Kitab Ulangan Aslinya Deuteronomi (Bahasa Yunani, artinya “hukum kedua”, yaitu ulangan dari kitab hukum pertama). Kitab kelima dan terakhir dari Pentateuch, kelima Taurat Musa. Judulnya (Deuteronomi) berasal dari Ul 17:18 ketika diterjemahkan dalam Septuaginta: raja “menyuruh menulis baginya salinan hukum ini [to deuteronomion]”.
Kitab Ulangan mencatat rincian perjanjian kedua di bawah Musa yang dibuat di dataran Moab empat puluh tahun sesudah ratifikasi perjanjian Sinai (Ul 29:1). Judul bahasa Ibrani kitab Ulangan berasal dari kata pembukaan, “eleh haddebarim” (Inilah perkataan-perkataan yang diucapkan Musa kepada seluruh orang Israel” (Ul 1:1). Judul bahasa Latin, Liber Deuteronomii, seperti judul bahasa Inggris, diambil dari Septuaginta Deuteronomion.
Dalam bentuknya, kitab Ulangan merupakan himpunan kata perpisahan Musa yang mengingatkan kembali syarat-syarat perjanjian yang menjadi tuntunan hidup orang Israel. Percakapan dilakukan Musa di dataran Moab (Ul 1:1-5) ketika suku Israel siap-siap memasuki tanah Kanaan. Israel harus hidup setia sepenuhnya kepada Tuhan dan mengikuti ketetapan-ketetapan perjanjian secara rinci: sanksi-sanksi, berkat dan kutuk. Kitab ini menekankan pahala dan hukuman yang akan datang karena kepatuhan atau ketidakpatuhan pada ketetapan hukum perjanjian. Pendek kata, perjanjian merupakan undang-undang dasar bangsa Israel, dengan mana suku-suku harus hidup sebagai suatu negara sekular di bawah pengarahan kaum |Lewi dan diatur dari suatu tempat suci.
I. Penulis dan Waktu Penulisan
II. Isi
III. Maksud dan Tema
- Perjanjian Sinai dan Moab
- Perjanjian sebagai suatu Traktat
- Undang-undang dasar Nasional
- Yosua
- Kitab Ulangan dalam Perjanjian Baru
I. Penulis dan Waktu Penulisan
Menurut tradisi, Musa menulis sendiri kelima buku Pentateuch atau Taurat, dan khususnya kitab Ulangan (bdk Ul 31:9.22.24). Jika Musa adalah pengarang kitab ini, maka kitab Ulangan berasal dari sekitar masa akhir hidup Musa di tahun 1400-an SM (atau mungkin di tahun 1200-an SM bergantung waktu penulisan kitab Keluaran yang kita terima). Tentu saja kitab Ulangan menunjukkan banyak keserupaan dengan perjanjian damai yang berasal dari milenium kedua SM (lihat di bawah nanti), dan situasi yang digambarkan di dalam kitab ini selaras dengan masa sebelum penaklukan Kanaan. Musa mungkin saja memang pengarang kitab ini; latar belakangnya di istana Mesir bukan saja mengajar dia membaca dan menulis, tetapi juga meliputi pendidikan peradatan hukum di kalangan pemerintahan Timur Dekat serta kebijaksanaan luar negeri. Ia mengenal prosedur-prosedur perjanjian dan traktat perdamaian, bukan sekedar istilah-istilahnya saja (bdk Kel 2:5-10; Kis 7:22).
Kritik Kitab Suci dari zaman modern berbeda dari tradisi mengenai kepengarangan Musa. Mereka mendukung gagasan mengenai adanya banyak tradisi di balik teks yang disatukan oleh para redaktur yang berasal dari masa hidup yang berbeda-beda di tempat yang berlainan pula. Beberapa ahli menyatakan bahwa kitab Ulangan seluruhnya adalah hasil para pengarang dan redaktur dari masa sesudah pembuangan Babilon. Dalam teori sumber JEDP, kitab Ulangan dikatakan sebagian besar berasal dari sumber D, dan bahannya dikatakan berasal dari masa abad ketujuh SM (lihat Pentateuch, Kelima Kitab Taurat Musa, untuk lebih jelasnya mengenai teori sumber).
Namun para ahli belakangan ini cenderung kurang percaya kepada paradigma JEDP dibanding ahli-ahli dari generasi pendahulunya, dan petunjuk mengenai penulisan kitab adalah format perjanjian yang digunakan. Kitab Ulangan sebagaimana adanya lebih erat hubungannya dengan perjanjian-perjanjian dari milenium kedua ketimbang dari milenium pertama SM, sehingga menunjukkan dengan kuat waktu penulisan yang lebih tua dari milenium pertama.
II. Isi
1.Pengantar (1:1-5)
2. Pidato Pendahuluan dari Musa (1:6-4:49).
A. Dari Horeb ke Kadesh (1:6-46)
B. Periode Padang Gurun (2:1-3:29)
C. Musa Menyerukan Kepatuhan (4:1-49)
3. Rekapitulasi Hukum Sinai (bab 5-11)
A. Sepuluh Perintah dari Horeb (5:1-33)
B. Perintah Utama dan Peringatan untuk Mengingat Perjanjian (6:1-8:20)
C. Peringatan akan Sikap Kekejian Israel (9:1-29)
D. Kekudusan Sejati (10:1-22)
E. Berkat dan Kutuk (11:1-32)
4. Undang-undang Dasar Bangsa Israel (Bab 12-26)
A. Hukum Ibadat dan Kesalehan (12:1-16:17)
B. Pemimpin Sipil dan Pemimpin Agama (16:18-18:22)
C. Hukum Kriminal dan Pengadilan (19:1-21:9)
D. Hukum Sosial dan Keluarga (21:10-25:19)
E. Persembahan, Persepuluhan, dan Seruan-seruan (26:1-19)
5. Ratifikasi Perjanjian (Bab 27)
- Upacara Perjanjian (27:1-14)
- Berkat dan Kutuk Perjanjian (27:15-26)
6. Nubuat Musa : Petunjuk Masa Depan (Bab 28-30)
- Berkat atas Ketaatan (28:1-14)
- Kutuk atas Ketidaktaatan (28:15-29:29)
- Janji Penebusan (30:11-20) Seruan
- Terakhir Musa (30:11-20)
7. Kata Akhir dri Musa (Bab 31-34)
- Pengangkatan Yosua (31:1-23)
- Kitab Hukum (31:24-29)
- Nyanyian Musa (31:30-32:52)
- Berkat Terakhir dari Musa (33:1-29)
- Kematian Musa (34:1-12)
III. Maksud dan Tema
Kitab Ulangan bermula dengan suatu tinjauan historis atas perjanjian Sinai dan pengembaraan di padang gurun, kemudian memberikan Undang-undang Dasar nasional kepada Israel. Kitab ditutup dengan visi kenabian Musa mengenai masa depan bangsa. Maka kitab ini memberikan kepada Israel bukan saja ketetapan-ketetapan perjanjian yang menjadi pedoman hidup Israel, tetapi juga suatu teologi atas sejarahnya. Nasib Israel, baik atau buruk, akan ditentukan oleh kesetiaan atau ketidaksetiaan kepada perjanjian Deuteronomis (Ulangan) ini.
A. Perjanjian Sinai dan Moab
Di Sinai, Tuhan berbicara langsung kepada israel dan menyebut bangsa itu sebagai ”putera sulung” (Kel 4:22) dan suatu “kerajaan para imam” (Kel 19:6). Perjanjian |Sinai (lih ||Kel 19-24) diratifikasi dan kemudian dilanggar dengan kekejian penyembahan anak lembu emas (Kel 32; Bil 12-14; 25:1-18), sesudah itu Israel ditempatkan di bawah supervisi para imam dan suku Lewi (bdk Kel 34-40; Im 1-26). Karena ketidaksetiaan yang berulangkali bangsa Israel terpaksa menghabiskan waktu empat puluh tahun di gurun sebagai hukuman dan generasi pertamanya dicegah memasuki Tanah Terjanji. Namun generasi kedua juga jatuh lagi terperosok dalam penyembahan berhala di Beth-peor di Moab. Sesudah itulah dikukhkan perjanjian Ulangan (Deuteronomi).
Kitab ini sendiri menyatakan dengan jelas perbedaan antara perjanjian Sinai (atau Horeb) dan kemudian perjanjian Moab: “Inilah perkataan perjanjian yang diikat Musa dengan orang Israel di tanah Moab sesuai dengan perintah Tuhan, selain perjanjian yang telah diikat-Nya dengan mereka di gunung Horeb” (Ul 29:1).
Beberapa perbedaan penting yang harus diperhatikan:
- Tempat. Perjanian pertama dibuat di Sinai (Horeb), yang kedua di dataran Moab, di sebelah timur Sungai Yordan.
- Waktu. Perjanjian Sinai dibuat pada tahun pertama dari Keluaran; perjanjian di Moab dibuat pada tahun keempat puluh.
- Orang-orang. Perjanjian Sinai dibuat dengan generasi yang meninggalkan Mesir; perjanjian Moab dibuat dengan anak-anak mereka.
- Kehadiran Tuhan. Di Sinai, Tuhan menunjukkan diri kepada bangsa Israel dalam rupa api dan awan; di Moab, Musa berbicara kepada bangsa Israel tanpa manifestasi dari kehadiran Tuhan.
Pelanggaran Israel berulang kali (dengan menyembah berhala) membuat perjanjian kedua ini sangat berbeda dari yang pertama. Penyembahan berhala anak lembu emas (Kel 32) dan kemudian nanti di Moab (Bil 25) menunjukkan bahwa Israel belum siap memikul tanggungjawab menjadi suatu kerajaan imam. Hukum dalam Kitab Ulangan dengan demikian menentukan persyaratan mengenai ketidaksucian Israel. “Begitulah Aku juga memberi kepada mereka ketetapan-ketetapan yang tidak baik dan peratuiran-peraturan yang karenanya tidak dapat hidup” (Yeh 20:25). Pernyataan yang mengejutkan ini timbul setelah suatu tinjauan atas perjanjian dan pemberontakan di padang gurun, maksudnya adalah bahwa hukum-hukum dalam kitab Ulangan menenggang sifat Israel yang berdosa. Gagasan yang sama menggaris bawahi ajaran Yesus mengenai pengesahan perceraian secara hukum: “”Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan” (Mrk 10:5-6).
Maka kita bisa melihat banyak dari kitab Ulangan sebagai jalan keluar dari kekejian dosa di padang gurun. Kitab Ulangan merendahkan tongkat ukuran moral yang diharapkan dari suatu bangsa yang sedang bergumul dengan kelemahan. Perceraian “tidak baik” tapi harus diatur supaya tidak terjadi yang lebih buruk lagi (Ul 24:1). Perang-perang dengan pemusnahan di Kanaan “tidak baik”, tetapi penting bagi Israel yang terus saja tertarik kepada penyembahan dewa-dewa para tetangganya (Ul 20:16-17; bdk Mat 5:43-44). Hanya Tuhanlah raja (Ul 33:5; 1 Sam 8:4-7), dan raja-raja dunia “tidak baik” (bdk 1 Sam 8:10-18), tetapi Israel tetap meminta seorang raja juga (Ul 17:14-20) . Prinsip di balik adanya kelonggaran-kelonggaran adalah untuk mencegah, sejauh mungkin, ekses kejahatan yang paling buruk dengan memperbolehkan yang kurang buruk.
B. Perjanjian sebagai suatu Traktat Perdamaian
Perjanjian diungkapkan dalam kitab Ulangan dalam bentuk yang menyerupai traktat-traktat perjanjian damai di antara raja-raja penguasa dan raja bawahannya. Misalnya perjanjian damai bangsa Het yang berasal dari paroh kedua milenium kedua SM dimulai dengan suatu preambul yang memberikan tinjauan singkat (bdk Ul 1:1-5). Sesudah itu suatu prolog historis memberikan tinjauan hubungan penguasa yang lebih tinggi dengan raja bawahan (bdk Ul 1:6-4:49). Kemudian disampaikan ketetapan-ketetapan yang memerinci tuntutan terhadap raja-raja bawahan (bdk Ul 5-26). Sesudah ketetapan-ketetapan itu adalah berkat dan kutuk, atau sanksi-sanksi, yang akan berasal dari kepatuhan atau ketidakpatuhan pada ketetapan-ketetapan perjanjian (bdk Ul 27-40). Akhirnya, ketentuan mengenai suksesi kepemimpinan demi pengawalan perjanjian sendiri dan menjamin pembacaan ketetapan-ketetapannya pada waktu-waktu tertentu.
Dalam semacam perjanjian damai ini, seorang raja mengarahkan rakyat bawahan untuknya sendiri dan menuntut dari mereka janji sumpah untuk setia. Ia juga memerinci konsekuensi dari kesetiaan dan ketidaksetiaan dalam bentuk berkat dan kutuk. Bahasa perjanjian menyatakan sang raja sebagai “bapak” dan rakyat bawahan sebagai “putera”-nya.
Kita lihati inilah tepatnya pola yang terdapat dalam kitab Ulangan: Tuhan adalah “raja|” ilahi (Ul 33:5) dan Israel adalah rakyatNya (Ul 4:15-40; 5:6-7; 26:17). Tuhan dengan demikian menuntut janji sumpah setia dari Israel (Ul 27:15-26) dan memberikan daftar berkat dan kutuk (Ul 28:1-68). Tuhan adalah Bapa dan Israel adalah putera (Ul 1:31; 8:5; 14:1:32:6.19-20).
C. Undang-undang dasar Nasional
Sejarawan Yahudi Yosephus (Ant 4) melukiskan kitab Ulangan sebagai “Undang-undang Dasar” bagi rakyat Yahudi. Jika kitab-kitab Keluaran dan Imamat memberikan hukum moral dan ibadat, kitab Ulangan memberikan bentuk sekular sebagai bangsa/negara. Hukum itu ada di tangan imam-imam (Ul 17:18; 31:9). Rakyat mungkin memilih seorang raja, tetapi bahkan diapun melakukan pemerintahan berdasarkan hukum Ilahi (Ul 17:14:20). Kitab ini memberikan kepada hakim-hakim prosedur yang jelas untuk menerapkan Hukum (Ul 19:15-21; 25:1-3).
Maka kitab Ulangan terutama dimaksudkan sebagai hukum khusus yang mengatur semua aspek kehidupan sekular; utang (Ul 15:1-3), bunga pinjaman (Ul 23:19-20; 25:10-13), perdagangan (Ul 25:13-16), perceraian dan perkawinan kembali (Ul 24:1-4), warisan (Ul 21:15-17), anak-anak pemberontak (Ul 21:18-21) dan moral seksual (Ul 22:22-30). Bahkan perang juga diatur dengan cermat (Ul 20:1-20). Kitab Ulangan dengan demikian menjadi pedoman keberadaan Israel sebagai negara bangsa sekular yang berlangsung hingga kedatangan Yesus.
D. Yosua
Kitab Ulangan juga mengesahkan peralihan tongkat kepemimpinan dari Musa kepada Yosua yang menggantikannya mengepalai bangsa Israel (bdk Ul 31:7-23; 34:9-12). Kitab Ulangan sebenarnya juga merupakan pidato perpisahan Musa, tetapi ia tidak hanya sekedar menyampaikan kata-kata perpisahan saja. Ia menyiapkan suatu transisi peralihan kekuasaan yang mulus dan tepat dengan mengesahkan Yosua sebagai penggantinya.
IV. Kitab Ulangan dalam Perjanjian Baru
Kitab Ulangan sering dikutip oleh Yesus Kristus lebih dari kitab-kitab lain dari Perjanjian Lama, dan tujuh belas dari keduapuluhtujuh kitab Perjanjian Baru juga merujuk pada kitab Ulangan. Kristus menjadikan ajaran kitab Ulangan sebagai dasar ajaranNya sendiri, terutama perintah kitab Ulangan mengenai kasih, yang disebutnya sebagai hukum yang terbesar (bdk Ul 6:4; Mat 22:37-38). Kristus menggunakan kitab Ulangan untuk menolak godaan setan di padang gurun (bdk Ul 6:13.18; 8:3; Mat 4:4.7.10). Yesus juga memenuhi nubuat kitab Ulangan bahwa Tuhan akan membangkitkan seorang nabi seperti Musa dan akan menaruh sabdaNya dalam mulut nabi itu (Ul 18:15-18; Kis 3:22; 7:37).