku I.
………………., 1989, Rencana Pembangunan Lima Tahun V 1989/2004. Buku I.
………………., 2004, Rencana Pembangunan Lima Tahun VI 2004/2009. Buku I.
Durrani, A.J., Elnashai, A.S., Hashash, Y.M.A., and Masud, A., 2005. The Kashmir Earthquake of October 8, 2005, A Quick Look Report, Mid-America Earthquake Center, University of Illinois at Urbana-Champaign.
Earth Observatory, NASA, 2007. Floods in Central China. July 26, 2007
EM-DAT, 2013, Disaster List, diakses 11 January 2013, www.emdat.be/disaster-list.
Edward R. Fried dan Charles L. Schultze, 1975, Higher Oil Prices and the World Economy: The Adjustment Problem. Washington, DC: The Brookings Institution.
Energy and Capital, 2007, The Truth About Oil. Angel Publishing LLC. www.energyandcapital.com
FAO, 2006, Policy Brief, June 2006, Issue 2.
FAO, HLC. 2008. HIGH-LEVEL CONFERENCE ON WORLD FOOD SECURITY: THE CHALLENGES OF CLIMATE CHANGE AND BIOENERGY , REPORT. Rome, 3 – 5 June 2008.
FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor , Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch
Government of the Philippines, 2004, Report on the effects of landslide and flooding incidents in Visayas and Mindanao, 12 Jan 2004. http://reliefweb.int/report/philippines/report-effects-landslide-and-flooding-incidents-visayas-and-mindanao
Gunnar Myrdal, 1968, Asian Drama: An Inquiry into the Poverty of Nations
Hardjasoemantri, Kusnadi, 1995. Hukum Perlindungan Lingkungan. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
…………………, 1999. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Hynes, H. Patricia, 1989. The Recurring Silent Spring. Athene series. New York: Pergamon Press. ISBN 0-08-037117-5.
JICA, 1997,
Kshirsagar N A, Shinde R R, Mehta S. 2006. Floods in Mumbai: Impact of public health service by hospital staff and medical students. J Postgrad Med [serial online] 2006 [cited 2015 Jul 8];52:312-4.
Kusuma Atmadja, Mochtar, 1992. Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut. Jakarta; Sinar Grafika.
KWI, 2004, Nota Pastoral Keadaban Publik: Menuju Habitus Baru Bangsa. Keadilan Sosial bagi Semua: Pendekatan Sosio-Budaya.
……………….., 2005, Nota Pastoral Habitus Baru: Pembangunan Ekonomi Berkeadilan.
……………….., 2006, Nota Pastoral Habitus Baru: Ekonomi yang Berkeadilan – Keadilan Bagi Semua: Pendekatan Sosio-Ekonomi.
……………….., 2012, Nota Pastoral Memelihara Alam Ciptaan: Eko-pastoral.
Lembaran Negara Republik Indonesia, 1994, No. 41 dan Tambahan Lembaran Negara No. 3556, Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati, dan Penjelasannya.
Lyon, Bradfield dan Dole, Randall M., 1995, A Diagnostic Comparison of the 1980 and 1988 US Summer Heat-waves Droughts. Journal of Climate (8) Juni 1995, 1658-1675.
NASA: Hurricane Season 2008: Tropical Storm Nargis (Indian Ocean)
NRDC, 2013, The Story of Silent Spring, http://www.nrdc.org/health/pesticides/hcarson.asp.
Overseas Development Institute, 1997, Briefing Paper (1) February.
Parasuraman S., 1995, The Impact of the 1993 Latur-Osmanabad (Maharashtra) Earthquake on Lives, Livelihoods and Property. Disasters, Volume 19, Issue 2, 156–169, Juni 1995.
Paus Benediktus XVI, 2007. Address to the Diplomatic Corps Accredited to the Holy See, 8 Januari 2007. Libreria Editrice Vaticana
…………………., 2009. Ensiklik Caritas in Veritate . 29 Juni 2009. Libreria Editrice Vaticana
…………………., 2011. Address to the Bundestag, Berlin 22 September 2011. Libreria Editrice Vaticana
Paus Fransiskus, 2015, Ensiklik Laudato Si. Libreria Editrice Vaticana
Paus St Paulus VI, 1971, Ensiklik Octogesima Adveniens . Libreria Editrice Vaticana
Paus St Yohanes XXIII, 1963, Ensiklik Pacem in Terris. Libreria Editrice Vaticana
Paus St Yohanes Paulus II, 1979, Ensiklik Redemptor Hominis . Libreria Editrice Vaticana
……………….., 1987, Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis . Libreria Editrice Vaticana
……………….., 1991, Ensiklik Centesimus Annus . Libreria Editrice Vaticana
PEACE. 2007. Indonesia and Climate Charge: Current Status and Policies.
Qian Ye dan Michael H. Glantz, 2002, The 1998 Yangtze Floods: The use of short-term forecasts in the context of seasonal to inter-annual water resources management. Environmental and Societal Impact Group, National Center for Atmospheric Research, Boulder.
Rachel Carson, 1962, Silent Spring. Houghton Mifflin.
Richard Angwin, 2014, The deadliest tornado remembered, Al Jazeera; Weather. 28 April 2014.
Roberts. Nicholas, 2009, Culture and landslide risk in the Central Andes of Bolivia and Peru, Studia UBB, Geologia, 2009, 54 (1), 55–59.
- G. Evans, R. H. Guthrie, N. J. Roberts, N. F. Bishop. The disastrous 17 February 2006 rockslide-debris avalanche on Leyte Island, Philippines: a catastrophic landslide in tropical mountain terrain. Natural Hazards and Earth System Science, 2007, 7 (1), pp.89-101. <hal-00299407>
Soemartono, R.M. Gatot P, 1996. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta; Sinar Grafika.
Soemarwoto, Otto, 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta;Djambatan.
The Secretariat of the Convention on Biological Diversity, 2005, HANDBOOK OF THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY, 3rd edition.
UNEP, 2004, Impacts of summer 2003 heat wave in Europe, Environment Alert Bulletin, United Nations Environment Programme DEWA / GRID-Europe, Maret 2004.
UNEP/CBD, 2006, DECISIONS ADOPTED BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY AT ITS EIGHTH MEETING, Curitiba, 20-31 March 2006
UNEP/CBD, 2008. DECISIONS ADOPTED BY THE CONFERENCE OF THE PARTIES TO THE CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY AT ITS NINTH MEETING, Bonn, 19-30 May 2008
UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs, 2003, Indonesia – Landslides OCHA Situation Report No. 3
UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs, United Nations, 1992 (1), REPORT OF THE UNITED NATIONS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT(Rio de Janeiro, 3-14 June 1992), Annex I, Rio Declaration on Environment and Development 1992. A/CONF.151/26 (Vol. I).
United Nations, 1992 (2), REPORT OF THE UNITED NATIONS CONFERENCE ON ENVIRONMENT AND DEVELOPMENT(Rio de Janeiro, 3-14 June 1992), Annex II, Agenda 21. A/CONF.151/26 (Vol. I-III).
UN-Secretariate, 1972, Report of The United Nations Conference on the Human Environment, http://www.un-documents.net/aconf48-14r1.pdf
Ward, Barbara, and Rene Dubos, 1972, Only One Earth: the care and maintenance of a small planet.
WCED, 1987, Our Common Future.
W.F. Sylva (ed), 2001, Proceedings of the Sixth Caribbean Islands Water Resources Congress, Mayagüez, Puerto Rico, February 22 and 23, 2001, [CD tanpa nomor halaman]