Kemarin malam Kentunganensis Ardian melontarkan pertanyaan: “Dulu aku pernah baca dokumen mengenai orang Kristen boleh terima sakramen mahakudus dalam ekaristi 1) memahami realis praesentia, 2) kesulitan besar terima pelayanannya sendiri, 3) atas seijin ordinaris wilayah. Pernah tahu dokumennya? Punya?”
Dasar mengenai masalah interkomuni adalah kesatuan umat Kristiani, yang sebenarnya terbagi dalam dua lapisan. Lapisan yang pertama adalah komunio dalam gereja (communio in ecclesiae). Ini yang sedang diusahakan berangsur-angsur terutama setelah Konsili Vatikan II, dengan merenungkan Ef 4:5dst, Satu Iman, Satu Tuhan, Satu Baptisan, tetapi…
Berbagai dokumen gereja memetakan usaha ini dan hasilnya menggembirakan dan membesarkan harapan. Dokumen yang dapat dipelajari tersimpan dalam website Vatikan (lihat https://www.vatican.va/content/vatican/en/search.html?q=unity+of+christians+and+catholic+church+position+on+intercommunion+among+other+adherents+of+churchs+).
Lapisan yang kedua adalah yang lebih dalam dari persekutuan di pelataran Gereja, yaitu komunio dalam hal-hal suci (communio in sacris). Di sini Gereja Katolik mempertahankan kekhasan jatidirinya yang mengalir dari meja perjamuan Tuhan (bahwa Gereja Katolik dibangun oleh Ekaristi dengan segala konsekuensinya termasuk imamat tahbisan) dan membentuk tradisinya sepanjang masa. Tegasnya, hosti suci hanya untuk orang yang telah dibaptis secara Katolik dan tidak dalam keadaan berhalangan untuk menerimanya. Setelah memelajari tradisi suci dan teologi yang diwariskan dan dikembangkan dari masa ke masa, Kitab Hukum Kanonik (KHK) menjadi dokumen induk tentang interkomuni dalam Kan.844.
Kan. 844 – § 1. Para pelayan katolik menerimakan sakramen-sakramen secara licit hanya kepada orang-orang beriman katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4 kanon ini dan kan. 861, § 2.
§ 2. Setiap kali keadaan mendesak atau manfaat rohani benar-benar menganjurkan, dan asal tercegah bahaya kesesatan atau indiferentisme, orang beriman kristiani yang secara fisik atau moril tidak mungkin menghadap pelayan katolik, diperbolehkan menerima sakramen tobat, Ekaristi serta pengurapan orang sakit dari pelayan-pelayan tidak katolik, jika dalam Gereja mereka sakramen-sakramen tersebut adalah sah.
§ 3. Pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tobat, Ekaristi dan pengurapan orang sakit kepada anggota-anggota Gereja Timur yang tidak memiliki kesatuan penuh dengan Gereja katolik, jika mereka memintanya dengan sukarela dan berdisposisi baik; hal itu berlaku juga untuk anggota Gereja-gereja lain, yang menurut penilaian Takhta Apostolik, sejauh menyangkut hal sakramen-sakramen, berada dalam kedudukan yang sama dengan Gereja-gereja Timur tersebut di atas.
§ 4. Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap
pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.
§ 5. Untuk kasus-kasus yang disebut dalam § 2, § 3 dan § 4, Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup jangan mengeluarkan norma-norma umum, kecuali setelah mengadakan konsultasi dengan otoritas yang berwenang, sekurang-kurangnya otoritas setempat dari Gereja atau jemaat tidak katolik yang bersangkutan.
Sejauh yang saya tahu, dispensasi pun bersifat pribadi dan tidak pernah berlaku “untuk umum”.
Pada tahun 2018 Para Uskup Jerman mengeluarkan panduan yang condong membolehkan interkomuni menerimakan komuni kepada suami-isteri yang pasangannya dari gereja lain. Paus Fransiskus menegaskan interkomuni dilarang. Upaya ekumene persatuan umat kristiani masih terus memperjuangkannya.
Akan sangat bermanfaat juga para ahli teologi kita berkenan memberi pencerahan lebih lanjut soal ini.